Kamis, 07 April 2011

Penambangan Emas Berisiko Tinggi

* Pemkab Diimbau Proaktif Bujuk Warga
Tue, Feb 22nd 2011, 10:26

BANDA ACEH - Penambangan emas yang dilakukan warga secara tradisional di sejumlah daerah di Aceh sangat berisiko tinggi terhadap kesehatan dan penyakit. Untuk itu pemerintah kabupaten yang terkait hal ini diimbau membujuk warganya untuk menghentikan aktivitas penambangan.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Petambangan dan Energi Aceh, Ir Ir Said Ikhsan MSi, Senin (21/2) terkait belasan warga yang diduga terserang malaria di Gunung Alue Peuleukong, Desa Ie Jeurengeh, Kecamatan Sampoiniet, Aceh Jaya, beberapa waktu lalu. Menurutnya, semua lokasi pertambangan khususnya emas punya risiko tinggi.

“Harga emas mahal, risiko penambangannya juga besar. Emas biasanya terdapat dalam bongkahan batu gamping (kapur). Urat batu ini membentuk rekahan dan mengandung air. Rekahan ini merupakan habitat sejumlah organisme termasuk nyamuk malaria yang mengancam. Ketika habitat organisme itu diganggu, bisanya mereka akan balik meyerang manusia,” kata Said didampingi Kasi Pengusahaan Penambangan Mahdi M Nur.

Dikatakan, berdasarkan itu pula setiap perusahaan penambang emas harus punya divisi khusus keselamatan kerja dan kesehatan. Keharusan ini tak relevan dengan penambanga yang dilakukan warga secara tradisional di lahan yang bukan WPR (wilayah tambang rakyat).

“Berdasarkan regulasi yang berlaku, yang boleh ditambang langsung oleh rakyat adalah di kawasan WPR. Kebanyakan warga melanggar itu, padahal sangat berbahaya. Hanya perusahaan tertentu dan telah berizin yang dapat menambang emas primer. Khusus tradisional harus di WPR yakni tambang emas skunder dengan cara mendulang di aliran sungai,” katanya.

Menurut Said, pada sejumlah kawasan tambang emas di Aceh seperti di Gunung Alue Peuleukong, Aceh Jaya, Gunung Ujeuen, Sawang, dan Gempang, kebiasaan warga ini semakin mengkhawatirkan dan mengancam keselamatan. Berdasarkan fakta yang terjadi di beberapa kawasan Indonesia, trend ini dimulai ketika sebuah perusahan penambang emas mengeksplorasi kawasan tertentu dan melibatkan warga.

Warga yang mengetahui cara penambangan bisanya memanfaatkan pengetahuan yang didapat saat survei diam-diam menambang tanpa sepengetahuan perusahaan. Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Aceh, pada tahun 2010 hingga awal 2011, terdapat 109 izin yang dikkeuarkan Pemerintah Aceh, 17 merupakan izin ekploitasi dan sisanya izin eksporasi.

Menyikapi hal ini, Said Ikhsan mengaku pihaknya sudah melakukan peningkatan pengawasan. Sebelumnya juga sudah dilakukan pelarangan, imbauan, dan sosialisasi, namun hingga ini belum diindahkan warga semenatara pihak pemkab juga belum maksimal menerapkan regulasi. Padahal jelas-jelas tambang emas rakyat tradisional di luar WPR ini dinilai melanggar UUPA, UU No 4/2009 tentang tambang mineral, UU No 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolan lingkungan, UU No 2/2008 tentang penggunaan kawasan keutanan, PP No 74/ 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun serta sejumlah regulasi lainnya.

Terkait hal ini, pemerintah daerah yang terkait dengan masalah ini diimbau proaktif membantu pemerintah provinsi mencegah warga dengan cara persuasif. “Warga harus diberi pemahaman bahwa itu berbahaya dan melanggar peraturan. Pemkab harus tegas, apalagi konon warga penambang didatangkan dari luar, ini tentu tak bisa direkomendasi,” imbuhnya.(gun)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar