Jumat, 17 Desember 2010

122 Proyek Tanggap Darurat Diusul Bayar dalam RAPBA-P

Wed, Dec 15th 2010, 10:45
* Tunggakan Sewa Satelit 2003-2007 Rp 8 M Dipertanyakan

BANDA ACEH - Sidang lanjutan paripurna terhadap nota keuangan RAPBA-P 2010, Selasa (14/12) diwarnai beragam pertanyaan, usulan, saran, dan pendapat dari masing-masing fraksi DPRA. Fraksi Demokrat, misalnya, dalam pendapat umumnya mengusulkan pembentukan panitia khusus (pansus) untuk menginvestigasi 122 paket proyek tanggap darurat senilai Rp 227,5 miliar yang diusul eksekutif pembayarannya dalam RAPBA-P 2010.

Anggota DPRA dari Fraksi Demokrat, H Ibnu Rusdi SE mengatakan, untuk penanganan bencana alam, dalam RAPBA 2010 telah dialokasikan dana Rp 50 miliar, tapi kenapa tiba-tiba dalam usulan RAPBA-P 2010 ada 122 paket proyek tanggap darurat senilai Rp 227,5 miliar yang tak pernah diusulkan dalam RAPBA murni, bahkan diusulkan pembayarannya melalui RAPBA-P 2010.

Selain menyarankan pembentukan pansus proyek tanggap darurat, Ibnu Rusdi juga mempertanyakan kesalahan penempatan anggaran untuk mengakuisisi Sekolah Penerbangan Halim di Jakarta guna pendirian Sekolah Pilot di Aceh. Usulan anggarannya Rp 7 miliar ditempakan pada Program Peningkatan Kualitas Pendidikan Agama pada Biro Keistimewaan dan Kesejahteraan Setda Aceh, seharusnya ditempatkan pada dinas/SKPA teknis, yaitu Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi, dan Telematika (Dishubkomintel) Aceh.

Fraksi Demokrat juga menyorot masih ditemukannya usulan pelaksanaan pekerjaan fisik dan pengadaan barang dalam RAPBA-P 2010. Padahal komitmen awalnya antara Pimpinan DPRA dengan Gubernur Aceh, RAPBA-P 2010 untuk membayar utang pekerjaan fisik yang anggarannya belum penuh tersedia dalam penyusunan APBA murni 2010. “Patut dipertanyakan kenapa muncul usulan pekerjaan proyek fisik dan pengadaan barang dalam RAPBA-P 2010,” kata Ibnu Rusdi.

Menurut Ibnu Rusdi, kalaupun nanti DPRA mengesahkan RAPBA-P ini menjadi APBA-P 2010 dan Mendagri menyetujuinya, waktu untuk mengerjakan paket proyek fisik yang diusulkan itu tidak mungkin lagi.

Fraksi PKS/PPP melalui juru bicaranya, Drs H Anwar Idris juga mengkritisi usulan pembayaran 122 paket proyek tanggap darurat dalam RAPBA-P, padahal dalam APBA 2010 telah dialokasikan Rp 50 miliar. Logikanya, jika di Aceh terjadi bencana alam dan ada tebing sungai yang perlu diperbaiki, harusnya menggunakan pos dana tanggap darurat yang telah disediakan. “Nyatanya, Pemerintah Aceh harus membayar 122 paket tanggap darurat senilai Rp 227,5 miliar. Kalau sebanyak itu paket proyek pekerjaan fisik yang harus dibayar, harusnya dimasukkan dalam RAPBA murni bukan RAPBA-P seperti sekarang ini. “Karena begini faktanya, wajar jika anggota DPRA merasa curiga terhadap keberadaan dan munculnya paket proyek tanggap darurat sebanyak itu,” kata Anwar Idris.

Selain itu, Anwar Idris juga mempertanyakan usulan anggaran Rp 8 miliar untuk pembayaran tunggakan sewa setelit sejak tahun 2003-2007 dan pembayaran sewa satelit/transponder televisi yang baru tahun 2010 sebesar Rp 4 miliar. “Untuk usulan ini, kami minta gubernur menjelaskannya secara rinci, kenapa terjadi tunggakan sewa satelit sejak tahun 2003-2007,” ujar Anwar.

Anggota Dewan dari Fraksi Partai Golkar, Hj Yuniar SP dalam penyampaian pendapat umumnya menyarankan kepada eksekutif untuk lebih hati-hati lagi dalam pembayaran dan penggunaan dana APBA. Kehati-hatian itu sangat penting guna mencegah dan menghindari temuan oleh BPK, Inspektorat, dan menjadi masalah hukum di kemudian hari.

Sidang paripurna lanjutan pembahasan RAPBA-P 2010 yang berlangsung kemarin dipimpin Wakil Ketua I DPRA, H Amir Helmi SH dan dari eksekutif diwakili Sekda Aceh, T Setia Budi. Dari empat fraksi di DPRA, perwakilan dari Fraksi Partai Aceh tidak menyampaikan pendapatnya, mungkin sudah sependapat dengan pendapat Badan Anggaran DPRA yang disampaikan sebelumnya oleh Abdullah Saleh dari Fraksi Partai Aceh.(her)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar