Senin, 30 Mei 2011

zin Pertambangan Merajalela ; Barat Selatan Aceh Terancam Bencana Besar

Aceh - Senin, 30 Mei 2011 01:10 WIB
I
Banda Aceh, (Analisa). Masyarakat di kawasan pantai barat selatan Provinsi Aceh saat ini merasa khawatir akan terjadinya bencana alam besar yang akan mengancam kehidupan mereka di masa yang akan datang menyusul akan beroperasinya sejumlah perusahaan pertambangan di daerah mereka.
Beroperasinya belasan perusahaan tambang khususnya yang bergerak di bidang eksplorasi dan ekspoitasi bijih besi dan emas tersebut, menyusul izin dikeluarkan baik oleh Pemerintah Provinsi Aceh maupun pemerintah kabupaten/kota setempat.

Pemberian izin tersebut terkesan telah mengabaikan sikap penolakan dan protes yang dilancarkan oleh masyarakat di beberapa kabupaten/kota di barat selatan ini seperti Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Subulussalam, dan Aceh Jaya. Pemerintah pun dinilai tak peduli lagi terhadap keselamatan warganya yang merasa terancam.

"Kita sangat menyayangkan pemberian izin pertambangan yang saat ini begitu merajalela, yang dilakukan Pemprov Aceh maupun beberapa kabupaten/kota. Seharusnya, mereka lebih mengutamakan keselamatan rakyatnya dari ancaman bencana ketimbang mencari untung dari sektor pertambangan," ujar Juru Bicara Kaukus Pantai Barat Selatan (KPBS) Aceh, TAF Haikal kepada wartawan, Sabtu (28/5).

Ia mencontohkan, warga dari enam Desa di Kecamatan Jeumpa Aceh Barat Daya telah mengirimkan surat kepada Gubernur Aceh. Surat yang ditandatangani masing-masing Geucik setempat, menolak kehadiran PT Juya Aceh Minning (JAM) dan perusahaan tambang lainnya yang akan melakukan eksploitasi dan eksplorasi bijih besi di kawasan mereka.

Selain itu, mereka meminta Gubernur Aceh agar tidak mengeluarkan izin apa pun terkait aktifitas pertambangan di kawasan mereka. "Masyarakat sepakat menolak daerah mereka dieksploitasi dan hancur atas nama pertumbuhan ekonomi semu. Bukti-bukti kerusakan akibat kegiatan penambangan seperti di Manggamat tampak nyata, mengapa masih juga mengizinkan tambang," kecamnya.

Haikal mengatakan, dari 109 data perusahaan tambang tahun 2010 lalu, sedikitnya 66 perusahaan yang menjalankan pertambangan di wilayah Barat Selatan. Kemudian ada tiga perusahaan yang sudah mengantongi AMDAL-nya, yaitu di Aceh Jaya, Subulussalam dan Aceh Selatan.

Peruntukkan izin-izin investasi pertambangan di Aceh jangan diberikan seenaknya. Pemprov Aceh harus mengkaji lebih dalam lagi karena termasuk daerah yang rawan terhadap bencana. Pasalnya, kalau HPH menebang di atas permukaan bumi, tapi kalau pertambangan itu bisa mengorek bumi dan sangat besar resiko terjadinya bencana.

Ia juga mengecam pemilihan sektor tambang sebagai basis pembangunan Aceh sebagaimana yang disebutkan Gubernur Irwandi Yusuf dalam pembukaan Musrenbang RKPA beberapa waktu lalu, karena itu solusi keliru untuk mensejahterakan masyarakat.

"Fakta menunjukkan tidak ada daerah makmur karena tambang. Di Indonesia banyak contoh, seperti Bangka Belitung yang tinggal lubang-lubang besar peninggalan tambang timah, Papua yang gunungnya sudah menjadi danau dikeruk oleh Freeport, tapi masyarakat setempat tetap miskin.

Banyak Konflik

Juga bisa dilihat mulai dari Aceh Selatan hingga Tamiang, banyak terjadi konflik akibat pertambangan. Dari sisi PAD tidak jelas pemasukan dari sektor pertambangan yang masuk ke kas pemerintah. Dari sisi tenaga kerja juga tidak banyak pekerja yang terserap mengingat tambang di Aceh hanyalah tambang mengeruk semata tanpa pengolahan lebih lanjut (pabrik). Pertambangan di Aceh adalah keruk tanah sedalam-dalamnya (penambangan terbuka/open pit), ambil, ekspor dan lalu bekas tambang ditinggalkan begitu saja.

Sementara Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan pada Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Armia SH menyatakan aktivitas pertambangan sudah sangat jelas akan merusak lingkungan, dan akan menimbulkan dampak seperti terjadinya berbagai bencana.

"Jelas merusak dan berpotensi besar mengundang bencana. Seperti kawasan hutan dan gunung, kita rusak dan mengambil bahan galian. Kerusakan tidak hanya sekitar, tapi juga meluas kemana-mana, apalagi jika tidak diikuti dengan reklamasi kerusakan tersebut," ungkapnya.

Menurutnya, untuk menghindari bencana alam, pemerintah harus benar-benar bersikap tegas kepada perusahaan. Bagi perusahaan penambang, kata dia, penutupan tambang usai pemanfaatan sudah merupakan keharusan dengan menganggarkan dana penutupan itu dalam komponen biaya perusahaan hingga masa izin berlaku."Pemerintah, harus benar-benar bisa memastikan apakah perusahaan itu sudah menjalankan kewajibannya melakukan penutupan bekas tambang," terang Armia. (mhd)

Sumber Analisadaily.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar