Kamis, 07 April 2011

Dewan Desak Gubernur Tinjau Ulang Izin Tambang

Wed, Feb 23rd 2011, 08:52

BANDA ACEH - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), mendesak pemerintah provinsi dalam hal ini Gubernur Aceh mencabut izin pertambangan di lahan warga di Panton Luah, Sawang, serta daerah lain di Aceh Selatan. Rakyat harus diberi peluang menggarap lahan pertambangan bijih besi dan emas yang selama ini sudah mereka geluti.

Anggota DPRA asal pemilihan Aceh Selatan, Tgk Muhibbussubri mengaku saat ini ada sekitar 4.000 warga menggantung hidup dari ekspoloitasi hasil tambang di lokasi itu. Selama ini mereka terabaikan oleh aturan yang tidak memihak rakyat tetapi memihak pihak perusahaan. Apalagi, perusahaan yang masuk ke lokasi itu mengabaikan warga sekitar, serta jalan di beberapa kampung rusak.

Menurut Muhibbussubri, warga sangat berharap bisa terus beraktifitas di tempat itu apalagi mereka sudah mengumpulkan diri dalam koperasi. Selain itu, kalau memang nantinya pemerintah mengutip retribusi, warga tidak akan mempermasalahkan asalkan perusahaan tidak mengambil alih tempat tambang rakyat.

Politisi PPP ini tidak mempersoalkan kalau perusahaan masuk untuk eksplorasi asal tidak masuk ke lahan yang selama ini digarap warga. “Silakan masuk dan cari lahan lain yang belum tergarap,” ujarnya.

Dalam penjelasan kepada Serambi, Muhibbussabri mengaku sudah menemukan surat perjanjian kerjasama antara Bupati Aceh Selatan dengan koperasi serba usaha (KSU) Tiega Manggis dan Gubernur Aceh.

Ia mengatakan, surat itu bernomor 05/perj/2009, nomor 02/KSU-TM/IV/2009, dan nomor 02/pks/2009 tentang izin kuasa pertambangan ekspolrasi dan eksploitasi bijih besih oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiega Manggis di Kecamatan Kluet Tengah.

Dalam surat perjanjian tersebut ujar Muhibbussabri, tertera hak dan kewajiban yang harus dipenuhi koperasi sebagai pihak kedua. Koperasi bersedia membayar iuran produksi kepada Pemkab Aceh Selatan (pihak pertama) sebesar 3 persen dari harga jual perton sesuai paraturan perundang-undangan, serta memberikan golden share (bagi hasil) sebesar 10 persen pertahun dari laba bersih produksi setelah terlebih dahulu dikurangi biaya investasi, operasi, pajak dan retribusi daerah yang disetor ke kas daerah. Kemudian dalam poin lain surat itu ujar Muhibbussabri, untuk pihak ketiga (gubernur Aceh) mendapat bagi hasil 15 persen pertahun dari laba bersih setelah dahulu dikurangi biaya investasi, operasi, pajak dan retribusi daerah yang langsung di setor ke kas daerah.

Khusus untuk pemasukan PAD Aceh dari sektor ini ujar Mihibbussabri sangat tidak memuaskan terutama laporan yang ia dapat saat pembahasan RAPBA 2011. “Ini salahsatu alasan yang menyebabkan izin itu harus dievaluasi,” ujarnya.

Semestinya, pemerintah harus menegakkan aturan sehingga tidak asal keluarkan izin. Aspek analisa dampak lingkungan (AMDAL) harus menjadi pijakan utama sehingga rakyat tidak dirugikan, pinta Muhibbussabri.(swa)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar