Minggu, 05 Juni 2011

Produksi Kakao Rendah

* Keasaman Tanah Masih Tinggi
Sun, Apr 3rd 2011, 09:40

BANDA ACEH - Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh bekerjasama dengan Swisscontact yang telah melakukan penelitian di lima kabupaten penghasil kakao (coklat) menemukan kadar keasaman tanah masih tinggi. Tak pelak, hasil produksi rendah dibandingkan secara nasional, sehingga perlu dilakukan penanganan khusus.

Kepala BPTP Ir T Iskandar MSi, Sabtu (2/4) menyatakan harus ada tindakan tepat untuk mengatasi masalah tersebut agar produksi kakao bisa ditingkatkan. Disebutkan, penelitian dilaksanakan di lima kabupaten yakni Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara dan Aceh Barat Daya dengan sampel 207 titik dari 32 kecamatan.

Dia juga mengungkapkan berdasarkan hasil penelitian di laboratorium BPTP didapatkan reaksi tanah (pH) 56 persen atau tergolong sangat masam, kemudian 32 persen masam, agak masam, neutral dan agak basa masing-masing 4 persen. Survey dan analisis tanah itu juga bertujuan untuk membuat rekomendasi pemupukan berdasarkan analisis lapangan dan laboratorium untuk setiap distrik wilayah proyek.

Kondisi itu, katanya, telah menyebabkan produktivitas kakao Aceh rendah yakni sekitar 400 kg per ha atau masih jatuh dari rata-rata nasional 700 kg per ha. Bahkan, di beberapa tempat di luar Aceh, produktivitas kakao mencapai 2 ton per ha atau lebih.

Iskandar mengakui sistem budidaya yang belum memenuhi syarat seperti penggunaan bibit unggul, pemeliharaan seperti pemupukan, pengendalian hama penyakit dan pemangkasan sampai pascapanen menyebabkan produksi rendah.

“Pola dan dosis pemupukan kakao di Aceh belum ada, sehingga melalui rekomendasi ini, petani dapat melakukan pemupukan sesuai kesuburan tanah,” papar Iskandar seraya menyebutkan bahwa lab BPTP Aceh telah mendapat pengakuan dari lab Puslittanah Bogor dan Dr Peter Slavich, Direktur Wollongbar Agricultural Institute, NSW-DPI Australia serta rekomendasi tersebut telah disampaikan pada Aceh Kakao Conference di Banda Aceh pada 10 Maret 2011 lalu.

Dalam rekomendasi tersebut, disebutkan pemberian kapur atau dolomit dilakukan 1 bulan sebelum atau sesudah pemberian pupuk. Dolomit yang mengandung CaO dan MgO lebih baik diberikan dari pada Kapur Pertanian yang hanya mengandung CaO. Pemberian Dolomit berkisar 150 - 300 gram/pohon/tahun tergantung lokasi.

M Ramlan, Kepala Lab BPTP Aceh menjelaskan lima kabupaten tersebut memiliki kandung Nitrogen, phospor dan kalium sangat rendah. Dia juga menyebutkan pemberian pupuk organik secara rutin akan menghemat sampai 50 persen pupuk non-organik seperti urea, TSP, NPK, dan lainnya. Dia menyarankan kompos sebaiknya sebanyak 30 kg/pohon/tahun kecuali di Desa Blang Makmur dan Lawe Nderasi, Aceh Tenggara.

Untuk meningkatkan kandungan Nitrogen, pemupukan urea sangat dianjurkan atau dapat pula menanam tanaman pelindung dan pemupukan dengan urea 200 - 300 gram/pohon/tahun. Kandungan phospor pemupukan dengan SP-36 sebanyak 50 - 100 gram/pohon/tahun. Kandungan kalium pupuk KCL/MOP 100 - 400 gram/pohon/tahun. Untuk melengkapi kebutuhan unsur hara dalam tanah maka perlu diberikan pupuk NPK (16-16-16) sebanyak 150 - 300 gram/pohon/tahun.

Pemberian pupuk sebaiknya dilakukan 2 kali setahun yaitu pada awal musim hujan dan awal musim kemarau. Cara pemberian pupuk dengan membuat alur/paritan sedalam 5 - 10 cm, jarak dari batang 120 cm keliling/lingkaran pohon, setelah pupuk ditabur merata alur/paritan ditutup kembali, tandasnya.(muh)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar