Kamis, 06 Januari 2011

Ratusan Hektare HPH dan HTI Ditelantarkan

* PAD Sektor Hutan 2005-2010 Rp 3,5 Miliar
Thu, Jan 6th 2011, 09:49

BANDA ACEH - 15 Perusahaan pemegang izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hutan Tanaman Industri (HTI) yang tersebar di seluruh Aceh saat ini berstatus tidak aktif. Lahan belum digarap meski izin penguasaan lahan telah dikantongi antara tahun 1991 dan 2010. Akibatnya, ratusan ribu hektare lahan menjadi telantar. “Saya sempat terkejut melihat begitu banyak perusahaan yang sudah mengantongi HPH, tetapi sampai sekarang tidak menggarap lahan. Mereka bohong dan telah menciderai rasa keadilan rakyat,” kata anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Aceh, HT Bahrum Manyak, kepada Serambi, Rabu (5/1).

Berdasarkan data yang ada padanya, lahan ditelantarkan tersebar di Kabupaten Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Aceh Timur, Bener Meriah, Aceh Barat, Pidie, Subulussalam, Bireuen, dan Kabupaten Aceh Utara. “Dalam catatan Dishutbun Aceh, perusahaan sudah mendapat izin HPH sejak tahun 1991, tetapi sampai sekarang lahan terbengkalai. Alasan perusahaan bahwa mereka belum mendapat pinjaman kredit perbankan,” ujarnya. Menurut Bahrum, persoalan tidak berhenti disini. Laporan pejabat Dishutbun Aceh saat audiensi dengan anggota DPD Senin (3/1), ada perusahaan yang mengantongi HPH untuk hutan taman industri tetapi menelantarkan lahan. Lahan tersebar di Bireuen, Aceh Utara, Bener Meriah, Aceh Tengah, Aceh Timur, dan Kabupaten Aceh Utara.

“Izin penguasaan lahan perusahaan ini sampai 2053. Bayangkan berapa tahun lagi lahan telantar. Kita tidak persoalkan asal lahan mereka garap, tetapi yang menjadi masalah lahan ditelantarkandan rakyat yang terjajah,” ujar Bahrum. Terhadap kondisi ini, mantan anggota DPRA ini mendesak Menteri Kehutanan RI mencabut izin HPH yang telah dikeluarkan untuk perusahaan yang menelatarkan lahan. Begitujuga pada pemerintah Aceh untuk melakukan hal yang sama sehingga lahan tidak terlalu lama berada pada pihak yang tidak bertanggungjawab. “Rakyat butuh lahan. Putuskan kontrak dengan perusahaan dimaksud dan berikan lahan untuk pengebangan ekonomi rakyat,” pintanya.

Pemasukan minim
Persoalan lain yang menjadi tanda tanya pihak DPD adalah soal pemasukan dana dari sektor hutan untuk pemerintah Aceh, yang sejak tahun 2005 hingga 2010 hanya Rp 3.588.629.230. Rinciannya ujar Bahrum, tahun 2005 Rp 1.785.871.515, tahun 2006 Rp 1.061.541.265, tahun 2007 Rp 251.720.072, tahun 2008 Rp 65.112.795, tahun 2009 Rp 179.877.064, dan tahun 2010 sebesar Rp 244.506.564.

“Melihat enam tahun terakhir, pemasukan dari sektor kehutanan sangat minim. Kami curiga terhadap pemasukan dana dari sektor hutan,” pungkasnya. Bahrum berjanji akan menyampaikan persoalan kehutanan di Aceh pada saat paripurna DPD di Jakarta serta kepada menteri terkait. “Kebohongan ini harus dibongkar sehingga daerah dan rakyat tidak dirugikan,” tandas Bahrum.(swa)

Sumber : Serambinews.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar