Selasa, 30 November 2010

Gerakan Aceh Hijau

Jasman J Ma’ruf - Opini

Mon, Nov 29th 2010, 09:23
GERAKAN menanam pohon telah mendunia. Tingginya minat masyarakat dalam hal penanaman pohon dalam rangka konservasi hutan ini ditunjukkan oleh semakin populernya gerakan mananam pohon di berbagai negara, di berbagai kalangan, dan muncul pula berbagai komunitas yang melibatkan diri dalam membantu penyelamatan lingkungan.

Kepopuleran penanaman pohon secara global, ditandai oleh disepakatinya hari menanam pohon sedunia yang jatuh pada tanggal 21 November setiap tahunnya, dan setiap negara juga memiliki tanggal tertentu yang dijadikan hari menanam pohonnya.

Hari menanam pohon di Amerika Serikat telah dikenal dengan “Arbor Day” yang dirayakan setiap Jumat ke empat bulan April. “Arbor Day”, pertama sekali dilaksanakan Nebraska pada tahun 1872, dan barulah secara formal dilaksanakan sebagai hari menanam pohon peringkat nasional sejak 1920-an. Sementara itu, hari menanam pohon di Australia dan New Zerland ditetapkan 5 Juni, yang juga dikenal dengan hari lingkungan hidup sedunia. Sedangkan Afrika Selatan menetapkan hari penanaman pohon selama seminggu yang dikenal dengan “Arbor Week”, yang pelaksanaannya dilakukan dari tanggal 1 hingga 7 September.

Jika kita perhatikan penetapan hari menanam pohon di berbagai negara, maka dapat disimpulkan, hari menanam pohon ini dilaksanakan di sepanjang tahun. Misalnya, Israel dan Tanzania merayakannya pada bulan Januari. Sementara itu, Belgia, Cina, Iran, Lesotho, Portugal, Republik Macedonia dan Uganda merayakannya pada bulan Maret. Berikutnya, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Jerman, dan Kenya merayakan hari penanam pohon nasionalnya pada April. Selanjutnya, Jepang, Canada dan Venezuela merayakannya pada bulan Mei. Negara Australia, Kamboja, Costa Rica, New Zerland dan Philiphina merayakan pada bulan Juni. Pada bulan Juli, hari menanam pohon dirayakan Republik Afrika Tengah dan Mexico. Sementara itu, Nigeria merayakannya pada bulan Agustus. Hari menanam pohon di Brazil, Belanda dan Korea Selatan dirayakan bulan September. Sedangkan Polandia dan Sri langka merayakannya bulan Oktober. Sementara itu, Indonesia menetapkan hari menanam pohon nasional pada bulan November. Dan, pada bulan Desember, hari menanam pohon dirayakan di Inggris dan Malawi.

Konteks Indonesia
Di Indonesia, dalam upaya memasyarakatkan gerakan menanam dan memelihara pohon secara nasional sebagai sikap hidup dan budaya bangsa, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 28 November sebagai Hari menanam Pohon Indonesia. Penetapan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia. Tanggal tersebut juga ditetapkan sebagai awal dimulainya penanaman pohon serentak di seluruh Indonesia. Kegiatan menanam pohon tersebut dilanjutkan dengan penetapan kegiatan menanam pohon selama bulan Desember, sebagai Bulan Menanam Pohon Nasional.

Upaya menumbuhkan budaya menanam di masyarakat Indonesia dilakukan Kementrian Kehutanan melalu berbagai program penanaman. Tercatat program yang telah dilaksanakan antara lain, Aksi Penanaman Serentak Indonesia (tahun 2007 dan 2008), Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (tahun 2007), Pencanangan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional (tahun 2008, serta Satu Orang Satu Pohon (One Man On Tree- 2009). Keberhasilan seluruh program tersebut memacu pemerintah untuk meluncurkan program Penanaman 1 miliar pohon tahun 2010 dengan motto “Satu Miliar Pohon Indonesia untuk Dunia” atau “One Billion Indonesian Trees for the World”.

Aceh Green
Dalam konteks Aceh, begitu Gubernur Irwandi Yusuf terpilih pada tahun 2006, ia langsung memperkenalkan kebijakan menjaga kelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Bulan Maret 2007, Gubernur Irwandi Yusuf menyatakan moratorium penebangan semua jenis pohon di Aceh, dan Desember 2007 di “UN Framework Convention for Climate Change” di Bali, Gubernur Irwandi meluncurkan rencana pembangunan ekonomi dan investasi hijau untuk Aceh yang dikenal dengan Aceh Green (Aceh Hijau).

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf juga telah terpilih secara aklamasi oleh para gubernur/kepala negara bagian dari berbagai negara yang tergabung dalam Governor’s Climate and Forest (GCF) sebagai ketua untuk memimpin para gubernur dari berbagai negara dalam isu hutan dan perubahan iklim pada tahun 2011. Mendukung posisi Gubernur Aceh dan visi Aceh Green yang selama ini beliau sampaikan, baik bersifat kebijakan maupun tindakan, maka Aceh harus memanfaatkan momentum Hari Menanam Pohon Nasional sebagai gerakan bersama saling bahu membahu untuk mewujudkan Aceh yang hijau dan indah. Dan pada tahap berikutnya, terwujudnya “Aceh yang hijau nan indah dan sejahtera”. Dengan dilaksanakan penanaman dan pemeliharaan pohon yang berkelanjutan dapat mengurangi pemanasan global.

Penanaman dan pemeliharaan pohon yang berkelanjutan juga diharapkan dapat mencapai pembangunan Aceh yang bersih. Ia juga diharapkan dapat mengurangi dampak pemanasan global, meningkatkan absorbs gas CO2, SO2, dan polutan lainnya, mencegah banjir, kekeringan, dan tanah longsor, meningkatkan upaya konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menanam dan memelihara tanaman sebagai bagian dari sikap atau budaya bangsa yang melekat pada kehidupan sehari-hari.

Hijau itu Indah
Dengan melihat fenomena kecintaan setiap insan di seluruh pelosok dunia akan negeri yang hijau, telah membuktikan bahwa hijau itu memang indah seperti yang ditegaskan Allah swt dalam Alquran Surah Al An’am ayat 9, yang artinya, “lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tumbuhan yang hijau”. Sementara itu, dalam Surah An-Naml ayat 60 yang artinya, “...,lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya”.

Dari kedua firman Allah tersebut, dapat disimpulkan bahwa Allah swt menumbuhkan pohon-pohon yang menghijau, dan dari tanaman yang menghijau tersebut menghadirkan pemandangan yang indah. Ya, hijau itu indah, dan kecintaan terhadap keindahan adalah suatu hal yang manusiawi. Mari hijaukan negeri ini!

* Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Gerakan Aceh Hijau

Jasman J Ma’ruf - Opini

Mon, Nov 29th 2010, 09:23
GERAKAN menanam pohon telah mendunia. Tingginya minat masyarakat dalam hal penanaman pohon dalam rangka konservasi hutan ini ditunjukkan oleh semakin populernya gerakan mananam pohon di berbagai negara, di berbagai kalangan, dan muncul pula berbagai komunitas yang melibatkan diri dalam membantu penyelamatan lingkungan.

Kepopuleran penanaman pohon secara global, ditandai oleh disepakatinya hari menanam pohon sedunia yang jatuh pada tanggal 21 November setiap tahunnya, dan setiap negara juga memiliki tanggal tertentu yang dijadikan hari menanam pohonnya.

Hari menanam pohon di Amerika Serikat telah dikenal dengan “Arbor Day” yang dirayakan setiap Jumat ke empat bulan April. “Arbor Day”, pertama sekali dilaksanakan Nebraska pada tahun 1872, dan barulah secara formal dilaksanakan sebagai hari menanam pohon peringkat nasional sejak 1920-an. Sementara itu, hari menanam pohon di Australia dan New Zerland ditetapkan 5 Juni, yang juga dikenal dengan hari lingkungan hidup sedunia. Sedangkan Afrika Selatan menetapkan hari penanaman pohon selama seminggu yang dikenal dengan “Arbor Week”, yang pelaksanaannya dilakukan dari tanggal 1 hingga 7 September.

Jika kita perhatikan penetapan hari menanam pohon di berbagai negara, maka dapat disimpulkan, hari menanam pohon ini dilaksanakan di sepanjang tahun. Misalnya, Israel dan Tanzania merayakannya pada bulan Januari. Sementara itu, Belgia, Cina, Iran, Lesotho, Portugal, Republik Macedonia dan Uganda merayakannya pada bulan Maret. Berikutnya, Afrika Selatan, Amerika Serikat, Jerman, dan Kenya merayakan hari penanam pohon nasionalnya pada April. Selanjutnya, Jepang, Canada dan Venezuela merayakannya pada bulan Mei. Negara Australia, Kamboja, Costa Rica, New Zerland dan Philiphina merayakan pada bulan Juni. Pada bulan Juli, hari menanam pohon dirayakan Republik Afrika Tengah dan Mexico. Sementara itu, Nigeria merayakannya pada bulan Agustus. Hari menanam pohon di Brazil, Belanda dan Korea Selatan dirayakan bulan September. Sedangkan Polandia dan Sri langka merayakannya bulan Oktober. Sementara itu, Indonesia menetapkan hari menanam pohon nasional pada bulan November. Dan, pada bulan Desember, hari menanam pohon dirayakan di Inggris dan Malawi.

Konteks Indonesia
Di Indonesia, dalam upaya memasyarakatkan gerakan menanam dan memelihara pohon secara nasional sebagai sikap hidup dan budaya bangsa, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 28 November sebagai Hari menanam Pohon Indonesia. Penetapan tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2008 tentang Hari Menanam Pohon Indonesia. Tanggal tersebut juga ditetapkan sebagai awal dimulainya penanaman pohon serentak di seluruh Indonesia. Kegiatan menanam pohon tersebut dilanjutkan dengan penetapan kegiatan menanam pohon selama bulan Desember, sebagai Bulan Menanam Pohon Nasional.

Upaya menumbuhkan budaya menanam di masyarakat Indonesia dilakukan Kementrian Kehutanan melalu berbagai program penanaman. Tercatat program yang telah dilaksanakan antara lain, Aksi Penanaman Serentak Indonesia (tahun 2007 dan 2008), Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara Pohon (tahun 2007), Pencanangan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Bulan Menanam Nasional (tahun 2008, serta Satu Orang Satu Pohon (One Man On Tree- 2009). Keberhasilan seluruh program tersebut memacu pemerintah untuk meluncurkan program Penanaman 1 miliar pohon tahun 2010 dengan motto “Satu Miliar Pohon Indonesia untuk Dunia” atau “One Billion Indonesian Trees for the World”.

Aceh Green
Dalam konteks Aceh, begitu Gubernur Irwandi Yusuf terpilih pada tahun 2006, ia langsung memperkenalkan kebijakan menjaga kelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Bulan Maret 2007, Gubernur Irwandi Yusuf menyatakan moratorium penebangan semua jenis pohon di Aceh, dan Desember 2007 di “UN Framework Convention for Climate Change” di Bali, Gubernur Irwandi meluncurkan rencana pembangunan ekonomi dan investasi hijau untuk Aceh yang dikenal dengan Aceh Green (Aceh Hijau).

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf juga telah terpilih secara aklamasi oleh para gubernur/kepala negara bagian dari berbagai negara yang tergabung dalam Governor’s Climate and Forest (GCF) sebagai ketua untuk memimpin para gubernur dari berbagai negara dalam isu hutan dan perubahan iklim pada tahun 2011. Mendukung posisi Gubernur Aceh dan visi Aceh Green yang selama ini beliau sampaikan, baik bersifat kebijakan maupun tindakan, maka Aceh harus memanfaatkan momentum Hari Menanam Pohon Nasional sebagai gerakan bersama saling bahu membahu untuk mewujudkan Aceh yang hijau dan indah. Dan pada tahap berikutnya, terwujudnya “Aceh yang hijau nan indah dan sejahtera”. Dengan dilaksanakan penanaman dan pemeliharaan pohon yang berkelanjutan dapat mengurangi pemanasan global.

Penanaman dan pemeliharaan pohon yang berkelanjutan juga diharapkan dapat mencapai pembangunan Aceh yang bersih. Ia juga diharapkan dapat mengurangi dampak pemanasan global, meningkatkan absorbs gas CO2, SO2, dan polutan lainnya, mencegah banjir, kekeringan, dan tanah longsor, meningkatkan upaya konservasi sumberdaya genetik tanaman hutan, dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menanam dan memelihara tanaman sebagai bagian dari sikap atau budaya bangsa yang melekat pada kehidupan sehari-hari.

Hijau itu Indah
Dengan melihat fenomena kecintaan setiap insan di seluruh pelosok dunia akan negeri yang hijau, telah membuktikan bahwa hijau itu memang indah seperti yang ditegaskan Allah swt dalam Alquran Surah Al An’am ayat 9, yang artinya, “lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tumbuhan yang hijau”. Sementara itu, dalam Surah An-Naml ayat 60 yang artinya, “...,lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya”.

Dari kedua firman Allah tersebut, dapat disimpulkan bahwa Allah swt menumbuhkan pohon-pohon yang menghijau, dan dari tanaman yang menghijau tersebut menghadirkan pemandangan yang indah. Ya, hijau itu indah, dan kecintaan terhadap keindahan adalah suatu hal yang manusiawi. Mari hijaukan negeri ini!

* Penulis adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Pengurangan Risiko Bencana Program Prioritas Pemerintah

Sun, Nov 28th 2010, 15:48

BANDA ACEH - Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar mengatakan, penanggulangan dan pengurangan risiko bencana termasuk program prioritas Pemerintah Aceh. Karena Aceh daerah rawan bencana, seperti tsunami, gempa, longsor, banjir bandang dan berbagai bentuk bencana lain.

Menurut Nazar, pihaknya mulai mengarahkan bahwa sekarang bukan hanya sekedar menyiapkan logistik, makanan dan obat-obatan. Tetapi justru pengurangan risikonya, misalnya ingin mendidik masyarakat supaya memahami resiko bencana dengan benar dan jangan melihat bencana dalam perspektif yang salah.

“Perlu dijadikan musibah sebagai pelajaran, karena itu alamiah. Ketika bencana, kita harus menemukan sesuatu yang bermanfaat, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi dan lain-lain. Bukan trauma yang berkepanjangan,” ujar Wagub kepada Serambi usai mengisi materi dalam Workhop Komunikasi Organisasi Mahasiswa Perguruan Tinggi Untuk Pengurangan Risiko Bencana yang digelar 27-28 November di Hotel Hermes Palace, Banda Aceh.

Kata Wagub, untuk daerah Aceh dalam rangka mendidik masyarakat, maka perlu membuat modul yang diajarkan di sekolah-sekolah menengah. Tahun depan, pihaknya akan lebih mendorong dan merintis supaya di Universitas Syiah Kuala bisa membuat sistem pengurangan bencana di program S2-nya.

“Dengan PMI pun kita ajak dan kita dorong supaya memperbanyak gampong siaga bencana untuk mendidik masyarakat sehingga banyak yang paham. Meningkatkan kualitas masyarakat memahami bencana, merespons bencana dengan baik, menangani bencana dengan baik sehingga risikonya lebih kecil,” ujar Wagub.

Sementara Ketua PMI Cabang Banda Aceh Qamaruzzaman Haqny mengatakan, hingga kini sudah ada 21 gampong siaga bencana dan 27 sekolah siaga bencana di Banda Aceh. Pihaknya sudah melatih masyarakat dan pelajar tentang siaga bencana. Pihaknya juga menyatakan siap menambah jumlah gampong siaga bencana dari Banda Aceh.(hd)

Sumber : Serambinews.com

Minggu, 28 November 2010

Tim Kemenhut Periksa Hutan Aceh

Sun, Nov 28th 2010, 15:30

BANDA ACEH - Tim teknis Kementerian Kehutanan (Kemenhut) RI, sejak Jumat (26/11) lalu hingga 3 Desember mendatang, memeriksa kawasan hutan yang ada di 21 kabupaten/kota di Aceh. Hal itu dilakukan untuk memastikan kondisi hutan Aceh sudah sesuai dengan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh yang diajukan Pemerintah Aceh ke pusat, sebelum RTRW tersebut disahkan.

Tim beranggotakan 50 orang itu diketuai Direktur Perencanaan Kawasan Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, Ir Basoeki Karyaatmadja MSc, tiba di Kantor Bappeda Aceh, Kamis (25/11). Mereka disambut Sekda Aceh diwakili Asisten Keistimewaan Pembangunan dan Ekonomi, Said Mustafa, Kepala Bappeda Aceh, Ir Iskandar MSc, dan kepala dinas kehutanan dari 21 kab/kota yang memiliki kawasan hutan.

Iskandar mengatakan, Pemerintah Aceh telah mengajukan usulan perubahan kawasan hutan dalam review RTRW Aceh kepada Pemerintah Pusat, beberapa waktu lalu. Hal ini mengingat RTRW Aceh perlu segera difinalkan sebagai tuntutan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2007, tentang Penataan Ruang. Karena itu, sebelum disahkan perlu diperiksa lebih dulu oleh tim Kemenhut.

Sementara Said Mustafa mengatakan, mengingatkan RTRW Aceh merupakan dokumen penataan ruang yang dikuatkan dengan Perda No 9/1995 tentang RTRW Daerah Istimewa Aceh, sehingga dalam merespons tuntutan regulasi diharapkan seluruh pihak yang berkepentingan perlu segera menuntaskan penyesuaian penataan ruang Aceh, mengingat proses ini telah dimulai sejak tahun 2009.

Usai pertemuan itu, Basoeki menyerahkan tim tersebut kepada kepada Pemerintah Aceh yang diterima Said Mustafa dan diteruskan kepada masing-masing perwakilan Pemkab/Pemko.(c47)

sumber : Serambinews.com

Jumat, 26 November 2010

Tapal Batas Abdya dan Gayo Lues Tuntas

Fri, Nov 26th 2010, 13:53
BANDA ACEH - Persoalan tapal batas antara Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) dengan Kabupaten Gayo Lues dipastikan berakhir. Kepastian itu diperoleh setelah utusan pemerintah kedua kabupaten tersebut, Rabu (24/11), memasang patok di perbatasan Kecamatan Terangon (Gayo Lues) dengan Kecamatan Babahrot (Abdya). Pemasangan patok tapal batas antara dua kabupaten tersebut difasilitasi Kepala Biro Tata Pemerintahan Sekda Aceh, Drs HM Ali Alfata MM.

Ali Alfata kepada Serambi, Kamis (25/11) mengatakan selain dirinya, pemasangan patok batas kedua kabupaten tersebut dihadiri Irwansyah (Kabag Pemerintahan Setdakab Abdya), Drs H Syehnurdin MM (Asisten Pemerintahan Setdakab Gayo Lues), Hermansyah (Tim Pengawas Batas dari Topdam IM), Camat Terangon, Camat Babahrot, dan sejumlah pihak terkait lainnya.

Setelah pemasangan patok, menurut Ali, penyelesaian tapal batas Abdya dan Gayo Lues dilanjutkan dengan pemasangan Pilar Batas Utama (PBU) yang telah dimulai sejak kemarin. Disebutkan, jumlah PBU yang akan dipasang tahun ini sekitar delapan unit. “Pemasangan delapan PBU itu kita perkirakan selesai dalam seminggu ke depan,” ujar pria kelahiran Aceh Barat itu.

Ditanya berapa total PBU yang akan dipasang di perbatasan kedua kabupaten itu, Ali memperkirakan total PBU yang akan dipasang sekitar 16 unit. “Tahun ini kita harapkan selesai dipasang delapan PBU. Sedangkan sisanya delapan PBU lagi akan dilanjutkan tahun depan. Dengan pemasangan PBU ini kita harapkan tapal batas antara kedua kabupaten itu tak ada masalah lagi,” harapnya.

Dikatakan, pemasangan patok dan dilanjutkan dengan pemasangan PBU itu merupakan tindak lanjut dari rapat penyelesaian tapal batas kedua kabupaten itu di Ruang Rapat Bira Tata Pemerintahan Sekda Aceh, 16 Juli 2010. Penyelesaian tapal batas Abdya dan Gayo Lues, tambah Ali Alfata, berpedoman pada Undang-Undang No 4 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya, dan Kabupaten Aceh Tamiang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan peta Topografi TNI-AD tahun 1978.

“Penetapan tapal batas Kabupaten Gayo Lues dengan Kabupaten Aceh Barat Daya pada November 2010 juga sesuai dengan harapan Gubernur Aceh, Irwansi Yusuf melalui suratnya Nomor 136/61390 tanggal 25 Oktober 2010 yang ditujukan kepada Bupati Gayo Lues dan Abdya,” pungkas Ali Alfata.(jal)

sumber : Serambinews.com

Rabu, 24 November 2010

Laju pertumbuhan penduduk, Aceh Singkil tertinggi

Tuesday, 23 November 2010 08:46
BANDA ACEH - Selama lima tahun terakhir, laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Aceh adalah Kabupaten Aceh Singkil sebesar 5,49% sedangkan terendah Kota Subulussalam sebesar 0,42%.

Untuk itu Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengingatkan pembangunan kependudukan dan keluarga berencana perlu mendapat perhatian serius dari semua komponen masyarakat.

“Sebab bila tidak, maka pertambahan penduduk sebesar 3,5 juta pertahun akan menjadi beban bangsa kita pada masa mendatang,” ungkap Gubernur, pagi ini.

Pada sisi lain, lanjut gubernur, akibat pertambahan penduduk itu, berdampak kepada aspek pembangunan lainnya terutama penyediaan kebutuhan dasar antara lain, sandang pangan, tempat pemukiman/perumahan, pendidikan, kesehatan dan gizi, energi listrik/air, lapangan pekerjaan dan lainnya.

Pada bagian lain pidatonya, gubernur menambahkan, pertambahan penduduk kita belum disertai dengan peningkatan kualitas yang diukur dengan angka indeks pembangunan manusia (IPM) yang masih tergolong rendah.

“Bahkan, bangsa kita masih berada pada peringkat ke-7 dari 10 negara ASEAN dan menempati peringkat 111 dari 182 negara pada tahun 2009, lebih rendah dari Palestina,” ungkap Irwandi.

Untuk itu, semua tantangan ini membutuhkan penanganan program kependudukan dan KB yang menyeluruh dari semua komponen masyarakat, baik pemerintah, swasta, LSM, pemuda, pers, organisasi wanita dan lainnya.

Menyinggung tentang jumlah penduduk Aceh, dilihat hasil sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Aceh saat ini berkisar 4.486.570 orang, terdiri 2.243.578 laki-laki dan 2.242.992 perempuan.

Adapun laju pertumbuhan penduduk Aceh pertahun selama lima tahun terakhir yakni dari tahun 2005-2010 sebesar 2,32%. Tertinggi Aceh Singkil sebesar 5,49% sedangkan terendah Kota Subulussalam sebesar 0,42%.

sumber : Waspada online

Selasa, 23 November 2010

Pembangunan Wilayah Tengah Aceh Prioritas 2011

* Gubernur Ketua Tim Percepatan
Sun, Nov 21st 2010, 11:23

BANDA ACEH - Pemerintah Aceh pada tahun 2011 akan memprioritaskan pembangunan di wilayah tengah Aceh, di antaranya Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Bireuen. Untuk itu, dalam waktu dekat ini tim percepatan pembangunan akan segera dibentuk

“Hal itu untuk mempercepat laju pembangunan di wilayah itu, serta mendongkrak perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut,” kata Kepala Bappeda Aceh, Ir Iskandar MSc, kepada Serambi, Sabtu (20/11).

Iskandar mengatakan, daerah-daerah di wilayah tengah Aceh tersebut memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang cukup besar. Karena itu percepatan pembangunan infrastruktur perlu segera dilakukan untuk menghidupkan sektor-sektor yang ada.

“Jadi yang pertama yang harus kita genjot adalah pembangunan infrastruktur, terutama pembangunan jalan lintas,” sebut Iskandar. Dengan adanya fasilitas jalan lintas yang rencananya akan dibangun dua jalur, timur dan utara, pihaknya berkeyakinan rantai perekonomian di lima wilayah dimaksud akan hidup dan berkembang, sehingga hasil pertanian dan perkebunan dari kawasan tengah Aceh itu akan bisa menembus pasar lokal maupun luar.

“Komoditas-komoditas yang ada seperti sawit, kakao, jagung dan kopi kita harapkan, dengan adanya jalan tersebut bisa diekspor melalui Pelabuhan Krueng Gukueh (Aceh Utara),” ucapnya.

Untuk merealisir program infrastruktur jalan ini, Iskandar menyebutkan bahwa dana yang telah tersedia sebesar Rp 620 miliar, sehingga masih diperlukan tambahan dana sebesar Rp 1,8 triliun lagi. “Ini sedang kita bahas lebih lanjut dan kita harapkan bisa kita dapatkan dari bantuan Pemerintah Jepang,” ungkap Kepala Bappeda Aceh ini.

Gubernur sambung Iskandar, juga sedang berupaya membentuk tim percepatan pembangunan di wilayah tengah Aceh, yang diketuai langsung oleh Gubernur sendiri. Tujuannya adalah untuk meningkatkan perkembangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat di kawasan tengah Aceh.

“Upaya pembentukan tim ini dilakukan untuk menuntaskan ketertinggalan pembangunan di kawasan tengah provinsi ini. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk mempromosikan lima wilayah tersebut khususnya di bidang pertanian dan perkebunan kepada investor luar dan lokal Aceh,” sebut Iskandar.

Di samping sektor pertanian dan perkebunan, Pemerintah Aceh juga sedang berfikir untuk menghidupkan sektor-sektor lainnya seperti perekonomian, pendidikan, dan kesehatan. “Jadi bukan pertanian dan perkebunan saja, tetapi juga akan menghidupkan sektor-sektor lainnya dengan jangka waktu pembangunan jangka panjang sebagaimana yang telah diatur dalam RT/RW Aceh,” pungkasnya.(c47)

Sumber : Serambinews.com

Penerimaan Hidrokarbon Aceh Capai 360 Persen

Sampai Posisi September 2010
* Dana Otsus Baru 85%
Utama

Mon, Nov 22nd 2010, 10:25

BANDA ACEH - Realisasi penerimaan Aceh secara menyeluruh sampai akhir September 2010 baru mencapai Rp 2,7 triliun atau 44,17% dari targetnya, Rp 6,244 triliun. Tapi, khusus penerimaan dari pos bagi hasil hidrokarbon dan sumber daya alam lainnya justru telah melampui target, yakni mencapai Rp 230,4 miliar atau sudah 360,72% dari targetnya “hanya” Rp 63,8 miliar.

Sedangkan dana otsus, baru masuk 85% atau senilai Rp 3,271 triliun dari yang ditetapkan pemerintah pusat tahun ini untuk Aceh, yakni Rp 3,849 triliun. Sementara, penerimaan dari tiga BUMD (Bank Aceh, Perusahaan Daerah Pembangunan Aceh, dan Perusahaan Daerah Geunap Mupakat), masih nol persen. Demikian diungkapkan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh (DPKKA), Drs Paradis MSi kepada Serambi, Minggu (21/11).

Didampingi Sekretaris DPKKA, Bustami dan Kepala Bidang Penerimaan Daerah Azhar, Paradis menjelaskan, melonjaknya realisasi penerimaan Aceh dari sumber penerimaan bagi hasil hidrokarbon dan sumber daya alam (SDA) lainnya, karena penerimaan bagi hasil hidrokarbon dan SDA periode keempat tahun lalu, baru disalurkan pemerintah pusat ke kas daerah pada awal tahun 2010 ini, sehingga penerimaan itu masuk dalam penerimaan tahun buku 2010.

Untuk membuktikan penerimaan dari pos dana bagi hasil hidrokarbon dan SDA lainnya tahun ini, sebagian dari sisa penerimaan tahun lalu yang terlambat ditransfer pemerintah pusat ke kas daerah, kata Paradis, dapat dilihat dari realisasi penerimaan pada pos yang sama pada tahun lalu. Terget penerimaan hidrokarbon dan SDA lainnya pada tahun lalu dibuat Rp 148,2 miliar, tapi realisasinya pada akhir tahun hanya 59,78% atau sebesar Rp 88,5 miliar.

Hal yang sama juga terjadi pada pos penerimaan tambahan dana bagi hasil migas. Realisasi penerimaannya sampai posisi September 2010 telah mencapai 137,28% atau sudah sebesar Rp 840,9 miliar dari targetnya Rp 612,6 miliar. Tahun lalu dari pos yang sama realisasinya hanya sebesar 56,85% atau senilai Rp 748,8 miliar dari targetnya Rp 1,317 triliun. Hal ini menunjukkan terlampuinya penerimaan tambahan dana bagi hasil migas tahun ini, karena sebagian dananya bersumber dari sisa dana tambahan bagi hasil migas periode IV yang terlambat ditransfer Depkeu ke kas daerah.

Penerimaan daerah dari sumber bagi hasil pajak, sebut Paradis, realisasinya masih rendah, baru 43,07% atau senilai Rp 96,3 miliar dari targetnya Rp 223,5 miliar. Sedangkan realisasi penerimaan dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK), dikirim pemerintah pusat berdasarkan kebutuhan bulanan. Sampai posisi September, realisasi DAU telah mencapai Rp 517,5 miliar atau sudah mencapai 83,23% dari yang telah ditetapkan pusat Rp 621,8 miliar. Sedangkan dana DAK baru terealisir Rp 22,1 miliar atau 73,02% dari jatah yang telah diberikan pusat untuk Aceh Rp 30 miliar.

Dari pos-pos penerimaan yang menjadi andalan penerimaan daerah, kata Paradis, ada beberapa pos penerimaan yang masih kosong, misalnya, dari perusahaan daerah. Antara lain, dari BPD/Bank Aceh, PD Geunap Mupakat, PDPA, BPR Mustaqim, dan Baitul Qiradh.

Dari BPD/Bank Aceh, penerimaan daerah yang ditargetkan tahun ini mencapai Rp 74,5 miliar, tapi sampai kini belum ada realisasinya. Penerimaan sebesar itu ditetapkan Pemerintah Aceh dari BPD/Bank Aceh, karena sampai 31 Desember 2009, jumlah dana penyertaan modal Pemerintah Aceh di bank tersebut telah mencapai Rp 551, 9 miliar.

Untuk PD Geunap Mufakat dan PDPA, Pemerintah Aceh tidak menetapkan target penerimaan. Modal penyertaan Pemerintah Aceh di PDPA Rp 5,1 miliar dan PD Geunap Mupakat Rp 6,5 miliar. Kepada Baitul Qiradh juga tidak ditetapkan, kendati Pemerintah Aceh telah menyertakan modalnya Rp 1,1 miliar. Tapi untuk BPR Mustaqim, Pemerintah Aceh menetapkan sumbangan realisasi penerimaannya sebesar Rp 12 juta, telah terealisir Rp 1,3 miliar atau 10.846%. Jumlah dana penyertaan modal Pemerintah Aceh di BPR Mustaqim tersebut Rp 37,7 miliar.

Sumber penerimaan Aceh lainnya yang telah melampaui target, sebut Paradis, adalah dari ritribusi perizinan tertentu. Misalnya, izin trayek, kesehatan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan, perhubungan, tenaga kerja sosial, Perindagkop dan UKM, Pekerjaan Umum dan P2STP, realisasainya sudah mencapai Rp 570,9 juta dari targetnya Rp 40 juta, atau terealisir 1.427%.

Dari sumber penerimaan jasa giro kas umum, pemegang kas dan dana cadangan, baru 18,76% atau senilai Rp 4,512 miliar, dari targetnya Rp 24 miliar. Sedangkan dari pendapatan bunga deposito dana pendidikan, realisasinya sedikit besar atau sudah mencapai Rp 85,5 miliar atau 52,31% dari targetnya Rp 163,6 miliar. Penerimaan zakat realisasinya justru masih sangat rendah, baru 2,41%, atau senilai Rp 74,1 juta dari Rp 3 miliar yang ditargetkan tahun ini. (her)

sumber : Serambinews.com