Minggu, 06 Maret 2011

Dua Tambang Emas Miliki Izin Produksi

* Mayoritas Berada di Areal Hutan Lindung
Fri, Jan 28th 2011, 09:21

BANDA ACEH - Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Aceh, Ir Said Ikhsan MSi menyatakan, dari 38 perusahaan tambang emas yang telah melakukan eksplorasi (penyelidikan deposit emas) di wilayah Aceh, baru dua perusahaan yang telah mendapatkan izin produksi (eksploitasi). Kedua perusahaan itu adalah PT Multi Mineral Utama dan Koperasi Cempala Sakti.

Dua perusahaan tambang emas yang telah mendapatkan izin produksi itu di lokasi yang berbeda. PT Multi Mineral, lokasinya di Kabupaten Aceh Selatan dengan luas areal tambang sekitar 1.000 hektare, sedangkan Koperasi Cempala Sakti di Kabupaten Nagan Raya dengan luas areal tambang sangat terbatas hanya 42,22 hektare.

“Izin operasi tambang PT Multi Mineral Utama sampai 10 Desember 2027 dan Koperasi Cempala Sakti 21 April 2015,” kata Said Ikhsan kepada Serambi, Kamis (27/1). Ia menambahkan, lokasi penyelidikan (eksplorasi) perusahaan tambang emas yang telah mendapat izin penyelidikan deposit emas itu, pada umumnya berada di areal hutan lindung.

Terkait dengan masalah ini pada tanggal 10 Nopember 2010 lalu, pihaknya telah menyurati 38 perusahaan yang telah mendapat izin untuk melakukan penyelidikan deposit emas di Aceh dalam melaksanakan operasi eksplorasi dan eksploitasi bahan tambangnya perlu memperhatikan UU Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, surat Menteri Kehutanan Nomor S. 95/Menhut-IV/2010 tanggal 25 Februari 2010 prihal Laporan Penggunaan Kawasan Hutan yang tidak prosedural.

Surat tertanggal 10 Nopember 2010 yang dikirimkan kepada 38 perusahaan tambang emas yang sedang melakukan penyelidikan maupun yang mau melakukan produksi bahan tambangnya itu, kata Said Ikhsan, untuk menyikapi Surat Gubernur Aceh tertanggal 12 Maret 2010 yang dikirimkan kepada para bupati/walikota yang di daerahnya ada kegiatan eksplorasi bahan tambang.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, dalam suratnya meminta para Bupati dan Wali Kota agar membentuk tim terpadu kabupaten/kota dalam melaksanakan program penanggulangan masalah pertambangan tanpa izin. Selain itu, menyampaikan laporan tertulis mengenai pengelolaan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan kewenangannya kepada Gubernur Aceh secara berkala enam bulan sekali.

Kemudian, memprioritaskan kegiatan pengusahaan pertambangan eksplorasi dan operasi produksi di luar kawasan hutan lindung, dan mencabut/membatalkan izin usaha pertambangan yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban sebagaimana tercantm dalam lampiran Keputusan Bupati/Wali Kota tentang Pemberian Izin Usaha Pertambangan.

Jadi, kata Kadistamben Aceh itu, pihaknya menyurati perusahaan tambang emas untuk selalu mematuhi kewajiban, karena kita tidak ingin penyelidikan deposit bahan tambang dan produksi yang dilakukan perusahaan tambang di areal kawasan hutan lindung dan ekosistem Lauser nantinya dapat merusak kawasan hutan lindung dan ekosistem Lauser.

Penertiban dan pengawasan pencarian deposit bahan tambang itu, kata Said Ikhsan, harus dimulai dari perusahaan yang telah mendapat izin usaha pertambangan. Setelah yang punya izin melaksanakan kegiatan usaha pertambangannya dengan tertib, baik dan ramah lingkungan, baru tahap berikutnya menertibkan usaha tambang yang belum memiliki izin.

Pengawasan ini dilakukan sejalan dengan program pencanangan Aceh Green yang dilansir Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, tahun lalu dan untuk meminimalisir dan mencegah sedini mungkin ancaman kerusakan lingkungan untuk anak cucuk ke depan, mulai dari jumlah yang sedikit. Misalnya di Aceh jumlah perusahaan tambang untuk berbagai jenis bahan tambang baru sekitar 135 perusahaan.

“Kalau jumlah perusahaan tambangnya telah mencapai ribuan, baru ditertibkan seperti di Kalimantan Timur mencapai 1.296 perusahaan, masalah yang dihadapi sangat besar dan konpleks,” ujar Kadistamben Aceh itu.(her)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar