Kamis, 26 Mei 2011

Prospek Bisnis Sawit di Aceh Menggiurkan

Wed, Mar 30th 2011, 09:00

MEDAN - Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit), H Joefly Bahroeny, menyatakan bahwa prospek bisnis industri kelapa sawit di Aceh sangat menggiurkan, pasca-ditandatanganinya perjanji damai MoU Helsinki. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) juga tidak menjadi problem berarti.

“Masalah RTRW tak begitu problem sekali. Kalau dulu masalah keamanan, sekarang dengan adanya perjanjian Helsinki masalah keamanan sudah pulih kembali,” katanya didampingi Direktur Eksektif GAPKI, Fadhil Hasan, usai pembukaan Konferensi ‘Semarak Seratus Tahun Industri Kelapa Sawit Indonesia’ di Medan, Selasa (29/3).

Dia menyebutkan, saat ini lahan perkebunan yang ada di Aceh masih sangat kecil, lebih kecil dari lahan sebuah perusahaan swasta yang ada di Medan. Itu pun, sambung dia, sebagian besar tanamannya sudah harus diremajakan (replanting) kembali. Untuk itu, dia mengimbau perusahaan pemilik perkebunan, baik BUMN maupun swasta, untuk segera mengajukan luas areal yang sudah pantas diremajakan dengan melampirkan sertifikasi lahan yang jelas.

Joefly optimis, ke depan industri kelapa sawit di Aceh tetap berjaya dan menikmati jaman keemasannya. Keyakinan ini cukup beralasan, mengingat ada beberapa perusahaan swasta yang saat ini sudah menghasilkan minyak goreng dan memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit, seperti minyak goreng Falmico produksi PT Astra Agro Lestari yang memiliki lahan perkebunan sawit di beberapa daerah di Aceh.

Pelaksanaan konfrensi Seratus Tahun Kelapa Sawit di Indonesia setidaknya kata Joefly, dapat menjawab skeptisme berbagai pihak tentang masa depan industri kelapa sawit Indonesia dan Aceh khususnya. “Memasuki abad ke dua, perkebunan kelapa sawit Indonesia ke depan akan menghadapi tantangan baru yang lebih besar. Selain harus mempertahankan posisi sebagai produsen CPO terbesar dunia, kita perlu mempercepat pendalaman industri hilir kelapa sawit. Sehingga suatu saat Indonesia mengekspor produk turunan dari CPO yang bernilai tambah tinggi,” ujarnya.

Untuk mempertahankan produksi CPO itu, produktivitas perkebunan kelapa sawit khususnya perkebunan rakyat harus ditingkatkan dengan mengejar produktivitas TBS 35 ton/ha/tahun dengan rendemen 26 persen, dan ini bisa dicapai dengan mengimplementasikan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) yang pro-people, pro-planet, dan pro-profit.(lau)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar