Kamis, 30 Desember 2010

Pansus Tanggap Darurat dan Multiyears Setuju Dibentuk

Sat, Dec 18th 2010, 10:14

BANDA ACEH - Pimpinan DPRA menilai logis dan sangat mendukung usul pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk memeriksa Proyek Tanggap Darurat dan Multiyears di Aceh sebelum dilakukan pembayaran sebagaimana usulan eksekutif dalam RAPBA-Perubahan 2010. Wakil Ketua II Bidang Infrastruktur DPRA, Drs H Sulaiman Abda kepada Serambi di ruang kerjanya, Jumat (17/12) mengatakan, usul dan saran sejumlah anggota dan fraksi DPRA dalam pendapat akhir fraksi terhadap Nota Keuangan RAPBA-Perubahan 2010 senilai Rp 607,9 miliar agar dibentuk Pansus Tanggap Darurat dan Multiyears dinilai sangat logis.

Pembentukan pansus itu, dinilai Sulaiman Abda tepat alasan dan tepat momen, terutama karena 54 paket proyek tanggap darurat senilai Rp 227,5 miliar yang tersebar di 14 kabupaten/kota itu, sebelumnya tidak pernah diusulkan eksekutif dalam RAPBA murni 2009 dan 2010. Tapi tiba-tiba saja muncul dalam RAPBA-Perubahan 2010 dan eksekutif minta dialokasikan anggaran untuk pembayaran kepada kontraktor yang telah menyelesaikan pekerjaan fisik paket proyek tanggap darurat tersebut. Ke-14 kabupaten/kota yang menerima paket tanggap darurat itu, sebut Sulaiman Abda, terbanyak berada Aceh Tenggara, mencapai 14 paket, kedua Gayo Lues (sepuluh paket), ketiga Pidie (enam paket). Disusul Aceh Utara dan Aceh Selatan (masing-masing empat paket), Lhokseumawe, Bireuen, dan Nagan Raya (masing-masing tiga paket) Pijay (dua paket), Abdya, Aceh Timur, Banda Aceh, Aceh Besar, dan Bener Meriah masing-masing satu paket.

Saran dan usul agar pimpinan DPRA segera membentuk Pansus Dewan sebelum dilakukan pembayaran dan pelunasan dana terhadap 54 paket proyek proyek tanggap darurat dan 23 paket proyek jalan dan gedung multiyears tersebut, kata Sulaiman Abda, dimulai dari pembahasan bersama paket-paket proyek tersebut antara Pokja Badan Anggaran DPRA dengan dinas teknisnya. Misalnya, 23 paket proyek multiyears Dinas Bina Marga dan Cipta Karya (BMCK) Aceh dibahas oleh Pokja II Badan Anggaran Dewan dan 54 paket tanggap darurat Dinas Pengairan Aceh dibahas Pokja III Badan Anggaran DPRA.

Ganjil dan aneh
Pada pembahasan RKA 54 paket proyek tanggap darurat antara pihak Dinas pengairan Aceh dengan Pokja II Badan Anggaran DPRA, banyak ditemukan keganjilan dan keanehan. Antara lain, masa penerbitan surat pernyataan bupati tentang bencana alam dengan penerbitan surat izin prinsip dari Gubernur Aceh dan surat perintah mulai kerja (SPMK) dari Dinas Pengairan ada yang jaraknya sangat jauh dan ada pula yang dekat sekali. Contohnya, paket proyek tanggap darurat pengamanan tebing Krueng Ulim di Pidie dengan pagu anggaran Rp 2,5 miliar. Bupati Pidie menerbitkan surat pernyataan bencana alamnya, 11 Desember 2008, lalu Gubernur Aceh mengeluarkan surat izin prinsipnya pada 9 Februari 2009 dan Dinas Pengairan Aceh menerbitkan surat perintah mulai kerjanya pada 4 Maret 2009.

Kasus yang sama juga terjadi di Agara dalam usulan paket proyek tanggap darurat normalisasi dan penguatan tebing Sungai Lawe Alas dengan pagu anggaran Rp 6,7 miliar. Bupatinya menerbitkan surat pernyataan bencana alam 15 Desember 2008, surat izin prinsip Gubernur Aceh keluar 9 Februari 2009 dan surat SMPK dari Dinas Pengairan terbit tanggal 4 Maret 2009. Di Nagan Raya, dalam paket proyek pengamanan tebing Krueng Naga Gampong Panteuen Bayam, Kecamatan Beutong, dengan pagu anggaran Rp 6,5 miliar, surat pernyataan bencana alam dari bupatinya 9 Februari 2009. Kemudian surat izin prinsip dari Gubernur Aceh dikeluarkan 27 Februari 2009 dan surat SMPK dari Dinas Pengairan Aceh diterbitkan 5 Maret 2009.

Hal yang sama juga terjadi pada paket proyek pengaman tebing Krueng Naga Gampong Pulo Raga, Kecamatan Beutong, dengan pagu anggaran lebih besar mencapai Rp 10 miliar. Surat bupati dikeluarkan, 9 Februari 2009 dan izin prinsip dari Gubernur Aceh diterbitkan 27 Februari 2009, kemudian surat SMPK dari Dinas Pengairan Aceh diterbitkan 5 Maret 2009. Kondisi tersebut, kata Sulaiman Abda, membuat anggota Pokja III Badan Anggaran DPRA yang membahas rincian kegiatan anggaran (RKA) paket proyek tanggap darurat di atas menjadi curiga. Kalau nilainya sebesar itu dan bangunan yang hendak dibuat juga bentuknya permanen, bukan darurat, seharusnya empat paket proyek tanggap darurat tersebut diusulkan dalam RAPBA murni 2009 atau 2010, bukan justru saat ini, dalam RAPBA-P 2010.

“Ini merupakan kesalahan besar eksekutif yang suka memaksakan kehandak dan menjadikan dalih kondisi darurat atau situasional untuk membenarkan sistem kerja yang salah dan kolusi,” ujar Sulaiman Abda.

Multiyears
Sedangkan paket proyek multiyears, meski hanya delapan paket dari 23 paket yang tak dapat diselesaikan pada akhir tahun ini, tapi kebijakan kebutuhan anggaran yang diusul dengan yang dibahas bersama Pokja II Badan Anggaran DPRA selalu berubah. Hasil pembahasan dengan Pokja DPRA, untuk melunasi paket proyek multiyears yang akan selesai pada akhir tahun ini hanya dibutuhkan dana sekitar Rp 175,9 miliar. Akan tetapi, dalam jawaban Gubernur Aceh yang disampikan 15 Desember, dana yang dibutuhkan sudah bertambah menjadi Rp 222 miliar lagi. Ini artinya, Dinas BMCK Aceh telah mempermainkan Pokja II Badan Anggaran DPRA.

Karena adanya perubahan dan kecurigaan tadi, ungkap Wakil Ketua II Bidang Infrastruktur DPRA, Drs Sulaiman Abda, maka dalam pemandangan umum anggota dewan terhadap Nota Keuangan RAPBA-P 2010 yang disampaikan Gubernur Irwandi Yusuf senilai Rp 607,9 miliar, anggota dewan menyarankan perlu dibentuk pansus sebelum dilakukan pembayaran terhadap 54 paket proyek tanggap darurat dan pelunasan 15 paket proyek multiyears dari 23 paket yang ada.(her)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar