Selasa, 04 Januari 2011

2010, Aceh diterjang 624 bencana

Friday, 31 December 2010 07:16

BANDA ACEH - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat 624 kali terjadi berbagai bencana di Provisi Aceh sepanjang 2010.

"Kami prihatin, 2010 ini merupakan tahun duka bagi masyarakat Aceh karena ditimpa bencana alam ratusan kali," kata Direktur Eksekutif Daerah Walhi Aceh TM Zulfikar di Banda Aceh, Kamis (30/12).

Berdasarkan data yang dirangkum Walhi Aceh dari berbagai sumber, kata dia, bencana banjir terjadi banjir 250 kali. Kemudian konflik satwa 124 kali, abrasi pantai 97 kali, angin ribut 60, longsor 47 kali, kebakaran hutan 24 kali, dan 22 kali terjadi gempa bumi.

Ia mengatakan dari jumlah tersebut seolah-olah bencana alam yang menimpa rakyat Aceh terjadi tanpa akhir. Jika total bencana tersebut dirata-ratakan, maka dua kali sehari terjadi bencana alam.

Menurut dia, bencana tersebut dominan terjadi karena kerusakan ekologis akibat ulah manusia, seperti konvensi hutan maupun eksploitasi tambang yang tidak ramah lingkungan.

Ia menyebutkan konvensi lahan menjadi pertambangan maupun perkebunan telah menggerus 540,839 ribu hektare dari total 3,549 hektare luas hutan Aceh hingga 2010.

"Akibat konvensi hutan ini menyebabkan terjadi banjir bandang maupun tanah longsor. Kerugian yang ditimbulkan akibat bencana ini sudah tidak terhitung lagi," katanya.

TM Zulfikar menyebutkan data Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Aceh ada 105 izin pertambangan dengan luas lahan konsesi mencapai 484,5 ribu hektare.

Ironisnya, kata dia, lahan konsesi tersebut umumnya berada di kawasan hutan lindung, sehingga mengancam ekologi lingkungan karena akan terjadi pembabatan hutan secara besar-besaran,

"Izin-izin tambang tersebut harus dihentikan. Selain mengancam ekologi, pertambangan juga telah melahirkan berbagai konflik sosial di tengah masyarakat. Apalagi sektor pertambangan belum mampu menggerakkan ekonomi masyarakat setempat," ketus TM Zulfikar.

Ia mengatakan, pembabatan hutan merupakan faktor penyebab terjadinya ratusan kali bencana alam. Kawasan hutan tidak mampu lagi menampung debit air hujan.

Akibat lainnya, kata dia, satwa liar kehilangan mata rantai makanan, sehingga hewan buas tersebut terpaksa merambah ke pemukiman penduduk mencari sumber penghidupan.

"Walhi mendesak pemerintah Aceh tegas soal kerusakan ekologis ini. Jika terus dibiarkan, rakyat Aceh menjadi sengsara karena bencana alam akibat ulah manusia," demikian TM Zulfikar.

Sumber : Waspada.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar