Kamis, 19 Mei 2011

Mendagri Prihatin atas Defisit Anggaran Kab/Kota

Tue, Mar 29th 2011, 10:22

JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menyatakan prihatin atas terjadinya defisit anggaran pada sejumlah kabupaten/kota di Aceh. Kabupaten/kota yang kini mengalami defisit anggaran itu meliputi Aceh Utara, Bireuen, Kota Lhokseumawe, Aceh Timur, Pidie, Aceh Barat, dan Aceh Barat Daya.

Defisit tersebut, menurut Mendagri, harus segera diatasi. Antara lain, dengan cara merelokasi anggaran dengan tetap memperhitungkan dan menjamin belanja pegawai, melakukan efisiensi belanja dengan titik berat pada belanja pelayanan publik dan prioritas belanja pegawai, serta mengurangi belanja yang tidak perlu dan dan tidak signifikan untuk pelayanan publik.

“Harus segera diambil langkah-langkah solutif untuk mengatasi defisit anggaran. Pemerintah provinsi juga harus melakukan kontrol ketat dan evaluasi RAPBK,” kata Mendagri sebagaimana disampaikan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, menjawab Serambi di Jakarta, Senin (28/3).

Disebutkan, defisit anggaran yang dialami sejumlah kabupaten/kota di Aceh itu diduga karena terjadi ketidakseimbangan belanja anggaran dengan biaya yang tersedia. “Salah satu cara mengatasinya adalah melakukan rasionalisasi belanja,” katanya.

Ia tidak mau terburu-buru mengatakan persoalan yang dihadapi kabupaten/kota tersebut sebagai sebuah ‘kebangkrutan’. “Kalau itu dikatakan bangkrut, maka harus dilihat dulu definisi bangkrut. Saya kira yang terjadi adalah defisit, di mana belanja lebih besar daripada pendapatan,” imbuh Raydonnyzar yang sebelumnya menjabat Direktur Administrasi Pendapatan dan Investasi Daerah, Kementerian Dalam Negeri.

Menurutnya, defisit anggaran terjadi karena kesalahan perencanaan penggunaan anggaran oleh pihak eksekutif dan DPRK yang memunculkan overekspektasi (harapan yang berlebihan). “Itu yang harus diseleraskan dulu, jangan sampai overekspektasi,” ingatnya.

Reydonnyzar mengatakan, defisit anggaran memang dimungkinkan, asal tidak melebihi angka 3,5 persen dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah bersangkutan. Tapi ia tidak yakin kabupaten/kota di Aceh mengalami defisit yang sangat besar, mengingat daerah tersebut memperoleh kucuran dana yang sangat besar tiap tahunnya, yakni dana Otonomi Khusus (Otsus), bagi hasil migas dan sebagainya. “Kalau itu terjadi, maka yang harus kita pertanyakan, seberapa efektif dana otsus yang besar itu,” tanya Reydonnyzar.

Ia mengingatkan bahwa kontrol dan evaluasi anggaran di masing-masing kabupaten/kota berada pada pemerintah provinsi. “Evaluasi itu ada di pemerintah provinsi,” tukas Kapuspen.

Tak dibenarkan
Raydonnyzar menamahkan, Kementerian Dalam Negeri sejauh ini belum mendapat laporan resmi mengenai defisit anggaran yang dialami kabupaten/kota di Aceh. “Kita akan evaluasi dan pelajari lebih detail, apa sesungguhnya yang terjadi di sana,” kata Kapuspen.

Ketika dikatakan bahwa kabupaten/kota di Aceh tidak mampu lagi membayar gaji pegawai, Kapuspen mengatakan sangat mustahil terjadi karena dana tersebut tersedia dalam dana Alokasi Umum (DAU). “Makanya nanti kita akan pelajari seperti apa,” katanya.

Hanya saja ia ingatkan, pemerintah daerah tidak dibenarkan melakukan pinjaman kepada lain untuk membayar gaji pegawai. “Sangat tidak dibenarkan pemda pinjam uang untuk bayar gaji. Tidak ada rumusnya,” tukas Reydonnyzar.

Secara terpisah, Wakil Ketua Tim Pemantau Otonomi Khusus Aceh-Papua DPR RI, Drs Marzukli Daud mengatakan, kabupaten/kota harus mengatasi terjadinya defisit anggaran. “Saya kira perlu keseimbangan antara pendapatan dan besarnya belanja,” kata politisi Partai Golkar yang kini duduk di Komisi IV DPR RI ini.

Prihatin
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh, Dr Ahmad Farhan Hamid juga menyatakan prihatin terhadap defisit anggaran yang dialami mayoritas kabupaten/kota. “Dana yang diterima kabupaten/kota cukup besar, maka alangkah musykil kalau ada daerah yang harus pinjam uang untuk bayar gaji,” kata Farhan yang juga Wakil Ketua MPR RI.

Dia sarankan pemerintah provinsi harus melakukan pengawasan dan evaluasi yang ketat terhadap daerah-daerah yang mengalami defisit anggaran, seperti Aceh Utara, Bireuen, Kota Lhokseumawe, Aceh Timur, Pidie, Aceh Barat, dan Aceh Barat Daya. (fik)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar