Jumat, 31 Desember 2010

2012, PT KKA Beroperasi Lagi

Tue, Dec 21st 2010, 11:53

JAKARTA - Setelah sempat mati suri, pabrik milik PT Kertas Kraft Aceh (KKA) akan kembali beroperasi pada akhir 2012. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mustafa Abubakar menyatakan, beroperasinya kembali pabrik kertas ini akan menghidupkan industri di Aceh.

“KKA sudah dibantu oleh empat BUMN, butuh waktu sekitar 1,5 hingga 2 tahun agar dapat beroperasi lagi,” kata Mustafa, akhir pekan lalu.

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah menunjuk empat BUMN untuk membantu KKA agar beroperasi kembali. Keempat BUMN itu adalah PT Semen Gresik, PT Batubara Bukit Asam (PTBA), Perum Perhutani, dan PT Perusahaan Pengeloa Aset (PPA).

Mustafa menjamin, seluruh kebutuhan KKA akan dipenuhi oleh keempat BUMN itu. Untuk bahan baku, misalnya, Perhutani akan memasok kayu pinus kepada KKA. Namun, tidak semua bahan baku itu dipenuhi Perhutani. “Sekitar 50 persennya diambil dari impor juga,” kata Mustafa.

Sementara PTBA akan memasok batu bara untuk bahan bakar pabrik. Adapun Semen Gresik akan menjadi pembeli produk jadi KKA berupa kantong semen. Khusus PPA, akan memberikan suntikan dana untuk modal KKA.

Mustafa pernah mengatakan, PPA bersedia mengucurkan bantuan modal sebesar Rp 154,45 miliar. KKA juga mendapatkan bantuan biaya operasional pabrik Rp 1,1 miliar per bulan.

Meski begitu, masalah permodalan ini tampaknya masih menjadi kendala bagi KKA. Pasalnya, bantuan PPA masih jauh dari cukup. Sebab dalam hitung-hitungan Mustafa, butuh dana Rp 850 miliar agar KKA bisa kembali beroperasi.

Karena itulah, KKA harus mencari mitra. Jika mitra tidak kunjung didapat, tak menutup kemungkinan KKA akan terus menjalin sinergi dengan BUMN. Bahkan, pemerintah mengaku lebih cocok dengan skema ini.

“Memang awalnya disepakati KSO, tapi lebih baik lagi sinergi dengan BUMN,” ujar Irnanda Lhaksanawan, Deputi Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN, belum lama ini.(kontan)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 30 Desember 2010

Pansus Tanggap Darurat dan Multiyears Setuju Dibentuk

Sat, Dec 18th 2010, 10:14

BANDA ACEH - Pimpinan DPRA menilai logis dan sangat mendukung usul pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk memeriksa Proyek Tanggap Darurat dan Multiyears di Aceh sebelum dilakukan pembayaran sebagaimana usulan eksekutif dalam RAPBA-Perubahan 2010. Wakil Ketua II Bidang Infrastruktur DPRA, Drs H Sulaiman Abda kepada Serambi di ruang kerjanya, Jumat (17/12) mengatakan, usul dan saran sejumlah anggota dan fraksi DPRA dalam pendapat akhir fraksi terhadap Nota Keuangan RAPBA-Perubahan 2010 senilai Rp 607,9 miliar agar dibentuk Pansus Tanggap Darurat dan Multiyears dinilai sangat logis.

Pembentukan pansus itu, dinilai Sulaiman Abda tepat alasan dan tepat momen, terutama karena 54 paket proyek tanggap darurat senilai Rp 227,5 miliar yang tersebar di 14 kabupaten/kota itu, sebelumnya tidak pernah diusulkan eksekutif dalam RAPBA murni 2009 dan 2010. Tapi tiba-tiba saja muncul dalam RAPBA-Perubahan 2010 dan eksekutif minta dialokasikan anggaran untuk pembayaran kepada kontraktor yang telah menyelesaikan pekerjaan fisik paket proyek tanggap darurat tersebut. Ke-14 kabupaten/kota yang menerima paket tanggap darurat itu, sebut Sulaiman Abda, terbanyak berada Aceh Tenggara, mencapai 14 paket, kedua Gayo Lues (sepuluh paket), ketiga Pidie (enam paket). Disusul Aceh Utara dan Aceh Selatan (masing-masing empat paket), Lhokseumawe, Bireuen, dan Nagan Raya (masing-masing tiga paket) Pijay (dua paket), Abdya, Aceh Timur, Banda Aceh, Aceh Besar, dan Bener Meriah masing-masing satu paket.

Saran dan usul agar pimpinan DPRA segera membentuk Pansus Dewan sebelum dilakukan pembayaran dan pelunasan dana terhadap 54 paket proyek proyek tanggap darurat dan 23 paket proyek jalan dan gedung multiyears tersebut, kata Sulaiman Abda, dimulai dari pembahasan bersama paket-paket proyek tersebut antara Pokja Badan Anggaran DPRA dengan dinas teknisnya. Misalnya, 23 paket proyek multiyears Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh dibahas oleh Pokja II Badan Anggaran Dewan dan 54 paket tanggap darurat Dinas Pengairan Aceh dibahas Pokja III Badan Anggaran DPRA.

Ganjil dan aneh
Pada pembahasan RKA 54 paket proyek tanggap darurat antara pihak Dinas pengairan Aceh dengan Pokja II Badan Anggaran DPRA, banyak ditemukan keganjilan dan keanehan. Antara lain, masa penerbitan surat pernyataan bupati tentang bencana alam dengan penerbitan surat izin prinsip dari Gubernur Aceh dan surat perintah mulai kerja (SPMK) dari Dinas Pengairan ada yang jaraknya sangat jauh dan ada pula yang dekat sekali. Contohnya, paket proyek tanggap darurat pengamanan tebing Krueng Ulim di Pidie dengan pagu anggaran Rp 2,5 miliar. Bupati Pidie menerbitkan surat pernyataan bencana alamnya, 11 Desember 2008, lalu Gubernur Aceh mengeluarkan surat izin prinsipnya pada 9 Februari 2009 dan Dinas Pengairan Aceh menerbitkan surat perintah mulai kerjanya pada 4 Maret 2009.

Kasus yang sama juga terjadi di Agara dalam usulan paket proyek tanggap darurat normalisasi dan penguatan tebing Sungai Lawe Alas dengan pagu anggaran Rp 6,7 miliar. Bupatinya menerbitkan surat pernyataan bencana alam 15 Desember 2008, surat izin prinsip Gubernur Aceh keluar 9 Februari 2009 dan surat SMPK dari Dinas Pengairan terbit tanggal 4 Maret 2009. Di Nagan Raya, dalam paket proyek pengamanan tebing Krueng Naga Gampong Panteuen Bayam, Kecamatan Beutong, dengan pagu anggaran Rp 6,5 miliar, surat pernyataan bencana alam dari bupatinya 9 Februari 2009. Kemudian surat izin prinsip dari Gubernur Aceh dikeluarkan 27 Februari 2009 dan surat SMPK dari Dinas Pengairan Aceh diterbitkan 5 Maret 2009.

Hal yang sama juga terjadi pada paket proyek pengaman tebing Krueng Naga Gampong Pulo Raga, Kecamatan Beutong, dengan pagu anggaran lebih besar mencapai Rp 10 miliar. Surat bupati dikeluarkan, 9 Februari 2009 dan izin prinsip dari Gubernur Aceh diterbitkan 27 Februari 2009, kemudian surat SMPK dari Dinas Pengairan Aceh diterbitkan 5 Maret 2009. Kondisi tersebut, kata Sulaiman Abda, membuat anggota Pokja III Badan Anggaran DPRA yang membahas rincian kegiatan anggaran (RKA) paket proyek tanggap darurat di atas menjadi curiga. Kalau nilainya sebesar itu dan bangunan yang hendak dibuat juga bentuknya permanen, bukan darurat, seharusnya empat paket proyek tanggap darurat tersebut diusulkan dalam RAPBA murni 2009 atau 2010, bukan justru saat ini, dalam RAPBA-P 2010.

“Ini merupakan kesalahan besar eksekutif yang suka memaksakan kehandak dan menjadikan dalih kondisi darurat atau situasional untuk membenarkan sistem kerja yang salah dan kolusi,” ujar Sulaiman Abda.

Multiyears
Sedangkan paket proyek multiyears, meski hanya delapan paket dari 23 paket yang tak dapat diselesaikan pada akhir tahun ini, tapi kebijakan kebutuhan anggaran yang diusul dengan yang dibahas bersama Pokja II Badan Anggaran DPRA selalu berubah. Hasil pembahasan dengan Pokja DPRA, untuk melunasi paket proyek multiyears yang akan selesai pada akhir tahun ini hanya dibutuhkan dana sekitar Rp 175,9 miliar. Akan tetapi, dalam jawaban Gubernur Aceh yang disampikan 15 Desember, dana yang dibutuhkan sudah bertambah menjadi Rp 222 miliar lagi. Ini artinya, Dinas BMCK Aceh telah mempermainkan Pokja II Badan Anggaran DPRA.

Karena adanya perubahan dan kecurigaan tadi, ungkap Wakil Ketua II Bidang Infrastruktur DPRA, Drs Sulaiman Abda, maka dalam pemandangan umum anggota dewan terhadap Nota Keuangan RAPBA-P 2010 yang disampaikan Gubernur Irwandi Yusuf senilai Rp 607,9 miliar, anggota dewan menyarankan perlu dibentuk pansus sebelum dilakukan pembayaran terhadap 54 paket proyek tanggap darurat dan pelunasan 15 paket proyek multiyears dari 23 paket yang ada.(her)

Sumber : Serambinews.com

Mimpi 40 Juta Ton dan Momok Tata Ruang

* Sebuah Catatan dari IPOC Nusa Dua Bali (habis)

Fri, Dec 17th 2010, 13:59

DENGAN moto pro growth pro job and pro environment sebagai karakter bisnis sawit Indonesia, negeri ini mencanangkan produksi minyak sawit mentah atau CPO pada level angka 40 juta ton per tahun pada tahun 2020. Dengan taksiran luas areal sekitar 11 juta hektar lebih--perkiraan produksi 3,6 ton/hektar--dari areal saat ini yang hanya dalam kisaran 7 juta hektar.

Untuk mendukung itu pemerintah akan membentuk tiga cluster sawit nasional, masing masing di Kaltim, Sumut dan Riau. Sistem cluster itu nantinya akan melibatkan industri sawit secara terpadu, mulai dari hulu hingga hilir, dengan berbagai faktor pendukung, seperti inpra dan supra struktur. “Dengan konsep ini diharapkan sawit Indonesia akan semakin mampu bersaing, dan prospeknya makin baik,” ujar Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurti, di depan 1000 lebih peserta Konferensi Sawit Indonesia, di Nusa Dua Bali, awal bulan ini.

Saat ini komposisi bisnis sawit Indonesia dikuasai oleh swasta besar 45 persen, small holder 42 persen serta selebihnya oleh PTPN. Sektor sawit itu sendiri mampu menyerap 1,5 juta kesempatan kerja, dan itu terus bertambah seiring revitalisasi perkebunan sawit dan pembukaan lahan baru.

Menurut Bayu, konsep sawit terhitung jauh lebih ramah lingkungan dibanding dengan soybean atau kedelai, karena sawit adalah green new colour industry yang 25 tahun sekali baru direcicle. Bandingkan dengan kedelai yang terus direcicle areal setiap panen yang hanya tiga bulanan.

Karenanya Bayu mengingatkan pihak luar bahwa Indonesia punya kedaulatan tersendiri untuk pengelolaan hutannya demi kesejahteraan warga sendiri.

Namun pada sisi lain Sekjen Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Ir Joko Supriyono juga mengingatkan pemerintah, bahwa proyeksi 40 juta ton CPO pada tahun 2020 itu bisa jadi terlalu optimistis, dibanding dengan nasib ketidakpastian usaha bisnis sawit itu sendiri saat ini.

Padahal katanya, pertumbuhan pasar CPO dunia setiap tahunnnya berada dalam kisaran 5-7 persen atau sekitar 5 juta ton pertahunnya. Dengan fenomena tersebut, seharusnya ekspansi areal terus dilakukan.

Akan tetapi justru terjadi sebaliknya pada trend ekstensifikasi kelapa sawit. “Dua tahun terakhir, trend perkembangan areal sawit bisa dikatakan slow down. Semua itu karena belum ada kepastian dalam Tata Ruang Nasional,” ujar Joko, di sela-sela break IPOC Nusa Dua.

Saat ini investor kelapa sawit sedang menunggu tata ruang nasional untuk kepastian hukum status lahan. Kasus konsesi lahan bermasalah, muncul karena ketidakserasian pusat dan daerah dalam penataan ruang.

Belum lagi dengan disharmonisasi komunikasi antara propinsi dengan kabupaten/kota, yang juga membuat investor perlu ekstra hati hati. “Kasus 900.000 hektar areal kelapa sawit yang dispute di Kalteng, semata-mata karena kesalahan dalam penetapan Tata Ruang. Padahal areal sawit itu telah berpuluh tahun ditanam, namun belakangan diklaim sebagai hutan lindung. Ini pelajaran berharga,” tutur Joko yang pada kesempatan lain juga diungkapkan oleh Ketua Gapki, Joefly Bahroeny.

Konsep regulasi tata ruang wilayah yang paradoks antara daerah dengan pusat, juga membuat investor sawit berpikir tujuh kali untuk melakukan ekspansi areal. Hal lain adalah koordinasi lintas departemen yang juga bisa memicu ketidakpastian lainnya.

Saat ini pemerintah belum menuntaskan Tata Ruang Nasional, hingga tidak diketahui secara pasti koridor areal garapan secara nasional. Ketidakpastian tata ruang itulah yang membuat pertumbuhan bisnis kelapa sawit yang diharapkan berdiri di garda depan untuk pengentasan kemiskinan, justru nyaris stagnan dalam dua tahun terakhir. Jika sebelumnya bisa mencapai 500.000 hektar per tahun, dalam dua tahun terakhir hanya 250.000 hekter setiap tahun, itupun dengan susah payah.

Bahkan dengan balutan nada pesimis Sekjen Gapki Joko Supriyono memprediksi untuk empat tahun ke depan ekspansi areal kelapa sawit Indonesia terus dalam kondisi down.

Finishing tata ruang nasional juga diperburuk dengan beberapa provinsi yang potensial dikembangkan sawit, seperti Riau dan Sumut yang belum melakukan pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), seperti diakui sebelumnya oleh Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan.

Di sisi lain investor kelapa sawit makin kelimpungan ketika Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan hutan. Dalam kondisi itu ekspansi areal akan makin sulit. Dengan segala handicap yang berkaitan dengan regulasi tersebut, seharusnya pemerintah menyadari target 40 juta ton produk CPO tahun 2020 itu bisa jadi hanya utopia belaka.(nurdinsyam)

sumber : Serambinews.com

DPRA Setujui RAPBA-P 2010

* Bentuk Pansus untuk Proyek Tanggap Darurat dan Multiyears
Fri, Dec 17th 2010, 10:13

BANDA ACEH - Seluruh fraksi di DPRA, yaitu Fraksi Partai Aceh, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Partai Aceh dan Fraksi PKS/PPP, menyetujui usulan tambahan anggaran yang disampaikan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf senilai Rp 607,9 miliar. Begitu pun, fraksi-fraksi itu berpendapat perlu membentuk panitia khusus (pansus) untuk meninjau proyek tanggap darurat (54 paket senilai Rp 227,5 miliar) dan proyek multiyears (23 paket jalan dan gedung senilai Rp 680 miliar) yang akan dilunasi Pemerintah Aceh dengan dana dari APBA-P ini.

Ketua Fraksi Partai Aceh, H M Ramli Sulaiman yang membacakan pendapat akhir fraksinya, dalam sidang paripurna lanjutan RAPBA-P 2010 di Gedung DPRA, Kamis (16/12), mengatakan, fraksinya menyetujui usulan tambahan anggaran sebesar Rp 607,9 miliar yang dismpaikan gubernur dalam RAPBA-P 2010. Tapi untuk pembayaran 54 paket proyek tanggap darurat senilai Rp 227,5 miliar dan pelunasan sisa dana 23 paket proyek multiyears 2008-2010 senilai Rp 222 miliar dari nilai kontraknya Rp 680 miliar, harus dilakukan pansus terlebih dahulu.

Ramli menyatakan, fraksinya mengoreksi sisa kebutuhan dana proyek multiyears yang diusulkan gubernur dalam penjelasannya kepada Dewan Rp 222 miliar. Kebutuhannya tidak lagi Rp 222 miliar, melainkan berkurang menjadi Rp 175,9 miliar. Pengurangan anggaran itu terjadi dari hasil pembahasan bersama antara Pokja Badan Anggaran DPRA dengan Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh.

Pihak Dinas BMCK Aceh saat itu menyebutkan, sisa dana yang dibutuhkan untuk melunasi 23 paket proyek multi years 2008-2010, yang masa kerjanya telah berakhir tahun ini, dari hasil monitoring dan evaluasi tim pengawas Dinas BMCK Aceh dan konsultan pengawas proyek multiyeras di lapangan dana yang dibutuhkan untuk membayar 23 paket proyek mutiyears tinggal sekitar Rp 175,9 miliar lagi.

Tapi anehnya, kata Ramli, dalam penjelasan gubernur yang disampaikan 15 Desember 2010 lalu atas pertanyaan anggota Dewan dan Badan Anggaran Dewan, jumlah dana yang dibutuhkan untuk membayar sisa dana proyek multiyears itu bertambah lagi menjadi Rp 222 miliar. “Untuk ini kami dari Fraksi Partai Aceh, meminta pihak eksekutif mengembalikan kembali kebutuhan anggaran untuk pembayaran sisa paket proyek multiyears itu pada kebutuhannya Rp 175,9 miliar,” ujar Ketua Fraksi Partai Aceh itu.

Ketua Fraksi Partai Aceh juga mengingatkan gubernur untuk tidak lagi membuat proyek tanggap darurat dalam jumlah yang cukup banyak. “Untuk percepatan pelaksanaannya di lapangan boleh dilakukan dengan cara tanggap darurat, tapi jumlah dan anggaran yang diajukan tidak seperti yang terjadi sekarang ini,” ujarnya.

Kritikan, saran, dan usul hampir serupa juga dilontarkan Jurubicara Fraksi PKS/PPP, Mohariadi Syafari. Ia menilai meski masa kontrak 23 paket proyek multiyears sudah habis, tapi masih ada informasi yang ditutup-tutupi oleh pihak eksekutif.

Fraksi PKS/PPP menyetujui usulan anggaran tambahan Rp 607,9 miliar yang disampaikan gubernur dalam Nota Keuangan RAPBA-P 2010 dua pekan lalu. Tapi sebelum pembayaran sisa dana proyek multi years sebesr Rp 175,9 miliar dibayarkan kepada kontraktor yang telah menuntaskan pekerjaannya sesuai kontrak awal dan ademdumnya, seluruh paket proyek mlti years perlu diperiksa ulang dan DPRA perlu membentuk pansus untuk menginvestigasinya.

Jurubicara Fraksi Partai Demokrat, Mawardi Ali mengatakan, fraksinya setujui dengan tambahan anggaran yang diajukan gubernur dalam RAPBA P 2010. Tapi sebelum dilakukan pembayaran, khusus untuk paket proyek tanggap darurat dan multi years, BKPG dan penyesuaian gaji dan tunjangan pegawai, perlu dilakukan evaluasi dan pemeriksaan ulang.

Sementara itu, jurubicara Partai Golkar Zuriat Suparjo, SP dalam pendapat akhir fraksinya juga menyetujui usulan gubernur menambah anggaran Rp 607,9 miliar dalam RAPBA-P 2010 untuk pembayaran dana proyek tanggap darurat, multiyears, dan lainnya.

Fraksi Partai Golkar juga menyarankan kepada gubernur, setelah RAPBA-P 2010 ini disahkan pekan depan, jangan lupa secepatnya menyerahkan RKA RAPBA 2011 kepada legislatif untuk dibahas bersama dengan Pokja Badan Anggaran Dewan. “Ini juga lebih penting, agar pelaksnaan paket proyek 2011 bisa secepatnya di lelang dan tahun depan jumlah paket proyek yang terbengkalai bisa lebih rendah lagi dari tahun 2008, 2009 dan 2010,” ujar Zuriat.(her)

Sumber : Serambinews.com

Jumat, 17 Desember 2010

Proyek Multiyears Diawasi 11 Konsultan

Wed, Dec 15th 2010, 10:49

KEPALA Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh, Muhyan Yunan melalui seorang Pengawas Konsultan Proyek Multiyears dari Dinas BMCK Aceh, Ir Suryadi yang dimintai tanggapannya seputar realisasi dana pengawasan yang sangat lancar, sementara proyeknya sendiri macet, membenarkan ada Rp 30 miliar lebih anggaran yang dialokasikan untuk pengawasan proyek multiyears 2008-2010 sebanyak 23 paket. Namun Suryadi tidak menanggapi soal realisasi keuangan untuk biaya pengawasan.

“Ke-23 proyek multiyears itu diawasi 11 konsultan. Untuk membayar 11 konsultan itu dialokasikan anggaran Rp 30 miliar lebih,” kata Suryadi yang dihubungi Serambi, Selasa (14/12) malam.

Nilai Rp 30 miliar lebih itu, menurut Suryadi sudah ideal, karena pengalokasian anggarannya sebesar 5 persen dari nilai total kontrak proyek multiyears sebelum direvisi yaitu Rp 630,6 miliar.

Diakui Suryadi, kalau dilihat nilainya Rp 30 miliar lebih, memang sangat besar. Tapi Dinas BMCK Aceh melihat dari profesi pekerjaan konsultan yang mempunyai tanggung jawab besar, ia harus dihargai sesuai dengan pekerjaan profesionalnya. Untuk mengawasi sebuah proyek, personel yang diturunkan mulai site engineering, inspektur dan chief inspektur, jumlahnya antara 5-7 orang bahkan bisa mencapai 10 orang. “Alokasi anggaran sebesar itu sudah ideal,” katanya.

Untuk mengawasi proyek multiyears itu, kata Suryadi, Dinas BMCK Aceh tidak menggunakan satu paket pekerjaan satu perusahaan konsultan pengawas. Ini untuk efisiensi dan efektif dan memaksimalkan penggunaan anggaran. Makanya, untuk 23 paket pekerjaan hanya diawasi 11 perusahaan konsultan perencana dan pengawas. “Ada dua atau tiga paket pekerjaan yang jaraknya berdekatan diawasi oleh satu konsultan pengawas. Misalnya paket pekerjaan pelebaran dan pengaspalan jalan Bireuen seksi I, seksi II, dan seksi III,” katanya.

Konsultan pengawas untuk 23 paket proyek multiyears tersebut, kata Suryadi, dipilih melalui tender bebas, bukan penunjukan. Mereka dikontrak selama 24 bulan, dan bekerja dari Oktober 2008 sampai Mei 2010. “Sedangkan untuk mengawasi kontraktor yang masih bekerja sampai Desember 2010, memanfaatkan dana pengawasan paket proyek reguler 2010,” ujar Suryadi.

Hasil evaluasi dan monitoring Dinas BMCK Aceh, dari 23 paket proyek multiyears yang dikontrakkan Oktober 2008, delapan paket di antaranya dipastikan tidak selesai pada akhir tahun ini. Faktor penyebabnya antara lain karena kondisi lapangan dan iklim, lambannya pembebasan tanah, keraguan kontraktor terhadap pembayaran proyek yang telah dikerjakan karena pengalokasian dana proyek multiyears di APBA murni 2010 tidak penuh, serta ada juga karena faktor keuangan kontraktornya. “Empat faktor itu menjadi penyebab tak tuntasnya 8 paket proyek multiyears,” demikian Suryadi.(her)

Sumber : Serambinews.com

Proyek Multiyears Macet, Dana Pengawasan Lancar

Wed, Dec 15th 2010, 10:53

BANDA ACEH - Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh mengungkapkan penggunaan dana pengawasan proyek multiyears selama tiga tahun (2008-2010) hampir mencapai 100 persen dari total dana Rp 39 miliar yang disediakan untuk itu. “Ironis sekali. Dana pengawasan sudah ditarik hampir 100 persen, sementara proyek multiyears yang diawasi sangat bermasalah, bahkan ada yang macet,” kata Pjs Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani.

Tanggapan terhadap berbagai persoalan proyek multiyears 2008-2010--khususnya pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan di bawah Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh--disampaikan Askhalani ketika tampil sebagai nara sumber “Bedah Salam Serambi” bertajuk Proyek Asal Usul, Jadinya Asal-asalan di Radio Serambi FM 90,2 MHz, Selasa (14/12).

“Bedah Salam” tersebut terkait dengan pemberitaan yang dilansir koran ini edisi Senin 13 Desember 2010 tentang ratusan miliar rupiah dana APBA 2008-2010 yang dialokasikan untuk proyek jalan multiyears tak bermanfaat bagi masyarakat. Penyebabnya, dari 23 paket proyek tersebut, delapan paket di antaranya hampir bisa dipastikan tak selesai hingga akhir tahun ini.

Terhadap laporan yang menyebutkan ‘hanya’ delapan paket yang hampir bisa dipastikan tak siap hingga akhir tahun ini, secara tegas dianggap sebagai informasi bohong oleh pihak GeRAK Aceh. “Permasalahannya hampir merata di semua paket proyek. Jangan hanya melihat tingkat kesiapannya, tetapi kualitas juga sangat penting,” tandas Askhalani.

Berdasarkan data yang dikumpulkan GeRAK Aceh, pada 2008 total dana multiyears Rp 230 miliar, dan bertambah menjadai Rp 252 miliar pada 2009, kemudian pada 2010 Rp 216 miliar. Dengan demikian, total dana secara kesuluruhan untuk tiga tahun mencapai Rp 698 miliar.

Dijelaskan Askhalani, selain Rp 698 miliar untuk 23 paket proyek multiyears di lingkungan Dinas BMCK, masih ditambah untuk dana pengawasan yang totalnya Rp 39 miliar sehingga secara keseluruhan mencapai lebih kurang Rp 737 miliar.

Rincian dana pengawasan, menurut catatan GeRAK Aceh, pada 2008 daftar realisasi biaya pengawasan proyek Rp 18.505.390.000, tahun 2009 Rp 14.971.000.000, dan tahun 2010 Rp 5.633.880.000.

GeRAK Aceh menduga pengawasan terhadap proyek multiyears di Aceh tidak berlangsung dengan sempurna dan dipastikan terjadi pembiaran yang berpotensi menyebabkan uang negara dirugikan puluhan miliar. GeRAK menegaskan, dana pengawasan sudah ditarik oleh pihak pengawas hampir 100 persen. Sehubungan banyaknya persoalan di lapangan, patut diduga adanya permainan yang berlangsung secara rapi antara pihak Dinas BMCK dengan kontraktor pelaksana dan konsultan pengawas. “Atas dasar itu maka mutlak bagi aparat hukum, khususnya Kejaksaan Tinggi Aceh untuk melakukan pemeriksaan karena diduga dalam proyek multiyears terjadi dugaan indikasi tindak pidana korupsi,” kata Askhalani.

Menanggapi sikap Komisi D DPRA yang akan mengusut proyek multiyears tersebut, GeRAK menyambut baik namun diharapkan tidak panas-panas tahi ayam. “GeRAK melihat ada tarik ulur di dalam Komisi D itu sendiri. Ada apa sebenarnya,” demikian Askhalani.

Pertanyaan dewan
Pada Selasa kemarin, di sidang lanjutan paripurna DPRA yang beragendakan penyampaian pendapat umum fraksi-fraksi terhadap Nota Keuangan RAPBA-P 2010, Fraksi PKS/PPP melalui juru bicaranya, Anwar Idris juga mempertayakan pelaksanaan 23 proyek multiyears 2008-2010 yang belum tuntas sehingga harus diusulkan kembali anggarannya dalam RAPBA-P 2010.

Fraksi PKS/PPP DPRA meminta Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menjelaskan kronologis usulan proyek multiyears tersebut dan manfaatnya bagi rakyat. Juga penjelasan jumlah anggaran, berapa yang telah dibayar, kapan dimulai, siapa saja yang mendapat proyek itu dan berapa dana pengawasan yang telah dikeluarkan untuk pelaksanaan proyek multiyears itu.(nas/her)

SUMBER : Serambinews.com

FPG Terima Pengaduan Warga Bener Meriah

Wed, Dec 15th 2010, 10:12

JAKARTA - Puluhan warga kabupaten Bener Meriah, Naggroe Aceh Darusalam mengadu ke Fraksi Partai Golkar DPR RI soal dana bagi hasil tambang gas di wilayahnya yang puluhan tahun tidak diterima.

“Kami dari sebelas desa di Kabupaten Bener Meriah yang sudah puluhan tahun gas di desa kami diambil, tapi desa kami tidak ada pembangunannya,” kata tokoh masyarakat desa Sejuk, Bener Meriah, Joe Ahmad ketika menyampaikan pengaduannya ke fraksi Partai Golkar di gedung DPR-MPR-DPD Senayan Jakarta, Selasa (14/12).

Puluhan warga dari 11 desa kabupaten Bener Meriah, NAD tersebut diterima oleh Sekretaris FPG Ade Komaruddin dan anggota FPG komisi VII Zainudin. Warga kabupaten Bener Meriah tersebut menjelaskan, sejak 1982 di desanya terdapat tujuh sumur gas yang telah berproduksi. Namun selama ini, kondisi jalan, jembatan dan infrastruktur di wilayah mereka tidak ada pembangunan sama sekali.

Menurut Bupati Bener Meriah, Tagore Abubakar yang ikut menemani warga menjelaskan, lokasi tambang gas tersebut memang berada di perbatasan tiga kabupaten yakni kabupaten Aceh Tengah, Aceh Timur dan Bener Meriah. “Sebelas desa di mana terdapat tujuh sumur gas itu secara administratif menjadi bagian wilayah kabupaten Bener Meriah. Tetapi selama ini kami tidak menerima dana bagi hasilnya,” kata Bupati Tagore Abubakar.

Lebih lanjut bupati Bener Meriah menjelaskan, justru Kabupaten Aceh Tengah dan Aceh Timur yang selama ini menerima dana bagi hasilnya. “Karena itu kami mengadu ke FPG untuk memperjuangkan hak kami ini,” kata Tagore.

Mendengar pengaduan warga tersebut Sekretaris FPG Ade Komarudin berjanji akan menindaklanjuti pengaduan tersebut untuk disampaikan pada pihak-pihak terkait. “FPG akan membuat surat ke kementrian ESDM, BP Migas dari juga ke komisi VII untuk menanyakan persoalan ini,” katanya.

FPG, tambah, Ade akan memperjuangkan pengaduan masyarakat ini. Sementara Zainudin mengatakan, akan mempelajari lebih lanjut persoalan itu. Zainudin memperkirakan kemungkinan ada kesalahan administrasi terkait wilayah administrasi.(ant)

Sumber : Serambinews.com

122 Proyek Tanggap Darurat Diusul Bayar dalam RAPBA-P

Wed, Dec 15th 2010, 10:45
* Tunggakan Sewa Satelit 2003-2007 Rp 8 M Dipertanyakan

BANDA ACEH - Sidang lanjutan paripurna terhadap nota keuangan RAPBA-P 2010, Selasa (14/12) diwarnai beragam pertanyaan, usulan, saran, dan pendapat dari masing-masing fraksi DPRA. Fraksi Demokrat, misalnya, dalam pendapat umumnya mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menginvestigasi 122 paket proyek tanggap darurat senilai Rp 227,5 miliar yang diusul eksekutif pembayarannya dalam RAPBA-P 2010.

Anggota DPRA dari Fraksi Demokrat, H Ibnu Rusdi SE mengatakan, untuk penanganan bencana alam, dalam RAPBA 2010 telah dialokasikan dana Rp 50 miliar, tapi kenapa tiba-tiba dalam usulan RAPBA-P 2010 ada 122 paket proyek tanggap darurat senilai Rp 227,5 miliar yang tak pernah diusulkan dalam RAPBA murni, bahkan diusulkan pembayarannya melalui RAPBA-P 2010.

Selain menyarankan pembentukan pansus proyek tanggap darurat, Ibnu Rusdi juga mempertanyakan kesalahan penempatan anggaran untuk mengakuisisi Sekolah Penerbangan Halim di Jakarta guna pendirian Sekolah Pilot di Aceh. Usulan anggarannya Rp 7 miliar ditempakan pada Program Peningkatan Kualitas Pendidikan Agama pada Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Setda Aceh, seharusnya ditempatkan pada dinas/SKPA teknis, yaitu Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi, dan Telematika (Dishubkomintel) Aceh.

Fraksi Demokrat juga menyorot masih ditemukannya usulan pelaksanaan pekerjaan fisik dan pengadaan barang dalam RAPBA-P 2010. Padahal komitmen awalnya antara Pimpinan DPRA dengan Gubernur Aceh, RAPBA-P 2010 untuk membayar utang pekerjaan fisik yang anggarannya belum penuh tersedia dalam penyusunan APBA murni 2010. “Patut dipertanyakan kenapa muncul usulan pekerjaan proyek fisik dan pengadaan barang dalam RAPBA-P 2010,” kata Ibnu Rusdi.

Menurut Ibnu Rusdi, kalaupun nanti DPRA mengesahkan RAPBA-P ini menjadi APBA-P 2010 dan Mendagri menyetujuinya, waktu untuk mengerjakan paket proyek fisik yang diusulkan itu tidak mungkin lagi.

Fraksi PKS/PPP melalui juru bicaranya, Drs H Anwar Idris juga mengkritisi usulan pembayaran 122 paket proyek tanggap darurat dalam RAPBA-P, padahal dalam APBA 2010 telah dialokasikan Rp 50 miliar. Logikanya, jika di Aceh terjadi bencana alam dan ada tebing sungai yang perlu diperbaiki, harusnya menggunakan pos dana tanggap darurat yang telah disediakan. “Nyatanya, Pemerintah Aceh harus membayar 122 paket tanggap darurat senilai Rp 227,5 miliar. Kalau sebanyak itu paket proyek pekerjaan fisik yang harus dibayar, harusnya dimasukkan dalam RAPBA murni bukan RAPBA-P seperti sekarang ini. “Karena begini faktanya, wajar jika anggota DPRA merasa curiga terhadap keberadaan dan munculnya paket proyek tanggap darurat sebanyak itu,” kata Anwar Idris.

Selain itu, Anwar Idris juga mempertanyakan usulan anggaran Rp 8 miliar untuk pembayaran tunggakan sewa setelit sejak tahun 2003-2007 dan pembayaran sewa satelit/transponder televisi yang baru tahun 2010 sebesar Rp 4 miliar. “Untuk usulan ini, kami minta gubernur menjelaskannya secara rinci, kenapa terjadi tunggakan sewa satelit sejak tahun 2003-2007,” ujar Anwar.

Anggota Dewan dari Fraksi Partai Golkar, Hj Yuniar SP dalam penyampaian pendapat umumnya menyarankan kepada eksekutif untuk lebih hati-hati lagi dalam pembayaran dan penggunaan dana APBA. Kehati-hatian itu sangat penting guna mencegah dan menghindari temuan oleh BPK, Inspektorat, dan menjadi masalah hukum di kemudian hari.

Sidang paripurna lanjutan pembahasan RAPBA-P 2010 yang berlangsung kemarin dipimpin Wakil Ketua I DPRA, H Amir Helmi SH dan dari eksekutif diwakili Sekda Aceh, T Setia Budi. Dari empat fraksi di DPRA, perwakilan dari Fraksi Partai Aceh tidak menyampaikan pendapatnya, mungkin sudah sependapat dengan pendapat Badan Anggaran DPRA yang disampaikan sebelumnya oleh Abdullah Saleh dari Fraksi Partai Aceh.(her)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 16 Desember 2010

4 BUMN Bantu Reoperasionalisasi PT KKA

Tue, Dec 14th 2010, 12:02

JAKARTA - Sekira empat badan usaha milik negara (BUMN) melakukan kesepakatan kerjasama guna membantu revitalisasi PT Kertas Kraft Aceh (KKA). Dengan kerja sama tersebut KKA diharapkan bisa beroperasi kembali.

“Semua stakeholder secara bersama sudah sepakat bersinergi membantu mengembalikan KKA ini dapat berproduksi kembali,” kata Menteri BUMN, Mustafa Abubakar, di Jakarta, Senin (13/12).

Adapun, stakeholder tersebut di antaranya PT Semen Gresik Tbk yang akan menjadi pembeli kantung semen dari KKA, PT Tambang Batu Bara Bukit Asam Tbk (PTBA) yang akan menjadi pemasok bahan bakar berupa batu bara.

Selain itu, ada Perum Perhutani dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) sebagai penyedia dana revitalisasi tersebut. Kerjasama lainnya dengan perusahaan swasta untuk menyediakan bahan baku kayu sebagai bahan baku pembuatan kantung semen.

Adapun, kelima BUMN tersebut termasuk KKA melakukan penandatanganan letter of intents reoperasional PT KKA sore kemarin di kantor Kementerian BUMN. Sebelumnya, pemerintah telah menyuntikan modal tambahan kepada KKA sebesar Rp 154,45 miliar.

Selain menyuntikan dana, pemerintah melalui Komite Restrukturisasi dan Revitalisasi BUMN juga memberikan dana sebesar Rp1,1 miliar per bulan untuk membiayai operasional KKA. Dana bantuan operasional itu akan diberikan selama tiga sampai enam bulan ke depan hingga perseroan mendapatkan mitra kerja sama operasional (KSO).

Rencananya, operasional KKA akan dimulai pada awal tahun depan. Seperti diketahui, operasional KKA dihentikan sejak 2007 lantaran kekurangan pasokan bahan baku, gas dan modal. Kondisi keuangan KKA terus mengalami defisit, sehingga operasionalnya dihentikan sementara sejak 2007.

Pada 2004, perseroan merugi Rp 125 miliar. Kerugian tersebut berhasil ditekan menjadi Rp 122 miliar pada 2005, dan kembali disusutkan menjadi Rp 78 miliar pada 2006. Namun, kerugian perseroan kembali membengkak pada tahun lalu menjadi Rp 155,809 miliar. Sementara, nilai rugi tersebut sepanjang enam bulan pertama tahun ini tercatat senilai Rp 46,223 miliar.(okz)

sumber : Serambinews.com

Rabu, 15 Desember 2010

Proyek Multi Year tak Tuntas : Ratusan Miliar APBA tak Bermanfaat

* Akan Ditender Ulang dengan Sistem Kerja Reguler
Mon, Dec 13th 2010, 10:36

BANDA ACEH - Ratusan miliar rupiah dana APBA 2008-2010 yang dialokasikan untuk proyek jalan multi year tak bermanfaat bagi masyarakat karena dari 23 paket proyek tersebut, delapan paket di antaranya hampir bisa dipastikan tak selesai hingga akhir tahun ini.

Menurut informasi, untuk periode 2008-2010 ada 23 paket proyek multi year yang dikontrakkan kepada 23 kontraktor, namun yang diperkirakan selesai 100 persen hingga akhir 2010 hanya 15 paket. “Itu artinya ada delapan paket yang tak rampung sehingga belum bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan dana ratusan miliar rupiah untuk membelanjai proyek tersebut menjadi sia-sia,” ujar Ketua Komisi D DPRA Bidang Infrastruktur Aceh, Ir Jufri Hasanuddin kepada Serambi, Minggu (12/12).

Menurut Jufri, untuk pekerjaan lanjutan harus dicari kontraktor yang bonafid atau yang memiliki modal kuat guna menyelesaikan sisa pekerjaan delapan paket proyek jalan multi year yang tak selesai itu. “Waktu tiga tahun yang diberikan kepada kontraktor ternyata tidak bisa menyelesaikan borongannya tepat waktu dengan baik,” kata Jufri.

Proyek jalan multi year sebanyak delapan paket yang hampir bisa dipastikan tak selesai hingga akhir tahun ini yaitu jalan Simpang Krueng Geukuh-batas Bener Meriah dengan nilai kontrak setelah revisi Rp 25,495 miliar, sedangkan realisasi fisiknya per 8 Desember 2010 sekitar 42,50 persen. Kemudian jalan tembus Peureulak-Peunaron-Lokop Rp 23,532 miliar, realisasi fisik baru 65 persen, jalan Lhok Kruet-Pante Purba, Aceh Jaya Rp 27,658 miliar, realisasi fisiknya baru 55,70 persen, jalan Babahrot, Abdya-Blangkejeren, Gayo Lues Rp 18,1 miliar, realisasi fisiknya baru 42,37 persen.

Berikutnya, pembangunan jalan Bireuen-Takengon seksi II Rp 33,6 miliar, realisasi fisiknya baru 44,27 persen, ruas yang sama seksi III Rp 24,692 miliar, realisasi fisiknya baru 42,04 persen, jalan Kebayakan-Batas Aceh Utara Rp 26,891 miliar, realisasi fisiknya baru 71,85 persen, jalan Simpang Tritit-Pondok Baru, Bener Meriah Rp 26,5 miliar, realisasi fisiknya baru 72,64 persen.

Komisi D DPRA sangat menyesalkan kontraktor pelaksana yang tak mampu menyelesaikan pekerjaan tepat waktu pada semua kontraktor sudah menarik uang muka kerja (UMK) sebesar 20 persen. Tahun depan, kata Jufri, tak ada lagi program lanjutan proyek multi year. Sisa paket proyek multi year akan dilanjutkan dengan cara pelaksanaan tahunan atau reguler dan ditender kembali secara terbuka.

Jufri menjelaskan, kelanjutan proyek multi year harus dimasukkan dalam RAPBA 2011 supaya volume badan jalan yang telah dikerjakan tidak berkurang akibat hujan dan lainnya. Karena badan jalan yang telah dibangun namun tidak diaspal, material yang ada di atasnya bisa tergerus air, sehingga untuk melanjutkannya harus menyediakan anggaran dari nol lagi.

Ada kendala
Kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh, Ir Muhyan Yunan yang dimintai tanggapannya terhadap pemangkasan anggaran sejumlah paket proyek jalan multi year karena kontraktornya tidak mampu menyelesaikan pekerjaan, juga menyatakan kekecewaan.

Menurut Muhyan didampingi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dinas BMCK Aceh, Ir Fajri MT, kendala awal paket proyek jalan multi year itu yaitu dana pembebasan tanah yang alokasi pada tahun pertama tidak cukup sehingga ditambah pada tahun kedua dan ketiga oleh Pemerintah Aceh.

Namun, setelah dana pembebasan tanah disediakan dalam APBA 2009 dan 2010, pembebasan tanah masyarakat oleh Tim Sembilan di kabupaten/kota, tetap saja lamban, akibatnya jadwal kerja pembangunan jalan multi year juga menjadi sangat lamban.

Muhyan juga mengungkapkan, ada juga lokasi yang tak perlu pembebasan tanah, tetapi pekerjaannya juga lamban. Ini dikarenakan kontraktornya tidak punya modal yang kuat atau mereka takut tidak dibayar karena pagu anggaran untuk pembayaran proyek multi year di APBA murni 2010 sangat rendah. “Ketakutan kontraktor bisa kita pahami, tapi karena pemerintah sudah menandatangani kontrak proyeknya, pemerintah tetap akan membayar sesuai pekerjaan,” kata Muhyan.

Muhyan mencontohkan, kalau nilai kontraknya Rp 20 miliar dan pada akhir masa kerja volume kerjanya sesuai kontrak, pemerintah pasti membayarnya. Misalnya untuk pekerjaan jalan Bireuen-Takengon seksi I dengan nilai kontrak Rp 45,1 miliar. Kontraktornya terus bekerja untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai kontrak dan pemerintah menambah volume kerja dan anggarannya Rp 4,5 miliar, sehingga total anggaran setelah revisi menjadi Rp 49,6 miliar.

Hal yang sama juga terjadi pada paket proyek jalan multi year T Nyak Makam-Politeknik Banda Aceh. Nilai kontrak awalnya Rp 25,9 miliar, sekarang menjadi Rp 28,5 miliar atau bertambah Rp 2,5 miliar.

Berdasarkan hasil evaluasi BMCK, ada tujuh paket proyek jalan multi year yang total anggarannya ditambah menjadi Rp 23 miliar, dan tujuh paket proyek lagi yang anggarannya harus dipangkas mencapai Rp 72 miliar. Alasan karena kontraktor tak mampu menyelesikan borongannya sampai akhir tahun nanti sesuai nilai kontrak.

“Dinas BMCK Aceh harus memangkas anggarannya dan pembayaran proyek yang telah dikerjakan disesuaikan dengan kondisi ril yang telah dicapai di lapangan. Sedangkan sisa pekerjaan proyek jalan multi year yang belum tuntas tetap dilanjutkan dan tidak lagi dengan sistem kerja multi year melainkan reguler atau tahunan,” ujar Muhyan Yunan.(her)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 13 Desember 2010

BMKG Minta Warga Waspadai Banjir

Curah Hujan Masih Tinggi
Sun, Dec 12th 2010, 10:46

BANDA ACEH - Badan Meteorologi Klimotologi dan Geofisika (BMKG) Blang Bintang, Aceh Besar, meminta masyarakat di wilayah timur-barat, sepekan depan (12-18 Desember), waspadai banjir. Mengingat curah hujan di wilayah tersebut diprediksi masih tinggi dan berpotensi banjir.

Kepala Stasiun BMKG Blang Bintang, Samsuir DHS, melalui prakirawan Jaya Martuah lewat telpon, Sabtu (11/12) mengatakan, dari amatannya melalui Citra Satelit, masih adanya pusat tekanan rendah di Laut Cina Selatan, Samudra Hindia sebelah barat daya Sumatera dan Laut Andaman di sebelah utara wilayah Aceh, sehingga hal itu dapat mempengaruhi terbentuknya daerah belokan dan pertemuan angin.

“Pumpunan massa udara yang terjadi dan masih memanasnya suhu muka laut di perairan Indonesia termasuk Aceh dengan kisaran 29-30,5 derajat Celcius, juga sangat mendukung untuk pertumbuhan awan-awan hujan di atmosfir Aceh,” kata Jaya, Bagian Analisa dan Pengolahan Data, Stasiun Meteorologi, Blang Bintang.

Sebut parikirawan berdarah batak itu lagi, kelembaban udara dari lapisan permukaan terjadi hingga 700 mb, diperkirakan cukup basah, sehingga menurutnya, dapat mendukung untuk pembentukan awan-awan hujan. Melihat fenomena itu, jelas Jaya, potensi hujan dari ringan hingga sendang disertai petir dan angin kencang, terjadi hampir merata di seluruh wilayah Aceh.

Kemudian dia juga memprediksi, sepekan kedepan, curah hujan di timur dan barat Aceh dengan demikian masih cukup tinggi dan berpotensi banjir. “Jika hal ini tidak didukung dengan daerah resapan air dan daerah aliran sungai (DAS) yang baik, maka menurutnya, potensi banjir akan terjadi, maka itu kita menghimbau agar masyarakat waspada,” kata Jaya kepada Serambi.

Menurut Jaya, wilayah yang dilanda cuaca buruk sepekan depan, hujan yang turun dengan intensitas ringan hingga sedang yang disertai petir dan angin kencang akan melanda, Banda Aceh, Lhokseumawe, Aceh Besar, Kepulauan Sabang, Meulaboh, dan patai barat Aceh, perairan utara, dan Aceh Selatan.

“Di wilayah itu, angin bertiup dari barat menuju ke pesisir barat Aceh, kecepatannya berkisar antara 08-45 km/jam,” sebut prakirawan BMKG, Blang Bintang, Aceh Besar ini lagi.

Kencangnya angin sepekan kedepan, sebut Jaya, akan memicu terjadi gelombang tinggi di laut Aceh. Bahkan pada pertengahan Desember ini tinggi gelombang di perairan Aceh khususnya di wilayah perairan Sabang berkisar 2.0-3.0 meter. Sedangkan perairan utara-timur Aceh, katanya, berkisar 1.5-2.5 meter dan perairan barat-selatan Aceh mencapai 2.0-3.0 meter.

Melihat kondisi itu, BMKG Blang Bintang menghimbau masyarakat di persisir, nelayan, pengguna jasa angkutan laut, dan perusahaan angkutan laut, agar tetap waspada dengan kondisi tersebut.(c47)

Sumber : Serambinews.com

Jumat, 10 Desember 2010

Aceh Siapkan Kebijakan Pengelolaan Jasa Ekosistem

Wed, Dec 8th 2010, 14:53

BANDA ACEH - Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Aceh telah menjalin kerja sama dengan UNESCAP (Badan PBB untuk urusan ekonomi dan sosial kawasan Asia dan Pasifik) serta organisasi perlindungan WWF (Worldwide Fund for Nature) program Aceh, untuk menyiapkan kebijakan pengelolaan jasa ekosistem (PJE). Ini merupakan rangkaian dari upaya mendorong kebijakan imbal jasa ekosistem (payments for ecosystem services/PES) di Aceh yang telah dirintis sejak September 2008 lalu.

Dalam kaitan itu, ketiga lembaga dimaksud melaksanakan Program Pengembangan Kebijakan dan Percontohan untuk Imbal Jasa Lingkungan di Aceh (Project on Policy and Pilots for Payment for Ecosystem Services in Aceh/3PESA). “Salah satu kegiatan terpenting dari program 3PESA adalah mendorong kebijakan dan peraturan terkait PES dalam bentuk rancangan qanun dan naskah akademik tentang Pengelolaan Jasa Ekosistem (PJE),” tulis Tisna Nando, pProject Coordinator 3PESA-UNESCAP, dalam siaran persnya kepada Serambi Selasa (7/12).

Tisna Nando mengatakan, proses ini telah berjalan melalui beberapa tahapan diskusi publik. Di antaranya fokus grup yang melibatkan pihak pemerintahan, akademisi, kelompok swadaya masyarakat, serta sektor privat yang bersinggungan dalam pemanfaatan jasa ekosistem. “Saat ini rancangan qanun PJE telah memasuki tahapan akhir sebelum diserahkan kapada Pemerintah Aceh untuk ditindaklanjuti. Rancangan qanun PJE merupakan dokumen penting untuk kesinambungan pelestarian jasa ekosistem di Provinsi Aceh,” kata dia.

Pada Senin (6/12), kata Nando, pihaknya telah melaksanakan kegiatan konsultasi publik untuk menjaring masukan dan perbaikan akhir dari para pihak, di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, Senin (6/12). Konsultasi ini dibuka oleh ketua Task Force PES sekaligus Kepala BAPEDAL Aceh Husaini Syamaun. “Diharapkan rancangan qanun ini dapat segera diserahkan kepada DPRA tahun 2011,” ungkap Tisna.

Selain mendorong kebijakan, tambah dia, program 3PESA juga melaksanakan dua pilot proyek untuk penerapan skema PES di Aceh, yakni di DAS Peusangan dan Sub-DAS Krueng Montala. Sebuah skema PES percontohan pertama di Aceh dilaksanakan di Jantho Aceh Besar dengan inisiasi UNESCAP.

PDAM Tirta Montala yang menyediakan air bagi 15 ribu pelanggan rumah tangga menyetujui untuk memberikan kontribusi dana bagi kelompok masyarakat yang tergabung dalam Forum Perlindungan Krueng Montala (Forpela) yang tergabung dalam dua desa di Jantho guna melindungi daerah tangkapan air di sana. “Kerja sama ini bersifat sukarela dan direncanakan akan berjalan selama 3 tahun untuk tahap awal,” demikian siaran pers 3PESA-UNESCAP.(nal)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 08 Desember 2010

Raqan WN Dibahas Mengacu UUPA

Kesepakatan 4 Fraksi DPRA
Sat, Dec 4th 2010, 09:51

BANDA ACEH - Draf rancangan baru Qanun Lembaga Wali Nanggroe (WN) yang digagas oleh sembilan anggota DPRA akhirnya disahkan menjadi rancangan qanun (raqan) usul inisiatif dewan dan kemudian disepakati pembahasannya mengacu pada UUPA dan UUD '45. Kesepakatan itu dicapai dalam Rapat Paripurna V Masa Persidangan III di Gedung DPRA, Jumat (3/12).

Seluruh fraksi DPRA yang menyetujui draf raqan WN menjadi usul inisiatif dewan menyarankan agar dalam penyusunan dan pembahasan berikutnya berpedoman pada Undang-Undang Nomor 11 tentang Pemerintahan Aceh dan perundang-undangan lainnya yang berlaku di negara ini.

Selain Raqan Lembaga WN, ada satu raqan lagi yaitu revisi Raqan Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembuatan Qanun yang juga disahkan menjadi raqan usul inisiatif DPRA dan masuk dalam program qanun prioritas 2010 untuk segera disahkan menjadi qanun. Sedangkan dua lagi produk hukum yang diajukan anggota DPRA dan disahkan menjadi peraturan adalah Peraturan Kode Etik DPRA dan Peraturan Tata Cara Beracara Badan Kehormatan DPRA.

Sidang paripurna pengesahan draf Raqan Lembaga WN menjadi usul inisiatif anggota dewan dipimpin Wakil Ketua I DPRA, H Amir Helmi SH didampingi Ketua DPRA Drs Hasbi Abdullah, dan Wakil Ketua II DPRA Drs Sulaiman Abda. Sedangkan dari eksekutif hadir Sekda Aceh T Setia Budi.

Terhadap sidang paripurna lanjutan pengesahan draf Raqan Lembaga WN dan revisi Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembuatan Qanun untuk menjadi raqan usul inisiatif dewan, kesempatan pertama diberikan kepada Partai Aceh untuk menyampaikan pendapat akhir fraksinya.

Juru Bicara Fraksi Partai Aceh, Usman Muda SE mengatakan, fraksinya menerima draf raqan baru Lembaga WN yang digagas sembilan anggota DPRA yaitu Drs Adnan Beuransyah, T Iskandar Daoed, Nasruddinsyah, HM Ramli Sulaiman, H Abdullah Saleh, M Harun SSos, drh Nuraini Maida, H Ghufran Zainal Abidin MA, dan Bukhari MY SSos menjadi raqan usul inisiatif DPRA.

Menurut Usman Muda, komitmen untuk membentuk Lembaga WN dicapai dalam kesepakatan saat perundingan penyelesaian konflik Aceh secara damai dan bermartabat. Kesepatakan itu dituangkan dalam poin 1.1.7 MoU Helsinki 15 Agustus 2005 yang bunyinya, "Lembaga Wali Nanggroe akan dibentuk dengan segala perangkat upacara dan gelarnya."

Untuk mengatur dan menata Lembaga WN sebagaimana dimaksud poin 1.1.6, disepaki Qanun Wali Nanggroe akan disusun kembali untuk Aceh dengan menghormati tradisi sejarah dan adat istiadat rakyat Aceh serta mencerminkan hukum terkini Aceh. Oleh sebab itu, kata Usman Muda, rujukan ini menjadi dasar dalam pembentukan Raqan Lembaga WN. Kecuali itu, rujukan penyusunan Raqan Lembaga WN adalah konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, terutama UUD '45 Pasal 18A dan 18B, dan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. "Ini artinya dalam penyusunan subtansi/isi dan materi Raqan Lembaga Wali Nanggroe harus berpedoman pada peraturan tersebut," kata Juru Bicara Fraksi Partai Aceh.

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRA, Muhammad Tanwier Mahdi dalam pendapat akhir fraksinya juga menyatakan fraksinya menerima draf raqan baru Lembaga WN menjadi raqan usul inisiatif dewan sepanjang materi subtansinya tidak bertentangan dengan UUPA tentang Pemerintahan Aceh dan perundang-undangan yang berlaku secara nasional.
Fraksi Partai Demokrat menyarankan dalam pembahasan lanjutan Raqan Lembaga WN dibentuk paniti khusus (pansus), kemudian dalam pembahasannya harus terbangun sikap kebersamaan, kesetaraan, kejujuran, dan keadilan antara legislatif dan eksekutif.

"Terhadap kedua rancangan yang akan disetujui menjadi usul inisiatif dewan, dalam pembahasannya nanti harus punya visi untuk kepentingan rakyat Aceh demi menjaga dan menciptakan kondisi damai di Aceh sebagai satu proses yang demokratis dan adil dalam negara kesatuan dan konstititusi Republik Indonesia," tandas Fraksi Partai Demokrat.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRA, T Husin Banta dalam pendapat akhir fraksinya juga menerima kedua raqan menjadi usul inisiatif dewan namun dalam penyusunannya nanti, isi yang terkandung di dalamnya tidak boleh bertabrakan dengan qanun maupun peraturan perundang-undangan lainnya. "Jiwa dan semangat Raqan Lembaga WN harus selalu mengacu untuk memajukan Aceh dalam bingkai NKRI," kata Husin Banta.

Juru Bicara Fraksi PKS/PPP DPRA, Mahyaruddin Yusuf yang menyampaikan pendapat akhir fraksinya menyatakan, selama penyusunan dan materi isi dari Raqan Lembaga WN itu mempedomani ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Fraksi PKS/PPP setuju untuk dijadikan raqan usul inisiatif dewan. Misalnya, dalam proses penyusunan nanti mempedomani UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan UUPA serta perundang-undangan lainnya.

Seperti diketahui, Raqan Lembaga WN ini sebenarnya telah dibahas bersama antara eksekutif dan anggota DPRA periode 2004-2009. Akan tetapi karena ada hal yang belum disepakati oleh eksekutif, namun legislatif tetap mengesahkannya secara sepihak, akhrinya pihak eksekutif tidak memasukkannya dalam lembaran daerah untuk dilaksanakan. Untuk menyusun materi Raqan Lembaga WN itu sendiri telah menghabiskan uang miliaran rupiah yang bersumber dari APBA, termasuk untuk kunjungan Pansus XI DPRA periode 2004-2009 ke luar dan dalam negeri, termasuk negara Eropa. "Kita berharap, dalam pembahasan Raqan Lembaga WN yang baru ini masalah yang lalu tidak terulang kembali," ujar seorang anggota DPRA usai penutupan sidang paripurna, Jumat kemarin.(her)

sumber : Serambinews.com

DAS Peusangan Akan Dikelola Bersama

Fri, Dec 3rd 2010, 14:44

BANDA ACEH - Para pihak dari lima kabupetan kota yang masuk dalam kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Peusangan, yakni Aceh Tengah, Bener Meriah, Bireuen, Aceh Utara dan Lhokseumawe menyepakati pembentukan Forum DAS Peusangan sebagai upaya untuk mengelola DAS Peusangan secara bersama dan berkelanjutan.

Pembentukan Forum DAS Peusangan dilakukan di Banda Aceh, Kamis (2/12) dihadiri oleh para pihak yang terdiri dari unsur pemerintah dari lima kabupaten/kota, tokoh masyarakat, LSM lingkungan dan sektor privat. Acara ini dibuka secara resmi oleh Kepala BPDAS Krueng Aceh, Bambang Widarto.

Dalam sambutannya, Kepala BPDAS Bambang Widarto menyampaikan bahwa DAS Peusangan merupakan daerah penting yang menyediakan sumber air bagi lima kabupaten/kota di wilayah tengah dan utara Aceh. Saat ini DAS Peusangan rentan terhadap kehancuran akibat kegiatan ekonomi yang tidak mempertimbangkan keseimbangan ekosistem, seperti konversi hutan, illegal logging dan galian C.

“Diharapkan dengan adanya Forum DAS Peusangan ini, dapat mengikat kepedulian semua pihak untuk melestarikan kawasan ini sebagai wilayah perlindungan bagi daerah tangkapan air di Aceh,” kata Bambang Widarto.

Sementara itu, Project Leader WWF-Aceh, Dede Suhendra mengatakan sejak 2008 para pihak telah menginisiasi pembentukan Forum DAS Peusangan. Para Bupati dan Walikota dari 5 kabupaten/kota di DAS Peusangan telah sepakat untuk membangun kerjasama dalam pengelolaan DAS Peusangan secara bersama dan berkelanjutan.

“Saat ini sebuah MoU tentang pengelolaan DAS Peusangan telah siap untuk ditandatangani secara bersama oleh lima bupati dan walikota dimana nantinya akan didukung oleh Gubernur Aceh,” kata Dede Suhendra.

Dikatakan, WWF-Aceh telah menyiapkan Rencana Strategis Pengelolaan Bersama DAS Peusangan secara terpadu dan berkelanjutan. Salah satu kegiatan strategis tersebut adalah mendorong diterapkannya PES di DAS Peusangan guna mendorong pemanfaatan sumberdaya alam yang efisien dan bertanggung jawab.

“Diharapkan nantinya pihak-pihak yang selama ini memanfaatkan air dari DAS Peusangan dapat berkontribusi dan mendukung upaya kelompok masyarakat dalam menjaga dan melestarikan daerah tangkapan air,” ujarnya.

Berbagai kajian terhadap potensi DAS Peusangan telah dilakukan antara lain kajian hidrology oleh ICRAF, kajian sosial ekonomi oleh LP3ES dan kajian seller and buyer oleh WWF-Aceh. “Direncanakan Forum DAS Peusangan akan dideklarasikan bersama oleh para pihak dalam waktu dekat ini,” pungkas Dede Suhendra.(ask)

Sumber : Serambinews.com

Selasa, 07 Desember 2010

Kelompok Tani Aceh Diberi Dana Bergulir Rp 36,4 M

Fri, Dec 3rd 2010, 12:13

BANDA ACEH - Anggota kelompok tani (Gapoktan) se-Aceh yang tahun 2010 ini mendapat suntikan dana segar mencapai Rp 36,4 miliar diminta untuk bekerja maksimal hingga menjadi pelopor dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional.

“Kita berharap dengan dana tersebut, petani tidak hanya mampu meningkatkan kesejahteraan keluarga, tapi juga sekaligus mampu menjadi penyangga pangan nasional,” kata Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Aceh, Drs Salman Ishak MSi di hadapan 1.600 anggota kelompok tani dan penyuluh pendamping pertanian di Banda Aceh, Kamis (2/12) kemarin.

Mantan Pj Bupati Pidie Jaya itu mengingatkan para anggota kelompok tani agar dana bergulir yang sudah diberikan betul-betul digunakan untuk peningkatan produksi padi. “Kita tidak mau dana yang dibantu untuk meningkatkan produksi padi dialihkan penggunaan ke sektor lain,” katanya.

Selama ini, kata Salman Ishak, ada kecenderungan di kalangan petani penerima bantuan dana bergulir, mereka tidak memanfaatkan semaksimal mungkin untuk meningkatkan produksi hasil taninya. Tapi, mereka lebih cenderung berpikir kapan dana bantuan itu diputihakn.

Masalah pemutihan dana bergulir itu juga dikeluhkan utusan Simeulue. “Masyarakat yang sudah mendapatkan dana bergulir, mereka belum bekerja maksimal untuk mengembalikan modal usaha tersebut. Tapi, justru mereka memikirkan apakah pinjaman modal tersebut akan diputihkan,” katanya.

Di Aceh, kata Salman Ishak, saat ini sedikitnya terdapat sebanyak 1.213 kelompok tani yang tersebar di 19 kabupaten/kota, minus Banda Aceh, Sabang, Lhokseumawe, dan Langsa.

Kelompok tani yang mulai dibentuk pada tahun 2008 lalu, menurut Salman Ishak, tahun pertama tercatat sebanyak 591 kelompok tani, tahun 2009 jumlahnya turun tinggal hanya 258 kelompok tani, dan tahun 2010 terjadi peningkatan lagi menjadi 364 kelompok tani yang tersebar di berbagai pelosok Aceh.

Untuk 364 kelompok tani tersebut, pemerintah menyediakan anggaran sebesar Rp 36,4 miliar dengan masing-masing kelompok tani mendapat Rp 100 juta.(sir)

sumber : Serambinews.com

AAF Diambil Alih PT Pusri, KKA Tunggu Mitra Operasi

Fri, Dec 3rd 2010, 10:22

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Dr Mustafa Abubakar menyatakan, PT Aceh Asean Fertilizer (AAF) sedang dalam pengambilalihan oleh PT Pupuk Sriwijaya (Pusri), menyusul dihentikannya proses likuidasi. Sedangkan PT Kertas Kraft Aceh (KKA) saat ini menunggu mitra kerja sama operasi (KSO).

“Likuidasi AAF tidak diteruskan lagi. Pengambilalihan dijembatani PT Pusri selaku holding pupuk,” kata Mustafa Abubakar menjawab pertanyaan anggota DPR RI asal Aceh, Marzuki Daud, dalam Rapat Kerja Tim Pemantau Otonomi Khusus Aceh, Papua, dan Papua Barat DPR RI di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/12).

Marzuki Daud yang juga Wakil Ketua Tim Pemantau Otsus Aceh, Papua, dan Papua Barat menyatakan, sebaiknya AAF dioperasikan oleh PIM. Usulan serupa sebelumnya dilontarkan banyak kalangan, termasuk anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh.

Menyinggung nasib PT KKA, Mustafa Abubakar mengatakan, perusahaan tersebut saat ini sedang menunggu mitra kerja sama operasi. Pemerintah sudah menyiapkan dana yang cukup, bahan baku kayu, termasuk bahan bakar gas dan batu bara. “Pembelinya juga sudah ada, yaitu PT Gresik,” kata Mustafa. PT KKA adalah perusahaan produsen kertas kantong semen.

“Semua sudah tersedia. Tinggal menunggu perusahaan mitra KSO saja,” ujar mantan penjabat gubernur Aceh itu. Marzuki Daud dalam kesempatan itu menyarankan agar segera disegarkan manajemen perusahaan yang sudah lama berhenti beroperasi itu. “Mungkin saja dilakukan perombakan direksi,” kata politisi Partai Golkar ini.

Mustafa Abubakar mengatakan, Kementerian BUMN sedang berupaya menghidupkan kembali kawasan industri atau Provit Lhokseumawe/Aceh Utara. “AAF dan KKA jadi, PIM ada, PLN juga ada, maka akan mampu menyerap ribuan tenaga kerja di Aceh,” kata Mustafa.

Wagub Muhammad Nazar menilai, pemerintah mengambil langkah yang tepat untuk menghidupkan kembali kawasan industri Lhokseumawe. “Pemerintah Aceh akan mendorong usaha-usaha itu, sebab akan memberi dampak yang sangat penting bagi perekonomian Aceh,” ujar Nazar.

Musataf Abubakar juga menyatakan bahwa Kementerian BUMN sedang berupaya mewujudkan pola perkebunan inti rakyat di Aceh yang akan melibatkan ribuan kepala keluarga. (fik)

sumber : Serambinews.com

Permintaan Sawit Dunia Naik Tiap Tahun

Fri, Dec 3rd 2010, 12:06

NUSA DUA - Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi mengatakan permintaan sawit dunia terus meningkat dari tahun ke tahun. Setiap tahunnya permintaan sawit dunia naik 7-11% dan menjadi kabar baik bagi Indonesia yang merupakan produsen sawit terbesar dunia.

“Ada kabar baik untuk sektor sawit, pasarnya meningkat, permintaanya menguat, perekonomian menguat. Saya berharap krisis telah usai, kita mulai bangkit kembali. Permintaan kelapa sawit meningkat 7-11% ini baik,” kata Bayu dalam acara Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) di Nusa Dua Bali, Kamis (2/11).

Bayu mengatakan untuk merespon peningkatan pasar ini, Indonesia harus mampu terus menciptakan produk sawit yang sesuai dengan permintaan dan persyaratan pasar. Selain itu, tantangan pengembangan produk sawit bukan hanya pada produk minyak sayur mayur namun seperti produk biofuel dan lain-lain. “China dan Asia menjadi penggerak utama permintaan kelapa sawit,” ujarnya.

Ia juga mengatakan untuk tahun 2011 masih sangat sulit untuk meraba kondisi iklim yang akan terjadi terkait sektor persawitan. Saat ini banyak negara termasuk Indonesia masih dipusingkan dengan cuaca ekstrim. “Kita juga menghadapi tantangan bidang lain, misalnya ada pembentukan kebijakan baru, misalnya Eropa ada EU directive, yang 5 Desember mulai dilaksanakan,” katanya.

Sementara itu Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan sektor sawit sektor sawit merupakan sektor yang sangat berperan penting bagi Indonesia. Setidaknya ada empat peran yang bisa disumbang oleh sektor sawit yaitu menurunkan tingkat kemiskinan setidaknya menyediakan lapangan kerja 1,5 keluarga di Indonesia. “Juga sebagai penyumbang ekspor non migas, tahun 2009 mencapai US$ 10 miliar ini kontributor terbesar,” katanya.

Selain itu kata Hatta, ada peran lainnya dari sektor sawit yaitu menopang pertumbuhan ekonomi dan memberikan alternatif dalam pengembangan biofuel yang sangat dibutuhkan dunia ditengah tantangan mencari sumber energi baru bagi dunia.(dtc)

Sumber : Serambinews.com

Cuaca Buruk, Masyarakat Diminta Lebih Waspada

Fri, Dec 3rd 2010, 10:45

BANDA ACEH - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Blang Bintang, Aceh Besar, meminta masyarakat, terutama di pesisir barat-selatan Aceh agar lebih waspada terhadap cuaca buruk yang akan melanda kawasan itu tiga hari ke depan, 4-6 Desember 2010.

Dari pantauan BMKG melalui citra satelit, daerah barat-selatan Aceh tidak saja dilanda hujan dengan intensitas ringan hingga sedang dan disertai petir, tetapi juga diterpa angin kencang 10-45 km/jam. BMKG Blang Bintang memprediksi, akibat angin kencang tersebut, tinggi gelombang di perairan barat-selatan Aceh mencapai 1,5-3 meter.

Kepala Stasiun BMKG Blang Bintang, Samsuir DHS melalui prakirawan Jaya Martuah Sinaga, Kamis (2/12), menyebutkan, tiga hari belakangan ini cuaca di atmosfer Aceh tidak bersahabat. Hampir merata daerah di Aceh didera cuaca ekstrem, terlebih di wilayah pesisir barat-selatan Aceh, timur-utara Aceh, Banda Aceh, dan Sabang, pada tiga hari ke depan.

Cuaca buruk ini memengaruhi kondisi angin yang awalnya datar kemudian berbelok ke daerah tekanan rendah. Atau terjadi belokan angin di Samudera Hindia sebelah barat daya Sumatera yang berdekatan dengan perairan barat-selatan Aceh. “Ini berpeluang terjadinya pertumbuhan awan hujan di wilayah-wilayah tersebut,” jelas Jaya kepada Serambi.

Dari parameter cuaca itu, Jaya memprediksi, pada 4-6 Desember kondisi di kawasan-kawasan itu, selain berpotensi angin kencang dengan kecepatan bisa di atas 45 km/jam, tapi tidak sampai 60 km/jam, disertai hujan yang turun menjeng sore atau malam hari. Intensitas hujan tersebut ringan hingga sedang, tapi disertai petir/guntur dengan durasi yang lama.

“Kondisi ini memicu terjadinya gelombang tinggi di perairan Aceh, timur-utara Aceh dan barat-selatan Aceh, rata-rata setinggi 1,5-3 meter. Jadi, kalau dikatakan terjadi badai di wilayah pesisir barat-selatan Aceh itu tidak tepat, sebab wilayah Aceh berada di 5 derajat Lintang Utara dan 95 Bujur Timur. Artinya, di wilayah Aceh tidak berpotensi terjadi badai, tapi angin kencang,” tegas Jaya menanggapi informasi dari Serambi bahwa badai dilaporkan melanda Aceh Selatan dan Abdya.

Melihat cuaca buruk tiga hari ke depan, prakirawan berdarah Batak ini mengimbau agar nelayan dan pengguna jasa maupun perusahaan pelayaran di Aceh, senantiasa waspada dengan kondisi tersebut. (c47)

Sumber : Serambinews.com

Anggota DPR Minta Kuntoro Tuntaskan Rehab Rekon Aceh

Thu, Dec 2nd 2010, 15:04

JAKARTA - Mantan Kepala Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias, Kuntoro Mangkusubroto diminta kembali ke Aceh untuk menyelesaikan seluruh persoalan pembangunan Aceh pascatsunami yang sampai sekarang belum tuntas.

“Kita minta Presiden mengirim kembali Kuntoro ke Aceh untuk menyelesaikan tugasnya,” kata anggota Tim Pemantau dari Fraksi PDI Perjuangan Panda Nababan dalam Rapat Kerja dengan Tim Pemantau Otonomi Khusus (Otsus) Aceh, Papua, dan Papua Barat DPR RI, Rabu (1/12) di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta.

Imbauan serupa diserukan anggota tim lainnya, Tgk H Faisal Amin. “Ada kesan dengan berakhirnya BRR maka seluruh kerja rehab dan rekon sudah selesai. Itu yang di-image-kan kepada kita. Padahal kenyataannya di lapangan masih banyak persoalan,” kata politisi PPP asal Aceh ini.

Ia mencontohkan rumah korban tsunami yang masih ribuan lagi yang belum dibangun. “Rumah yang sudah dibangun sebahagian rubuh. Pipa-pipa yng dulu ditanam di dalam tanah sekarang menyembul ke luar,” sindir Faisal Amin. Ia bahkan mengusulkan dibentuknya tim khusus untuk menili seluruh hasil kerja BRR.

Menanggapi usulan itu, Menko Perekonomian Hatta Radjasa mengatakan bahwa masa kerja BRR sudah berakhir sejak dibentuk pada 2005 silam. “Soal adanya masalah, itu hal yang berbeda,” kata Hatta.

Tapi Wakil Ketua Tim Pemantau, Marzuki Daud mendesak agar persaolan BRR itu tetap harus dibuka kembali, mengingat banyaknya persoalan yang ditumbulkan dan itu merugikan rakyat Aceh. Marzuki mengatakan aset BRR yang diserahkan oleh Tim Likuidasi kenyataannya sebahgaian besar ditolak oleh penerima manfaat, yaitu bupati dan walikota.(fik)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 06 Desember 2010

Raqan Wali Nanggroe Harus Mengacu UUPA

Thu, Dec 2nd 2010, 10:46

BANDA ACEH - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan, meski pihaknya belum bisa memberikan pendapat terhadap substansi Rancangan Qanun (Raqan) Wali Nanggroe yang kembali diusul oleh anggota DPRA periode 2009-2014 sebagai usul inisiatif, namun dia berharap dalam penyusunannya nanti, raqan tersebut tetap mengacu pada amanat UUPA.

“Kami menyarankan dalam penyusunan Raqan Wali Nanggroe nanti agar berpedoman pada Pasal 96 UUPA secara utuh,” tegas Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dalam pendapat dan sarannya terhadap laporan inisiatif anggota DPRA tentang Raqan Wali Nanggroe dan Raqan tentang Perubahan Pertama Atas Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembuatan Qanun. Pendapat dan saran tertulis Gubernur Irwandi tersebut dibacakan Sekda Aceh, T Setia Budi pada lanjutan sidang paripurna, Rabu (1/12) malam di Gedung DPRA, Banda Aceh.

Menurut Gubernur Aceh, sesungguhnya Raqan Wali Nanggroe ini sudah pernah dilakukan pembahasan dalam masa persidangan II pada masa persidangan IV oleh DPRA periode 2004-2009 pada 2009 lalu. Namun waktu itu gubernur belum menyetujuinya. “Berdasarkan maksud Pasal 23 ayat 1) huruf a dan Pasal 232 ayat 1) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, satu Raqan Aceh untuk menjadi Qanun Aceh diharuskan adanya persetujuan antara DPRA dan Gubernur. Pada saat itu Raqan Wali Nanggroe itu belum dapat kami tandatangani dan kami berharap dibahas kembali pada waktu akan datang,” tandas Gubernur Irwandi.

Pada masa persidangan III DPRA 2010, Raqan Wali Nanggroe kembali diagendakan pembahasannya oleh anggota DPRA untuk disahkan sebagai usul inisiatif.

Gubernur Aceh mengatakan, dalam ketentuan Pasal 96 ayat 1) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh ditegaskan bahwa lembaga Wali Nanggroe merupakan kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, dan pemberian gelar/derajat dan upacara adat lainnya. Selanjutnya pada ayat 2) disebutkan bahwa lembaga Wali Nanggroe bukan merupakan lembaga politik dan juga bukan merupakan lembaga pemerintahan di Aceh.

Masuk wilayah politik
Pada persidangan Rabu kemarin, untuk materi yang sama, anggota DPRA dari Fraksi Partai Demokrat, HM Yunus Ilyas SE MSi dalam pandangan umumnya mempertanyakan Qanun Wali Nanggroe yang telah menghabiskan dana yang sangat besar dalam penyusunannya dan juga sudah pernah disahkan dalam sidang paripurna oleh DPRA periode 2004-2009, kenapa belum dimasukkan ke dalam lembaran daerah.

Yunus Ilyas juga mempertanyakan, dalam laporan inisiator menyatakan Raqan Wali Nanggroe ini merupakan qanun inisiatif anggota DPRA, namun pada halaman 1 laporannya, inisiatif mengatakan bahwa penyiapan draf raqan berdasarkan penunjukan Pimpinan DPRA kepada Komisi A melalui surat Nomor 161/1378 Tanggal 8 Juni 2010. “Hal ini tentu sudah tidak sesuai lagi dengan mekanisme pembentukan sebuah qanun inisiatif, sebagaimana tersebut dalam pasal 16 Tata Tertib DPRA tahun 2010 tentang Hak Inisiatif Mengenai Rancangan Qanun,” kata Yunus.

Yunus mempertanyakan pula subtansi Raqan Wali Nanggroe di mana beberapa materinya sudah memasuki wilayah pemerintahan, politik, sistem pemerintahan, dan kewenangan Wali Nanggroe yang sudah melebihi kewenangan yang diamanatkan UUPA. “Pertanyaan ini saya sampaikan dengan maksud agar raqan usul inisiatif ini jangan sampai bertentangan dengan UUPA,” ujar Yunus Ilyas.

Pendapat hampir serupa juga disampaikan anggota DPRA dari Fraksi Partai Golkar, Hj Nurlelawati SAg. Nurlelawati mengatakan, dirinya menyampaikan terima kasih kepada anggota DPRA yang telah menyiapkan kembali draf Raqan Wali Nanggroe untuk menjadi raqan usul inisiatif. “Namun kami menyarankan agar dalam pembahasan berikutnya tetap mempedomani ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang telah ada, terutama apa yang telah diamanatkan dalam UUPA,” kata Nurlelawati.

Sedangkan anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh, Abdullah Saleh menilai draf Raqan Wali Nanggroe yang disampaikan dalam sidang paripurna II oleh inisiatornya pada masa persidangan III untuk menjadi raqan usul inisiatif bisa dilanjutkan pembahasannya karena proses pembuatannya telah memenuhi ketentuan yang berlaku di DPRA.(her)

Sumber : Serambinews.com

Harimau Pemangsa Manusia Diboyong ke BKSDA

Wed, Dec 1st 2010, 14:26


Seekor Harimau yang diduga pemangsa manusia diamankan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Banda Aceh, Selasa, (30/11). FOTO HENDRA SAPUTRA

BANDA ACEH - Harimau pemangsa manusia yang tertangkap di Kabupaten Aceh Selatan, Selasa (30/11) diboyong ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh. Harimau jantan tersebut ditangkap setelah memangsa Martunis (25), warga Desa Panton Luas, Kecamatan Tapaktuan, Aceh Selatan, Senin (11/10) lalu.

Pawang harimau, Syarwani Sabi menyebutkan, harimau jantan yang berusia 9 tahun itu ditangkap karena telah menimbulkan keresahan warga setelah memangsa Martunis. Seperti diketahui pemuda lajang itu ditemukan dengan posisi tubuh tercabik-cabik. Bahkan isi perut terburai yang diyakini saat itu akibat diterkam harimau saat mencari rotan di kawasan Gunung Tuan, sekitar 15 kilometer dari perkampungan, Senin 11 Oktober 2010 lalu. Menurut Syarwani, warga tidak dapat lagi melakukan aktivitas seperti biasa akibat si raja hutan tersebut sering keluar masuk permukiman.”Bila telah memangsa satu orang, maka biasanya harimau itu akan kembali memangsa manusia,” kata Syarwani.

Sementara Kepala BKSDA Aceh, Abu Bakar Cekmat, mengatakan harimau yang telah tiba di BKSDA itu selanjutnya akan diidentifikasi sebelum dilepaskan kembali ke habitannya. Menurutnya penyebab turunnya satwa liar seperti harimau dan gajah ke permukiman warga diakibat oleh banyaknya penambangan liar yang dilakukan di sejumlah pergunungan Aceh. Merasa habitatnya terganggu dan semakin kurang tempat berlindung sebut Abu Bakar, sehingga turunlah satwa liar itu ke permukiman warga. “Setelah diusir ke gunung atau hutan belantara, satwa liar itu tetap turun lagi ke permukiman warga. Kondisi ini diakibatkan masih banyaknya kegiatan illegal logging yang berlangsung di pergunungan Aceh,” sebut Abu Bakar.

Menurutnya selama tahun 2010, BKSDA Aceh mencatat tidak kurang 16 kasus telah terjadi konflik satwa liar dengan manusia. Seperti diberitakan Martunis (25), warga Desa Panton Luas, Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, Selasa (12/10) sekitar pukul 09.00 WIB ditemukan dengan posisi tubuh tercabik-cabik.(mir)

Sumber : Serambinews.com

BUMN Salurkan Rp 6,3 Miliar Dana Kemitraan

* Diterima 6.000 Usaha Kecil di Aceh
Wed, Dec 1st 2010, 12:00

BANDA ACEH - Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Aceh, tahun ini menyalurkan dana Program Kemitraan (PK) sebanyak Rp 6,3 miliar untuk 6.000 usaha kecil mitra BUMN. Pemberian dana bergulir tersebut dimaksudkan agar usaha kecil bisa berkembang dan lebih mandiri.

Koordinator Pembina Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) BUMN Aceh, Ir Siswadi didampingi Asisten Deputi Bidang PKBL, Ir Hanifah Affan, usai Rapat Koordinasi PKBL di Aula Kantor PLN Wilayah Aceh, Senin (29/11) malam mengatakan, PKBL dalam kiprahnya kepada masyarakat selalu memberi bantuan usaha permodalan kepada mitranya.

“Bantuan PKBL kita berikan sejak dulu, sebelum tsunami. Tahun 2010 ini, untuk Program Kemitraan (PK), dana bergulir yang kita salurkan Rp 6,3 miliar. Dana bergulir ini diberikan kepada sekira 6.000 mitra kita. Per orang itu mendapatkan sekira Rp 10 juta dan mengembalikannya satu hingga tiga tahun,” kata Siswadi.

Dia menyebutkan, mitra BUMN terdiri dari sektor industri, perdagangan, pertanian, perkebunan, peternakan, jasa UKM dan koperasi. “Rencananya nanti PKBL BUMN Aceh akan memberikan bantuan secara cluster (pengelompokan usaha), tidak per orang lagi agar lebih mudah dikontrol,” tambahnya.

Hanifah Affan menimpali, khusus Bina Lingkungan (BL) tahun 2010 ini PKBL telah menganggarkan dana hibah sebesar Rp 3,1 miliar yang disalurkan di seluruh Aceh secara triwulan. “Kalau PK itu dalam bentuk dana bergulir diberikan ke mitra BUMN Aceh, tapi kalau BL itu dana hibah yang diberikan pada pembangunan prasarana umum, korban bencana alam, pendidikan dan pelatihan, peningkatan kesehatan, pembagunan rumah ibadah, dan pelestarian lingkungan,” katanya.

Ia menyebutkan, di Aceh terdapat 25 BUMN, yaitu PTPN I, PT BNI TBK, PT BRI TBK, PT Bank Mandiri TBK, PT Bank Tabungan Negara, PT Pertamina, PT Telkom TBK, PT Pelindo I, PT Jamsostek, PT Jasa Raharja, PT PIM, PT Angkasa Pra II, PT PLN Wilayah I Aceh, PT Askrindo, PT Askes, PT Posindo, PT Taspen, Perum Pegadaian, PT Asuransi Jasa Raharja, PT KKA, PT Asabri, PT Garuda Indonesia, PT Waskita Karya, PT PNM, dan Perum Perumnas.(c47)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 02 Desember 2010

Gubernur Lantik 54 PPNS

Tue, Nov 30th 2010, 15:01

BANDA ACEH - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf diwakili Asisten I Bidang Pemerintahan dan Hukum, Marwan Sufi SH melantik 54 orang PNS dari berbagai Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Pelantikan berlangsug di Gedung Serbaguna Setda Aceh, Senin (29/11). Dari 54 PPNS tersebut, satu diantaranya adalah Kepala Dinas Perindagkop dan UKM Aceh, Cipta Hunai.

Marwan Sufi mengatakan, pelantikan 54 PPNS itu merupakan tuntutan dan implementasi UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Adapun tugas dan kewajiban PPNS berdasarkan SK Menteri Kehakiman Nomor: M-05.PW.07.03 tahun 1984, kata Marwan, mencakup menerima pengaduan, melakukan pemeriksaan, dan mengadakan tindakan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

Marwan Sufi menagtakan, seorang PPNS harus bekerja secara profesional. dan memahami dengan baik bidang pekerjaan yang ditekuninya. Karena itu, pembenahan terhadap eksistensi PPNS sangat penting dilakukan, agar pelaksanaan tugas pokok penyidikan lebih optimal.

Untuk itu, tambah marwan Sufi, dalam melakukan perekrutan diupayakan harus memenuhi standar yang dipersyaratkan. Hal ini perlu ditegaskan, karena tantangan dalam penugasan PPNS di lingkungan pemerintah daerah semakin hari semakin kompleks dan mengandung risiko tinggi.

Sesuai amanat Pasal 13 dan 14 UU Nomor 32 tahun 2004, bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota yaitu penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, serta penyelenggaraan penegakan peraturan daerah atau qanun. Demikian juga dengan Pasal 133, 134, dan 245 UU Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang mengakomodir tentang keberadaan PPNS di Aceh sebagai pejabat yang melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap qanun.

Untuk itu, Marwan Sufi berharap PPNS yang baru dilantik harus tetap memelihara koordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan tugas, arif dan sabar serta tidak mudah terprovokasi kelompok atau perorangan, menjadi teladan bagi masyarakat, serta harus mampu menjaga dan meningkatkan wibawa Pemerintah Aceh di mata masyarakat.

Sumber : Serambinews.com

Presiden : Arah Pembangunan Aceh Sudah Tepat

* Pemimpin tak Boleh Abaikan Lingkungan
Tue, Nov 30th 2010, 10:53


Kursi Perdamaian

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersenyum saat duduk di Kursi Perdamaian Aceh didampingi Ibu Hj Ani Bambang Yudhoyono, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf serta sejumlah pejabat negara lainnya seusai penyerahan 125.000 bibit trambesi, pencanangan program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), dan Penyerahan Kursi Perdamian untuk Presiden SBY dari Gubernur Aceh, di Desa Tibang, Banda Aceh Senin (29/11). Kursi ini dibuat oleh Malio Adnan, dari Aceh Tengah. SERAMBI/HERIANTO


BANDA ACEH - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai, arah pembangunan Aceh yang digagas Gubernur Irwandi Yusuf bersama Wagub Muhammad Nazar, DPRA, para bupati/wali kota dan DPRK, serta unsur muspida lainnya yang peduli lingkungan hidup dan kesejahteraan rakyat, sudah tepat dan benar.

“Arah pembangunan ini perlu terus dilanjutkan untuk mencapai masyarakat Aceh yang sejahtera, adil, makmur, dan bermartabat,” imbuh Kepala Negara pada acara penyerahan 125.000 pohon trembesi, pencanangan Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), dan penyerahan kursi perdamaian Aceh dari Gubernur Irwandi kepada Presiden SBY di lokasi Hutan Kota BNI, Gampong Tibang, Kecamatan Syiah Kuala, Banda Aceh, Senin (29/11) sore.

Menurut Presiden SBY, Pemerintahan Aceh di bawah kepemimpinan Irwandi-Nazar cukup tanggap merespons dan menerjemahkan implementasi program nasional di tingkat lokal. Umpama, Program Jamkesmas direspons dalam bentuk JKA di Aceh. PNPM diterjemahkan ke dalam bentuk Bantuan Keuangan Peumakmue Gampong dan Alokasi Dana Gampong (BKPG/ADG). Demikian pula dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ditindaklanjuti di Aceh dengan bantuan pendidikan bagi anak yatim piatu dan anak fakir miskin. Semua inilah yang diklaim Presiden SBY sudah tepat, karena sejalan dengan arah pembangunan nasional.

SBY juga mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Irwandi yang, menurut penilaiannya, sangat peduli pada lingkungan dan juga serius menindaklanjuti program kesehatan nasional dalam kebijakan daerah, sehingga jumlah masyarakat yang terlayani secara medis menjadi lebih banyak lagi.

Contohnya, memberikan pengobatan gratis kepada masyarakat miskin. Kementerian Kesehatan bikin Program Jamkesmas, disambut Pemerintah Aceh dengan membuat program yang sama, yaitu JKA. Jamkesmas memberi pelayanan berobat gratis kepada 2,6 juta penduduk Aceh, ditambah program JKA dengan target 3,8 juta orang, termasuk TNI/Polri dan Askes 500.000 orang, akhirnya 4,4 juta Penduduk Aceh sudah mendapat pelayanan berobat gratis dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.

Program yang dilakukan Pemerintah Aceh itu, menurut Presiden, di Indonesia baru dilakukan di dua provinsi, yakni Bali dan Aceh. “Kita berharap, program yang dibuat Gubernur Irwandi Yusuf dan Wagub Muhammad Nazar bersama DPRA-nya ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain yang belum melakukannya. Kesehatan merupakan tugas wajib dalam pemerintahan, maka jika ada daerah yang telah memberikan pengobatan gratis kepada masyarakatnya, maka daerah itu telah membantu program nasional, untuk mengurangi angka kematian bayi dan ibu melahirkan, untuk mencapai MDGs,” ujarnya.

Presiden juga mengucapkan terima kasih kepada Gubernur Irwandi yang telah menyerahkan kursi perdamaian kepadanya. SBY menyatakan, anugerah “kursi perdamaian” itu akan diserahkannya untuk semua orang yang berjasa dalam perdamaian Aceh.

Tak boleh lalai
Dalam amanatnya, Presiden SBY mengingatkan agar siapa pun yang jadi pemimpin tidak boleh lalai pada lingkungan. Kalau pemimpinnya lalai pada lingkungan, berarti ia menyiapkan bom waktu bagi anak cucunya di masa depan dengan mewariskan bencana banjir, tanah longsor, dan lainnya.

“Pemimpin yang peduli dan cinta pada lingkungan, harus turun langsung memberi contoh kepada masyarakatnya dengan menanam pohon. Ini berarti ia mewariskan lingkungan yang lestari, indah, dan nyaman bagi anak cucuknya di kemudian hari,” kata Presiden.

Hal lain yang juga penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan, kata SBY, tidak hanya menanam pohon atau yang secara nasional dikenal dengan Gerakan Menanam 1 Miliar Pohon. Tapi juga menjaga hutan dari aksi pembabatan, penggundulan, pembakaran, dan illegal logging. “Semua itu merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan sebagai upaya kita untuk mewariskan lingkungan yang bersih, sejuk, aman dari polusi CO2 dan pemanasan global kepada gererasi berikutnya,” ujar Presiden.

Kepala Negara juga menyerukan kepada seluruh komponen bangsa dan masyarakat untuk terus menjaga kelestarian hutan dan melawan serta memerangi jika ada orang dan kelompok yang membabat dan menebang hutan.

Program penyaluran bantuan 42 juta biji trambesi dan gerakan menanam 1 miliar batang pohon yang telah dicanangkannya secara simbolis di Bendungan Jati Luhur, menurut SBY, adalah bagian dari upaya untuk mengatasi pemanasan gelobal dan mewariskan lingkungan yang hijau dan sejuk kepada anak cucuk di masa datang, termasuk apa yang telah dilakukan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, Wakil Gubernur Muhammad Nazar, unsur Muspida bersama seluruh komponen masyarakat di Aceh yang akhir-akhir ini sangat peduli pada lingkungan.

Tentang trembesi, SBY mengatakan, satu pohon trembesi mampu menyerap 28,5 ton gas CO2. Kalau 125.000 pohon trambesi yang dibagikan untuk Kota Aceh semuanya bisa hidup dan tumbuh menjadi pohon yang besar di lahan bekas tsunami dan lainnya, maka Kota Banda Aceh akan semakin hijau, indah, nyaman, dan sejuk. “Contohnya, Singapura dan Kuala Lumpur, kotanya terlihat indah, sejuk, dan nyaman, karena di tengah kotanya banyak ditanami pepohonan nan hijau,” ujar SBY.

Jaga perdamaian
Di akhir pidotonya, Presiden SBY mengamanatkan kepada seluruh komponen masyarakat Aceh dan bangsa Indonesia, untuk terus menjaga perdamaian Aceh yang telah diperoleh dengan susah payah dan penuh pengorbanan itu. Masyarakat Aceh dan seluruh komponen bangsa Indonesia, harus menjaga perdamaian ini dari orang-orang dan pihak-pihak yang ingin mengoyaknya kembali.

Perdamaian Aceh, kata SBY, merupakan prasyarat dan prakondisi bagi Aceh untuk membangun daerahnya menjadi lebih baik. Gubernur Irwandi Yusuf dalam pidatonya mengatakan, rakyat Aceh mendukung sepenuhnya misi pemerintah untuk melestarikan hutan Aceh sebagai salah satu paru-paru dunia. Program moratorium logging, Aceh Green Vision, bukan sekadar menjaga kelestarian hutan yang sudah ada, tapi juga turut menghijaukan kembali hutan yang rusak.

Contohnya, memberikan kawasan seluas 6,5 hektare (ha) di Desa Tibang sebagai Kawasan Hutan Kota oleh Pemko Banda Aceh kepada BNI untuk membangunnya. Ini merupakan bagian dari Program Aceh Green.

Sementara itu, pihak BNI dalam siaran pers menerangkan bahwa hutan kota itu luasnya 6,5 ha. Akan ditanami dengan 67 jenis pohon. Antara lain pohon jati, mahoni trembesi, mangga, jeruk, nangka, tanaman keras khas Aceh yang telah langka, dan lain-lain.

Untuk menghijaukan dan membangun lahan seluas 6,5 ha dengan berbagai fasilitas, misalnya, tempat jogging, jembatan kecil, dan lainnya dibutuhkan dana Rp 5 miliar. Dari dana yang dibutuhkan itu, sudah direalisasikan BNI dari sumber dana CSR BNI Go Green sekitar Rp 1,7 miliar. Pembangunan hutan kota di lahan seluas 6,5 ha itu ditangani Pemko Banda Aceh, Yayasan Bustanussalatin, dan BNI.

Acara penyerahan 125.000 pohon trembesi dari Presiden SBY kepada Gubernur itu dihadiri Direktur BNI Sutanto, Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo, Wakil Ketua MPR Ahmad Farhan Hamid, Menpora Andi Malarangeng, Menteri BUMN Mustafa Abubakar, sejumlah anggota DPR RI, Ketua DPRA Drs Hasbi Abdullah, Panglima Kodam Iskandar Muda Myjen TNI Adi Muliono, Kapolda Irjen Pol Fajar Prihantoro, Kajati Muhammad Yusni, PNS, guru, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, dan ribuan anak sekolah.

Pagi ini Presiden SBY akan bertolak dari Banda Aceh menuju Pidie untuk membuka Perkemahan Wirakarya Nasional 2010 di Scout Camp, Seulawah, sebuah kawasan pegunungan di Kecamatan Muara Tiga, Pidie. Perkemahan Pramuka ini dihadiri lebih dari 6.500 peserta se-Indonesia, termasuk dari luar negeri. (her)

sumber : Serambinews.com

Selasa, 30 November 2010

Gerakan Aceh Hijau

Jasman J Ma’ruf - Opini

Mon, Nov 29th 2010, 09:23
GERAKAN menanam pohon telah mendunia. Tingginya minat masyarakat dalam hal penanaman pohon dalam rangka konservasi hutan ini ditunjukkan oleh semakin populernya gerakan mananam pohon di berbagai negara, di berbagai kalangan, dan muncul pula berbagai komunitas yang melibatkan diri dalam membantu penyelamatan lingkungan.

Kepopuleran penanaman pohon secara global, ditandai oleh disepakatinya hari menanam pohon sedunia yang jatuh pada tanggal 21 November setiap tahunnya, dan setiap negara juga memiliki tanggal tertentu yang dijadikan hari menanam pohonnya.

Hari menanam pohon di Amerika Serikat telah dikenal dengan “Arbor Day” yang dirayakan setiap Jumat ke empat bulan April. “Arbor Day”, pertama sekali dilaksanakan Nebraska pada tahun 1872, dan barulah secara formal dilaksanakan sebagai hari menanam pohon peringkat nasional sejak 1920-an. Sementara itu, hari menanam pohon di Australia dan New Zerland ditetapkan 5 Juni, yang juga dikenal dengan hari lingkungan hidup sedunia. Sedangkan Afrika Selatan menetapkan hari penanaman pohon selama seminggu yang dikenal dengan “Arbor Week”, yang pelaksanaannya dilakukan dari tanggal 1 hingga 7 September.

Jika kita perhatikan penetapan hari menanam pohon di berbagai negara, maka dapat disimpulkan, hari menanam pohon ini dilaksanakan di sepanjang tahun. Misalnya, Israel dan Tanzania merayakannya pada bulan Januari. Sementara itu, Belgia, Cina, Iran, Lesotho, Portugal, Republik Macedonia dan Uganda merayakannya pada bulan Maret. Berikutnya, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Jerman, dan Kenya merayakan hari penanam pohon nasionalnya pada April. Selanjutnya, Jepang, Canada dan Venezuela merayakannya pada bulan Mei. Negara Australia, Kamboja, Costa Rica, New Zerland dan Philiphina merayakan pada bulan Juni. Pada bulan Juli, hari menanam pohon dirayakan Republik Afrika Tengah dan Mexico. Sementara itu, Nigeria merayakannya pada bulan Agustus. Hari menanam pohon di Brazil, Belanda dan Korea Selatan dirayakan bulan September. Sedangkan Polandia dan Sri langka merayakannya bulan Oktober. Sementara itu, Indonesia menetapkan hari menanam pohon nasional pada bulan November. Dan, pada bulan Desember, hari menanam pohon dirayakan di Inggris dan Malawi.

Konteks Indonesia
Di Indonesia, dalam upaya memasyarakatkan gerakan menanam dan memelihara pohon secara nasional sebagai sikap hidup dan budaya bangsa, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 28 November sebagai Hari menanam Pohon Indonesia. Penetapan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia. Tanggal tersebut juga ditetapkan sebagai awal dimulainya penanaman pohon serentak di seluruh Indonesia. Kegiatan menanam pohon tersebut dilanjutkan dengan penetapan kegiatan menanam pohon selama bulan Desember, sebagai Bulan Menanam Pohon Nasional.

Upaya menumbuhkan budaya menanam di masyarakat Indonesia dilakukan Kementrian Kehutanan melalu berbagai program penanaman. Tercatat program yang telah dilaksanakan antara lain, Aksi Penanaman Serentak Indonesia (tahun 2007 dan 2008), Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (tahun 2007), Pencanangan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional (tahun 2008, serta Satu Orang Satu Pohon (One Man On Tree- 2009). Keberhasilan seluruh program tersebut memacu pemerintah untuk meluncurkan program Penanaman 1 miliar pohon tahun 2010 dengan motto “Satu Miliar Pohon Indonesia untuk Dunia” atau “One Billion Indonesian Trees for the World”.

Aceh Green
Dalam konteks Aceh, begitu Gubernur Irwandi Yusuf terpilih pada tahun 2006, ia langsung memperkenalkan kebijakan menjaga kelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Bulan Maret 2007, Gubernur Irwandi Yusuf menyatakan moratorium penebangan semua jenis pohon di Aceh, dan Desember 2007 di “UN Framework Convention for Climate Change” di Bali, Gubernur Irwandi meluncurkan rencana pembangunan ekonomi dan investasi hijau untuk Aceh yang dikenal dengan Aceh Green (Aceh Hijau).

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf juga telah terpilih secara aklamasi oleh para gubernur/kepala negara bagian dari berbagai negara yang tergabung dalam Governor’s Climate and Forest (GCF) sebagai ketua untuk memimpin para gubernur dari berbagai negara dalam isu hutan dan perubahan iklim pada tahun 2011. Mendukung posisi Gubernur Aceh dan visi Aceh Green yang selama ini beliau sampaikan, baik bersifat kebijakan maupun tindakan, maka Aceh harus memanfaatkan momentum Hari Menanam Pohon Nasional sebagai gerakan bersama saling bahu membahu untuk mewujudkan Aceh yang hijau dan indah. Dan pada tahap berikutnya, terwujudnya “Aceh yang hijau nan indah dan sejahtera”. Dengan dilaksanakan penanaman dan pemeliharaan pohon yang berkelanjutan dapat mengurangi pemanasan global.

Penanaman dan pemeliharaan pohon yang berkelanjutan juga diharapkan dapat mencapai pembangunan Aceh yang bersih. Ia juga diharapkan dapat mengurangi dampak pemanasan global, meningkatkan absorbs gas CO2, SO2, dan polutan lainnya, mencegah banjir, kekeringan, dan tanah longsor, meningkatkan upaya konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menanam dan memelihara tanaman sebagai bagian dari sikap atau budaya bangsa yang melekat pada kehidupan sehari-hari.

Hijau itu Indah
Dengan melihat fenomena kecintaan setiap insan di seluruh pelosok dunia akan negeri yang hijau, telah membuktikan bahwa hijau itu memang indah seperti yang ditegaskan Allah swt dalam Alquran Surah Al An’am ayat 9, yang artinya, “lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tumbuhan yang hijau”. Sementara itu, dalam Surah An-Naml ayat 60 yang artinya, “...,lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya”.

Dari kedua firman Allah tersebut, dapat disimpulkan bahwa Allah swt menumbuhkan pohon-pohon yang menghijau, dan dari tanaman yang menghijau tersebut menghadirkan pemandangan yang indah. Ya, hijau itu indah, dan kecintaan terhadap keindahan adalah suatu hal yang manusiawi. Mari hijaukan negeri ini!

* Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Gerakan Aceh Hijau

Jasman J Ma’ruf - Opini

Mon, Nov 29th 2010, 09:23
GERAKAN menanam pohon telah mendunia. Tingginya minat masyarakat dalam hal penanaman pohon dalam rangka konservasi hutan ini ditunjukkan oleh semakin populernya gerakan mananam pohon di berbagai negara, di berbagai kalangan, dan muncul pula berbagai komunitas yang melibatkan diri dalam membantu penyelamatan lingkungan.

Kepopuleran penanaman pohon secara global, ditandai oleh disepakatinya hari menanam pohon sedunia yang jatuh pada tanggal 21 November setiap tahunnya, dan setiap negara juga memiliki tanggal tertentu yang dijadikan hari menanam pohonnya.

Hari menanam pohon di Amerika Serikat telah dikenal dengan “Arbor Day” yang dirayakan setiap Jumat ke empat bulan April. “Arbor Day”, pertama sekali dilaksanakan Nebraska pada tahun 1872, dan barulah secara formal dilaksanakan sebagai hari menanam pohon peringkat nasional sejak 1920-an. Sementara itu, hari menanam pohon di Australia dan New Zerland ditetapkan 5 Juni, yang juga dikenal dengan hari lingkungan hidup sedunia. Sedangkan Afrika Selatan menetapkan hari penanaman pohon selama seminggu yang dikenal dengan “Arbor Week”, yang pelaksanaannya dilakukan dari tanggal 1 hingga 7 September.

Jika kita perhatikan penetapan hari menanam pohon di berbagai negara, maka dapat disimpulkan, hari menanam pohon ini dilaksanakan di sepanjang tahun. Misalnya, Israel dan Tanzania merayakannya pada bulan Januari. Sementara itu, Belgia, Cina, Iran, Lesotho, Portugal, Republik Macedonia dan Uganda merayakannya pada bulan Maret. Berikutnya, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Jerman, dan Kenya merayakan hari penanam pohon nasionalnya pada April. Selanjutnya, Jepang, Canada dan Venezuela merayakannya pada bulan Mei. Negara Australia, Kamboja, Costa Rica, New Zerland dan Philiphina merayakan pada bulan Juni. Pada bulan Juli, hari menanam pohon dirayakan Republik Afrika Tengah dan Mexico. Sementara itu, Nigeria merayakannya pada bulan Agustus. Hari menanam pohon di Brazil, Belanda dan Korea Selatan dirayakan bulan September. Sedangkan Polandia dan Sri langka merayakannya bulan Oktober. Sementara itu, Indonesia menetapkan hari menanam pohon nasional pada bulan November. Dan, pada bulan Desember, hari menanam pohon dirayakan di Inggris dan Malawi.

Konteks Indonesia
Di Indonesia, dalam upaya memasyarakatkan gerakan menanam dan memelihara pohon secara nasional sebagai sikap hidup dan budaya bangsa, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 28 November sebagai Hari menanam Pohon Indonesia. Penetapan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia. Tanggal tersebut juga ditetapkan sebagai awal dimulainya penanaman pohon serentak di seluruh Indonesia. Kegiatan menanam pohon tersebut dilanjutkan dengan penetapan kegiatan menanam pohon selama bulan Desember, sebagai Bulan Menanam Pohon Nasional.

Upaya menumbuhkan budaya menanam di masyarakat Indonesia dilakukan Kementrian Kehutanan melalu berbagai program penanaman. Tercatat program yang telah dilaksanakan antara lain, Aksi Penanaman Serentak Indonesia (tahun 2007 dan 2008), Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (tahun 2007), Pencanangan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional (tahun 2008, serta Satu Orang Satu Pohon (One Man On Tree- 2009). Keberhasilan seluruh program tersebut memacu pemerintah untuk meluncurkan program Penanaman 1 miliar pohon tahun 2010 dengan motto “Satu Miliar Pohon Indonesia untuk Dunia” atau “One Billion Indonesian Trees for the World”.

Aceh Green
Dalam konteks Aceh, begitu Gubernur Irwandi Yusuf terpilih pada tahun 2006, ia langsung memperkenalkan kebijakan menjaga kelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Bulan Maret 2007, Gubernur Irwandi Yusuf menyatakan moratorium penebangan semua jenis pohon di Aceh, dan Desember 2007 di “UN Framework Convention for Climate Change” di Bali, Gubernur Irwandi meluncurkan rencana pembangunan ekonomi dan investasi hijau untuk Aceh yang dikenal dengan Aceh Green (Aceh Hijau).

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf juga telah terpilih secara aklamasi oleh para gubernur/kepala negara bagian dari berbagai negara yang tergabung dalam Governor’s Climate and Forest (GCF) sebagai ketua untuk memimpin para gubernur dari berbagai negara dalam isu hutan dan perubahan iklim pada tahun 2011. Mendukung posisi Gubernur Aceh dan visi Aceh Green yang selama ini beliau sampaikan, baik bersifat kebijakan maupun tindakan, maka Aceh harus memanfaatkan momentum Hari Menanam Pohon Nasional sebagai gerakan bersama saling bahu membahu untuk mewujudkan Aceh yang hijau dan indah. Dan pada tahap berikutnya, terwujudnya “Aceh yang hijau nan indah dan sejahtera”. Dengan dilaksanakan penanaman dan pemeliharaan pohon yang berkelanjutan dapat mengurangi pemanasan global.

Penanaman dan pemeliharaan pohon yang berkelanjutan juga diharapkan dapat mencapai pembangunan Aceh yang bersih. Ia juga diharapkan dapat mengurangi dampak pemanasan global, meningkatkan absorbs gas CO2, SO2, dan polutan lainnya, mencegah banjir, kekeringan, dan tanah longsor, meningkatkan upaya konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menanam dan memelihara tanaman sebagai bagian dari sikap atau budaya bangsa yang melekat pada kehidupan sehari-hari.

Hijau itu Indah
Dengan melihat fenomena kecintaan setiap insan di seluruh pelosok dunia akan negeri yang hijau, telah membuktikan bahwa hijau itu memang indah seperti yang ditegaskan Allah swt dalam Alquran Surah Al An’am ayat 9, yang artinya, “lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tumbuhan yang hijau”. Sementara itu, dalam Surah An-Naml ayat 60 yang artinya, “...,lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya”.

Dari kedua firman Allah tersebut, dapat disimpulkan bahwa Allah swt menumbuhkan pohon-pohon yang menghijau, dan dari tanaman yang menghijau tersebut menghadirkan pemandangan yang indah. Ya, hijau itu indah, dan kecintaan terhadap keindahan adalah suatu hal yang manusiawi. Mari hijaukan negeri ini!

* Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Pengurangan Risiko Bencana Program Prioritas Pemerintah

Sun, Nov 28th 2010, 15:48

BANDA ACEH - Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar mengatakan, penanggulangan dan pengurangan risiko bencana termasuk program prioritas Pemerintah Aceh. Karena Aceh daerah rawan bencana, seperti tsunami, gempa, longsor, banjir bandang dan berbagai bentuk bencana lain.

Menurut Nazar, pihaknya mulai mengarahkan bahwa sekarang bukan hanya sekedar menyiapkan logistik, makanan dan obat-obatan. Tetapi justru pengurangan risikonya, misalnya ingin mendidik masyarakat supaya memahami resiko bencana dengan benar dan jangan melihat bencana dalam perspektif yang salah.

“Perlu dijadikan musibah sebagai pelajaran, karena itu alamiah. Ketika bencana, kita harus menemukan sesuatu yang bermanfaat, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi dan lain-lain. Bukan trauma yang berkepanjangan,” ujar Wagub kepada Serambi usai mengisi materi dalam Workhop Komunikasi Organisasi Mahasiswa Perguruan Tinggi Untuk Pengurangan Risiko Bencana yang digelar 27-28 November di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh.

Kata Wagub, untuk daerah Aceh dalam rangka mendidik masyarakat, maka perlu membuat modul yang diajarkan di sekolah-sekolah menengah. Tahun depan, pihaknya akan lebih mendorong dan merintis supaya di Universitas Syiah Kuala bisa membuat sistem pengurangan bencana di program S2-nya.

“Dengan PMI pun kita ajak dan kita dorong supaya memperbanyak gampong siaga bencana untuk mendidik masyarakat sehingga banyak yang paham. Meningkatkan kualitas masyarakat memahami bencana, merespons bencana dengan baik, menangani bencana dengan baik sehingga risikonya lebih kecil,” ujar Wagub.

Sementara Ketua PMI Cabang Banda Aceh Qamaruzzaman Haqny mengatakan, hingga kini sudah ada 21 gampong siaga bencana dan 27 sekolah siaga bencana di Banda Aceh. Pihaknya sudah melatih masyarakat dan pelajar tentang siaga bencana. Pihaknya juga menyatakan siap menambah jumlah gampong siaga bencana dari Banda Aceh.(hd)

Sumber : Serambinews.com