Senin, 06 Desember 2010

Raqan Wali Nanggroe Harus Mengacu UUPA

Thu, Dec 2nd 2010, 10:46

BANDA ACEH - Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan, meski pihaknya belum bisa memberikan pendapat terhadap substansi Rancangan Qanun (Raqan) Wali Nanggroe yang kembali diusul oleh anggota DPRA periode 2009-2014 sebagai usul inisiatif, namun dia berharap dalam penyusunannya nanti, raqan tersebut tetap mengacu pada amanat UUPA.

“Kami menyarankan dalam penyusunan Raqan Wali Nanggroe nanti agar berpedoman pada Pasal 96 UUPA secara utuh,” tegas Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dalam pendapat dan sarannya terhadap laporan inisiatif anggota DPRA tentang Raqan Wali Nanggroe dan Raqan tentang Perubahan Pertama Atas Qanun Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembuatan Qanun. Pendapat dan saran tertulis Gubernur Irwandi tersebut dibacakan Sekda Aceh, T Setia Budi pada lanjutan sidang paripurna, Rabu (1/12) malam di Gedung DPRA, Banda Aceh.

Menurut Gubernur Aceh, sesungguhnya Raqan Wali Nanggroe ini sudah pernah dilakukan pembahasan dalam masa persidangan II pada masa persidangan IV oleh DPRA periode 2004-2009 pada 2009 lalu. Namun waktu itu gubernur belum menyetujuinya. “Berdasarkan maksud Pasal 23 ayat 1) huruf a dan Pasal 232 ayat 1) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, satu Raqan Aceh untuk menjadi Qanun Aceh diharuskan adanya persetujuan antara DPRA dan Gubernur. Pada saat itu Raqan Wali Nanggroe itu belum dapat kami tandatangani dan kami berharap dibahas kembali pada waktu akan datang,” tandas Gubernur Irwandi.

Pada masa persidangan III DPRA 2010, Raqan Wali Nanggroe kembali diagendakan pembahasannya oleh anggota DPRA untuk disahkan sebagai usul inisiatif.

Gubernur Aceh mengatakan, dalam ketentuan Pasal 96 ayat 1) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh ditegaskan bahwa lembaga Wali Nanggroe merupakan kepemimpinan adat sebagai pemersatu masyarakat yang independen, berwibawa, dan berwenang membina dan mengawasi penyelenggaraan kehidupan lembaga-lembaga adat, adat istiadat, dan pemberian gelar/derajat dan upacara adat lainnya. Selanjutnya pada ayat 2) disebutkan bahwa lembaga Wali Nanggroe bukan merupakan lembaga politik dan juga bukan merupakan lembaga pemerintahan di Aceh.

Masuk wilayah politik
Pada persidangan Rabu kemarin, untuk materi yang sama, anggota DPRA dari Fraksi Partai Demokrat, HM Yunus Ilyas SE MSi dalam pandangan umumnya mempertanyakan Qanun Wali Nanggroe yang telah menghabiskan dana yang sangat besar dalam penyusunannya dan juga sudah pernah disahkan dalam sidang paripurna oleh DPRA periode 2004-2009, kenapa belum dimasukkan ke dalam lembaran daerah.

Yunus Ilyas juga mempertanyakan, dalam laporan inisiator menyatakan Raqan Wali Nanggroe ini merupakan qanun inisiatif anggota DPRA, namun pada halaman 1 laporannya, inisiatif mengatakan bahwa penyiapan draf raqan berdasarkan penunjukan Pimpinan DPRA kepada Komisi A melalui surat Nomor 161/1378 Tanggal 8 Juni 2010. “Hal ini tentu sudah tidak sesuai lagi dengan mekanisme pembentukan sebuah qanun inisiatif, sebagaimana tersebut dalam pasal 16 Tata Tertib DPRA tahun 2010 tentang Hak Inisiatif Mengenai Rancangan Qanun,” kata Yunus.

Yunus mempertanyakan pula subtansi Raqan Wali Nanggroe di mana beberapa materinya sudah memasuki wilayah pemerintahan, politik, sistem pemerintahan, dan kewenangan Wali Nanggroe yang sudah melebihi kewenangan yang diamanatkan UUPA. “Pertanyaan ini saya sampaikan dengan maksud agar raqan usul inisiatif ini jangan sampai bertentangan dengan UUPA,” ujar Yunus Ilyas.

Pendapat hampir serupa juga disampaikan anggota DPRA dari Fraksi Partai Golkar, Hj Nurlelawati SAg. Nurlelawati mengatakan, dirinya menyampaikan terima kasih kepada anggota DPRA yang telah menyiapkan kembali draf Raqan Wali Nanggroe untuk menjadi raqan usul inisiatif. “Namun kami menyarankan agar dalam pembahasan berikutnya tetap mempedomani ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang telah ada, terutama apa yang telah diamanatkan dalam UUPA,” kata Nurlelawati.

Sedangkan anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh, Abdullah Saleh menilai draf Raqan Wali Nanggroe yang disampaikan dalam sidang paripurna II oleh inisiatornya pada masa persidangan III untuk menjadi raqan usul inisiatif bisa dilanjutkan pembahasannya karena proses pembuatannya telah memenuhi ketentuan yang berlaku di DPRA.(her)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar