Kamis, 21 April 2011

Berbahaya, WNA Masuk dan Bekerja Semaunya

Sat, Mar 12th 2011, 11:22

BANDA ACEH - Kepala Bidang Pengawasan Ketenagakerjaan Disnakermobduk Aceh, Teuku Syahrul SH mengatakan, warga negara asing (WNA) tidak bisa masuk dan bekerja semaunya di Aceh. Karena, selain melanggar aturan ketenagakerjaan, keberadaan warga asing yang tidak terdata, terkoordinir, dan terawasi dengan baik, dikhawatirkan dapat mengancam stabilitas dan keamanan negara. “Berbahaya, WNA yang masuk dan bekerja seenaknya, apalagi dalam jumlah besar di wilayah pedalaman lagi,” katanya, kepada Serambi, Jumat (11/3).

Menurut Teuku Syahrul, WNA yang masuk ke negeri ini, memang harus mengantongi kartu izin tinggal sementara (Kitas) yang dikeluarkan Imigrasi dan wajib diawasi. Namun, khusus bagi TKA (tenaga kerja asing), selain perusahaan yang menggunakan TKA telah memiliki rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA), pekerja asing itu sendiri wajib mengantongi izin mempekerjakan tenaga asing (IMTA) yang dikeluarkan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja

(Binapenta) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Selain itu, IMTA yang diterbitkan Dirjen Binapenta, diberikan berdasarkan RPTKA. Sebagai contoh, izin kerja bagi WNA dikeluarkan untuk kabupaten A dengan area kerja blok B, namun mereka bekerja diblok C, maka sesuai aturan ketenagakerja bagi warga asing, pengawasan tenaga kerja, berkewajiban mengusirnya. Begitupun, pihak belum mengetahui persis, apakah 15 WNA asal Cina yang menggarap timah di Gayo Lues, telah mengantongi IMTA. Karena, hingga saat ini, pihaknya belum menerima dari Pemkab Gayo Lues.

Kecuali telah mengantongi IMTA, keberadaan TKA yang tidak terdata, terkoordinir dan terawasi dengan baik, sebut Teuku Syahrul, dikhawatirkan dapat mengancam stabilitas dan keamanan negara. “Tanpa pengawasan yang ketat, andai saja ada WNA dalam jumlah besar dan bekerja wilayah pedalaman, sulit diprediksi, apakah mereka bekerja atau ada kepentingan lain yang mengancam keamanan dan kepentingan negara,” katanya.

Kepala Biro Hukum dan Humas Setda Aceh, Makmur Ibrahim SH M.Hum, yang dikonfirmasi Serambi, terkait adanya aktivitas warga asing yang melakukan eksplorasi timah di pedalaman Gayo Lues dan Aceh Timur, Gubernur Irwandi Yusuf, telah memerintahkan Kadis Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk, agar melakukan investigasi terhadap keberadaan pekerja asing, plus dapat mengambil tindakan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Sementara itu, Kepala Imigrasi Langsa Ridwan Manurung, melalui Kasi Lalintuskim, M Akmal SH menyebutkan, 15 warga negara Cina yang melakukan aktivitas penambangan timah di kawasan Lokop, Aceh Timur, memiliki dokumen lengkap keimigrasian dan izin dari instansi terkait. “Aktivitas warga negara asing tersebut juga sudah ada izin kerja dari pemerintah,” kata M Akmal SH. Menurutnya, ke 15 warga Cina itu, selain mengantongi Kitas, mereka juga sudah memiliki izin kerja dari instansi terkait yang dikeluarkan Direktur Jenderal Pembina Penempatan Tenaga Kerja, Kasubdit Analisis Perijinan Tenaga Kerja Asing Sektor Jasa, Drs Hery Sudarmanto SH.

Tak hanya itu, para pekerja asal Cina tersebut, diketahui dipekerjakan PT Meuligoe Timue Mining Zhongsheng, Gayo Letasri, dan Energi Oriental. “Semua syarat dan aturan ketenagakerjaan sudah terpenuhi,” katanya.Ia menambahkan, ke- 15 warga negara Cina itu adalah, Li Yuming, Fu Ruilin, Shenggoubai, Wu Jing Lin, Yang Zhanbo, Derendong, Zhang Zhongbo, Bing Jun Xu (di bawah bendera Energi Oriental Utama). Kemudian Xuesong Bai, Qingbin Wang, Lutcai, Wang Di, Zhijie Wang, Yangui Wang, Yan Liu, dan Yugao (di bawah bendera Gayo Lestari. “Mereka semua tergabung dalam satu group di bawah PT Meuligoe Timue Mining Zhongsheng,” jelas Akmal. (awi/is)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 20 April 2011

Cina Penggarap Timah Aceh Miliki Kitas Hingga November

Fri, Mar 11th 2011, 10:16

BANDA ACEH - Sebanyak 15 warga negara asing (WNA) asal Cina yang melakukan penambangan timah yang diduga masuk kawasan hutan lindung antara Pining-Lokop (Gayo Lues-Aceh Timur) ternyata mengantongi kartu izin tinggal terbatas (Kitas) setahun (1 November 2010-1 November 2011) yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Langsa.

Kepala Kantor Imigrasi Langsa, Ridwan Manurung SH MH mengakui pihaknya mengeluarkan Kitas untuk 15 warga Cina itu karena semua syarat diajukan perusahaan yang memperkerjakan mereka terpenuhi. “Ada tiga perusahaan tempat mereka bekerja. Semua syarat yang diajukan untuk mendapatkan Kitas terpenuhi, misalnya mereka mengantongi surat rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) yang dikeluarkan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) RI,” kata Ridwan menjawab Serambi usai mengikuti rapat di Kanwil Kemenkumham Aceh, Banda Aceh, Kamis kemarin.

Menurut Ridwan, dalam RPTKA yang berlaku hingga 2012 itu ditetapkan wilayah kerja mereka di Aceh Timur, Gayo Lues, dan Jakarta. “Lokasi penambangan di Lokop, Aceh Timur dan Pinding, Gayo Lues. Sedangkan Jakarta hanya perkantoran saja. Sedangkan Kitas nanti bisa diperpanjang sesuai masa berlaku RPTKA,” jelasnya.

Selain RPTKA, syarat lainnya yang diajukan untuk memperoleh Kitas itu juga terpenuhi, misalnya TA.01 (izin tenaga kerja asing), penguasaan visa dari Direktorat Jenderal Imigrasi ke KBRI di Beijing, dan berbagai dokumen perusahaan. “Bahkan izin dari bupati dan Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) dari kedua wilayah itu juga lengkap,” kata Ridwan.

Respons serius
Ditanya lokasi penambangan timah itu termasuk di kawasan hutan lindung, Ridwan mengaku tidak tahu karena kewenangan mereka hanyalah mengeluarkan Kitas kepada tenaga kerja asing jika semua syarat sudah dipenuhi.

“Tapi persoalan ini tetap kami respons serius, jika terjadi penyalahgunaan kerja tak sesuai yang diberikan dalam Kitas, mereka akan diawasi, bahkan bisa dideportasi ke negara asal,” tambahnya.

Seperti diketahui, saat Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, Pangdam IM Mayjen TNI Adi Mulyono dan rombongan pulang kunjungan kerja dari wilayah Gayo Lues menggunakan mobil, Gubernur Irwandi yang menyetir sendiri mobil Rubicon milik pribadinya tiba-tiba berhenti di tengah hutan belantara dekat daerah aliran sungai (DAS) Krueng Uring, Selasa (9/3).

Di lokasi yang termasuk dalam areal hutan lindung antara Pining-Lokop (Gayo Lues-Aceh Timur) dan konon termasuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), Gubernur mendapati sebuah camp mencurigakan terbuat dari papan dengan pagar kawat. Menjawab pertanyaan Irwandi, seorang di antara 15 warga Cina itu mengaku bahwa pihaknya sedang mengeksplorasi tambang timah. Seorang di antara mereka perempuan.

Gubernur memeriksa paspor dan izin tinggal seluruh penghuni camp itu. Berdasarkan visa izin tinggal yang mereka kantongi memang tercantum jelas adalah sebagai pekerja. Dalam izin tinggal itu mereka bekerja di tiga perusahaan yaitu, PT Energi Oriental Utama, PT Gayo Lues, dan PT Wayang Mini Gayoindo.

Berdasarkan penjelasan yang diberikan kepada Gubernur, mereka mengakui dipekerjakan oleh tiga perusahaan itu yang sudah tiga bulan berada dalam kawasan hutan tersebut. Perusahaan itu sendiri berkantor di Blangkeujeren, Gayo Lues. Terkait izin eksplorasi tambang timah tersebut, mereka akui ada, tetapi seluruh surat itu ada di kantornya dan mereka tidak memegangnya. Luas areal eksplorasi sekitar 63 kilometer persegi. (sal)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 18 April 2011

Cina Asing Garap Timah Aceh

* Dipergoki Gubernur dan Pangdam
Thu, Mar 10th 2011, 10:44


Gubernur Aceh Irwandi yusuf bersama Pangdam Iskandar Muda Adi Mulyono memeriksa pasport dan visa izin tinggal 15 warga negara asing asal Cina yang melakukan eksplorasi tambang timah di kawasan hutan ekosistem Leuser antara Pining, Gayo Lues - Lokop, Aceh Timur. Keberadaan mereka dipergoki Gubernur dan Pangdam saat menelusuri kawasan hutan itu, Selasa (8/3). SERAMBI/SUPRIJAL YUSUF

BANDA ACEH - Sebanyak 15 warga negara asing (WNA) asal Cina, dipergoki sedang melakukan penambangan timah dalam areal hutan lindung antara Pining-Lokop (Gayo Lues-Aceh Timur), yang konon termasuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).

Para penggarap timah Aceh asal Cina itu dipergoki rombongan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf dan Pangdam Iskandar Muda (IM) Mayjen TNI Adi Mulyono, saat melakukan kunjungan kerja ke wilayah itu, Selasa (8/3).

Gubernur Irwandi Yusuf bersama Pangdam IM Mayjen TNI Adi Mulyono dan kedua istri pejabat tinggi Aceh itu masing-masing, Darwati A Gani dan Nunuk Tri Handayani berada dalam satu mobil Rubicon warna hijau BL 666 JM. Mobil yang langsung disopiri Gubernur Irwandi berada paling depan dari 12 mobil yang ikut dalam rombongan itu.

Saat rombongan sedang melakukan perjalanan menelusuri hutan belantara dengan kondisi jalan tikus --lebar badan jalan hanya paspasan ban mobil-- yang penuh kubangan lumpur serta berbatuan cadas dan besar. Tiba-tiba di tengah hutan belantara di pinggir jalan dekat daerah aliran sungai (DAS) Krueng Uring ditemukan sebuah camp yang terbuat dari papan dengan pagar kawat.

Melihat camp yang mencurigakan di tengah hutan, Irwandi langsung memberhentikan mobilnya. Gubernur bersama Pangdam yang diikuti anggota rombongan lainnya langsung turun dari mobil, memasuki camp yang di dalamnya terdapat satu tenda hijau corak militer. “Kenapa anda berada di sini,” tanya Gubernur Irwandi pada seorang pria bermata sipit berusia sekitar 65 tahun yang diduga sebagai penerjemah.

Menjawab pertanyaan Irwandi, secara spontan ia langsung menyatakan bahwa pihaknya sedang melakukan eksplorasi tambang timah. Pada saat yang sama, belasan pria bermata sipit yang sebelumnya berada dalam camp itu, satu persatu keluar yang jumlahnya mencapai 15 orang, termasuk satu orang perempuan. Mereka tidak bisa berbahasa Indonesia maupun Inggris, kecuali bahasa Cina.

Periksa paspor
Gubernur langsung memeriksa paspor dan izin tinggal seluruh penghuni camp itu. Berdasarkan visa izin tinggal yang mereka kantongi memang tercantum jelas adalah sebagai pekerja. Dalam izin tinggal itu mereka bekerja di tiga perusahaan yaitu, PT Energi Oriental Utama, PT Gayo Lues, dan PT Wayang Mini Gayoindo.

Berdasarkan penjelasan yang diberikan kepada Gubernur, mereka mengakui dipekerjakan oleh tiga perusahaan itu yang sudah tiga bulan berada dalam kawasan hutan tersebut. Perusahaan itu sendiri berkantor di Blangkeujeren, Gayo Lues. Terkait izin eksplorasi tambang timah di kawasan hutan itu mereka akui ada, tetapi seluruh surat itu ada di kantornya dan mereka tidak memegangnya. Dengan luas areal eksplorasi sekitar 63 kilometer persegi.

Bahkan keberadaan seluruh pekerja itu sudah dilaporkan ke aparat kepolisian dan pihak imigrasi. Dandim Gayo Lues, Letkol Kav Rusdi SIF yang ikut dalam rombongan itu mengakui tidak pernah mengetahui keberadaan pekerja asing dalam hutan tersebut. “Saya tidak pernah mendapat laporan soal mereka ini,” ungkap Dandim yang juga merasa terkejut melihat adanya pekerja asing tersebut.

Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Kadistamben) Aceh, Ir Said Ikhsan yang ditanyai soal izin perusahaan yang melakukan eksplorasi tambang tersebut mengakui tidak tahu. “Kita tidak pernah mengeluarkan izin maupun rekomendasi untuk perusahaan itu. Mungkin ini izinnya dikeluarkan oleh bupati, karena untuk luas areal 100 hektar itu izinnya bisa langsung dikeluarkan oleh kabupaten,” katanya.

Usai melakukan pengecekan itu Gubernur dan Pangdam bersama rombongan kembali melanjutkan perjalanan. Dan seluruh pekerja tambang asal Cina tidak ada satu pun yang ditahan, tetapi mereka diminta untuk terus dilakukan pengawasan.(sup)

Sumber : Serambinews.com

Aceh Akan Bangun Industri Fiber

Thu, Mar 10th 2011, 08:00

BANDA ACEH - Pemerintah Aceh melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) akan membangun industri fiber untuk kapal nelayan yang kini mulai kesulitan mendapat bahan baku kayu. “Ini program jangka panjang mengingat nelayan Aceh kesulitan mendapatkan kayu sebagai bahan baku kapal,” kata Kepala DKP Aceh, Razali, Rabu (9/3).

Nelayan kesulitan mendapatkan kayu bahan baku pembuatan kapal sejak Gubernur Aceh memberlakukan moratorium loging. Menurut dia, industri fiber tersebut mulai dikembangkan pada 2012. Jika program ini berhasil, maka nelayan Aceh tidak perlu lagi menggunakan kapal kayu.

“Selain industri ini ramah lingkungan, nelayan Aceh juga mendukung program moratorium loging dengan tidak lagi menggunakan kayu sebagai bahan baku pembuatan kapal,” katanya.

Hanya saja, ucap Razali, nelayan Aceh belum terbiasa menggunakan kapal fiber. Bahkan masih ada anggapan menggunakan kapal fiber tidak cocok dengan kondisi laut di perairan Aceh.

“Itu tidak benar, anggapan nelayan terhadap fiber yang selama ini negatif harus dihilangkan. Nelayan Aceh harus diyakinkan bahwa fiber lebih kuat ketimbang kayu untuk kapal mereka,” ucapnya.

Razali mengatakan, adanya anggapan negatif tersebut karena nelayan Aceh belum mencoba menggunakan kapal fiber. Karena itu DKP Aceh akan terus menyosialisasikan penggunaan kapal fiber.

“Setelah program fiber ini berjalan, nelayan akan merasakan bahwa penggunaan bahan baku dari serat kaca ini lebih murah, kuat, dan mudah didapat,” katanya.

Selain itu, kata dia, pihaknya akan mengajukan izin penebangan khusus untuk memenuhi bahan baku kayu kapal nelayan sebelum industri fiber tersebut dikembangkan. “Nanti kayu-kayu untuk kapal akan diupayakan dari kawasan yang tidak mengganggu konservasi. Tapi ini program jangka pendek. Sedangkan jangka panjang, yakni membangun industri fiber,” pungkas Razali.(ant)

Sumber : Serambinews.com

Pembangunan Jalan Lintas Tengah Tuntas Empat Tahun

* 2011 Dialokasikan Rp 620 Miliar
Tue, Mar 8th 2011, 11:19

BLANGKEJEREN - Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menyatakan, sangatlah penting dan strategis untuk membangun dengan baik prasarana jalan lintas tengah Aceh. Sebab, dengan adanya jalan berkualitas baik yang menghubungkan dari dan ke wilayah tengah Aceh, maka masyarakat Dataran Tinggi Gayo akan merasa “merdeka”.

Menurutnya, untuk membangun jalan yang menghubungkan Bireuen-Takengon (Aceh Tengah)-Blangkejeren (Gayo Lues)-Kutacane (Aceh Tenggara)-Subulussalam dan sejumlah ruas lainnya di wilayah tengah, butuh dana sekitar Rp 1,8 triliun. “Untuk itu saya berjanji, jalan lintas tengah akan tuntas dalam empat tahun ke depan. Tapi programnya sudah dimulai dari tahun 2011 ini,” ucap Gubernur Irwandi di Pendapa Bupati Gayo Lues, Senin (7/3). Silaturahmi itu dihadiri ratusan tokoh masyarakat, tokoh adat, ulama, dan unsur muspida setempat.

Dalam acara ramah tamah itu Gurbernur Irwandi didampingi Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Adi Mulyono, Bupati Gayo Lues Ibnu Hasim, dan Ketua DPRK Gayo Lues H Muhammad Amru.

Irwandi kembali menegaskan bahwa wilayah tengah Aceh merupakan daerah yang memiliki potensi cukup besar dan ia akan jadikan daerah itu sebagai Aceh masa depan. “Artinya, daerah ini dengan sumber daya alam yang dimilikinya, menjadi tumpuan perekonomian Aceh pada masa mendatang,” ujar pria kelahiran Bireuen ini.

Menanggapi permintaan tokoh masyarakat yang hadir dalam silaturahmi agar jalan di lintas tengah segera diperbaiki, menurut Irwandi, itu memang sudah menjadi program prioritasnya. Bahkan dalam dua tahun terakhir sudah mulai dilakukan. “Lihat saja jalan Takengon-Blangkejeren saat ini sudah semuanya diaspal, meskipun di sana-sini masih butuh peningkatan dan perbaikan,” ujarnya.

Bahkan untuk memperbaiki dan peningkatan kualitas jalan yang menghubungkan Blangkejeren-Kutacane itu, dalam tahun ini sudah dianggarkan dana Rp 50 miliar. “Saya sudah minta kepala dinas terkait untuk bekerja serius menyelesaikan proyek jalan Blangkejeren-Kutacane yang harus siap dalam tahun 2011 ini,” tegas Irwandi.

Dalam tahun ini, ungkapnya, untuk jalan lintas tengah seluruhnya sudah dianggarkan Rp 620 miliar. Dana sebesar itu termasuk untuk proyek jalan lintas Bireuen-Takengon (Aceh Tengah)-Blangkejeren (Gayo Lues)-Kutacane (Aceh Tenggara). Di samping itu, jalur Samarkilang (Bener Meriah)-Aceh Utara-Pining (Gayo Lues)-Lokop-Peureulak (Aceh Timur), dan Terangon (Gayo Lues)-Ie Mirah (Abdya).

Sedangkan kekurangan dana Rp 1,18 triliun lagi, kata Gubernur, akan diusahakan secara bertahap dalam tiga tahun anggaran. Pada tahun 2014 nanti seluruh jalan di lintas tengah yang menghubungkan pesisir dengan Dataran Tinggi Gayo tersebut sudah mulus. Dengan demikian, hasil pertanian seperti sayuran, kemiri, cokelat, kopi, dan minyak atsiri akan mudah dipasarkan ke luar daerah maupun ke luar negeri.

“Kalau ini terwujud, maka masyarakat daerah ini akan makmur, karena perekonomian mereka sudah meningkat lantaran hasil bumi naik harganya dan mudah dipasarkan,” ujar Irwandi.

Terkait kerusakan sawah di Kecamatan Pining akibat banjir bandang tahun 2006 dan sampai kini belum juga diperbaiki, Gubernur Irwandi berjanji akan segera menangani masalah itu lewat program bakti TNI. Secara spontan “tawaran” Irwandi ini langsung disanggupi Pangdam IM Mayjen TNI Adi Mulyono yang duduk di sebelahnya.

Otsus terbesar
Dalam kesempatan itu Gubernur Irwandi mengatakan, Kabupaten Gayo Lues (Galus) merupakan salah satu kabupaten di Aceh yang memperolah dana Otsus 2011 yang terbesar dibandingkan daerah lainnya. Ini semua bertujuan untuk membuat masyarakat sejahtera sekaligus untuk membantu pemerintah daerah dalam membangun sejumlah infrastruktur.

Mewakili tokoh agama, Teungku M Yusuf Maad mengusulkan kepada Gubernur Irwandi agar diprogramkan kembali pembangunan irigasi Aih Sejuk dan irigasi Aih Tilis. Pasalnya selama ini kedua bangunan irigasi tersebut sudah sering diusulkan masyarakat kepada pemerintah pusat, tapi belum ada realisasi.

Menanggapi hal itu, Gubernur Irwandi mengatakan, soal irigasi yang dikeluhkan itu akan diupayakan realisasinya dalam waktu dekat. Sementara itu, Amin, Kepala Mukim dari Kecamatan Pining mengusul agar segera dibangun jaringan handphone (tower hp) di daerah itu.

“Sementara tower hpnya belum ada, saya akan berikan dua hp satelit untuk masyarakat Pining. Yang satu di tangan camat, satu lagi di tangan kepala mukim. Hp ini akan dikirimkan segera,” jawab Gubernur.

Menuju Lokop
Berdasarkan jadwal terbaru, Gubernur Irwandi bersama Pangdam IM hari ini akan berkunjung ke Pining untuk melihat daerah pedalaman itu. Bahkan Gubernur yang didampingi istrinya, Darwati A Gani serta Pangdam IM berencana akan kembali ke Banda Aceh dengan menempuh jalur hutan belantara Pining-Lokop dan langsung tembus ke Peureulak, Aceh Timur. Untuk perjalanan bergaya adventure ini, rombongan telah menyiapkan chainsaw, senter, beras, dan logistik lainnya. (sup/c40)

Sumber : Serambinews.com

Pangdam IM Lepas Tim Ekspedisi Gunung Louser

Tue, Mar 8th 2011, 10:41

BLANGKEJEREN - Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI Adi Mulyono, Senin (7/3) melepas tim ekspedisi bukit barisan Gunung Louser di lapangan Pancasila Blangkejeren. Pangdam mengatakan, kegiatan itu bertujuan untuk mendeteksi sejauh mana kerusakan hutan louser selama ini, sehingga perlu dilakukan reboisasi kelak.

Kata Pangdam, lebih dari itu adalah untuk mengajak para akademisi baik dari Aceh maupun tingkat nasional untuk mengetahui sejauh mana sumber daya alam (SDA) gunung louser, serta mendeteksi flora dan fauna di kawasan hutan louser. Karena, katanya di hutan itu ada flora dan fauna yang tidak ada sama sekali di negara lain.

Lanjut Pangdam, setelah dilakukan dideteksi melalui tim ekspedisi lebih kurang dalam kurun waktu lima bulan, sehingga akan diketahui sejauh mana musnahnya flora dan faunan, serta kerusakan hutan yang terjadi selama ini. “Ini kegiatan yang pertama di Aceh melalui Aceh Louser, karena kawasan itu juga berada pada kawasan bukit barisan,”sebut Mayjen Adi Mulyono saat dikonfirmasi wartawan.

Secara terpisah Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, menanggapi hal itu, ekspedisi ini bukan untuk menangkap para pelaku illegal loging. Akan tetapi untuk mendeteksi sejauh mana SDA Gunung Louser serta keberadaan flora dan fauna yang ada di kawasan hutan gunung louser itu. “Kalau soal illegal logging tentu ada petugasnya melalui Polisi hutan (Polhut) yang sudah terbentuk sejak tahun 2007 lalu,”kata Irwandi Yusuf.

Sementara, regu ekspedisi dipimpin oleh Kapten Inf R Nasrul, kepada Serambi mengatakan, kegiatan itu diikuti sebanyak 155 orang yang melibatkan personel, akademisi dan masyarakat. Dirincikan, dari pusat 68 orang, sedangkan 87 orang dari Gayo Lues. Katanya, dari jumlah tersebut anggota Kopasus 38 orang, dari anggota Kostrad 11 orang, dari Ditop 1 orang, mahasiswa pusat 10 orang, Wanadri 5 orang, dari TV One 3 orang, serta dari Yonif 114/Galus 15 orang. Kasrem 4 orang, Hubrem 2 orang, anggota Kodim 0113/Galus 5 orang, dari Pemkab Galus 11 orang, dan dari Pemda Aceh 3 orang, selain itu anggota Polres Galus 5 orang, anggota PMI 2 orang, dari pengurus Walhi 1 orang dan mahasiswa Unsyiah 6 orang. Selanjutnya anggota Ranger 30 orang. “Kegiatan ini dipokuskan dalam penelitian yang terbagi dalam lima bidang, masing-masing yaitu pertama di bidang sosial, budaya, bencana, kehutanam, serta bidang flora dan fauna,”sebut Kapten Inf R Nasrul.(c40)

Sumber : Serambinews.com

Janji Gubernur, Jalan Bireuen-Takengon Siap Tahun Ini

* Di Samar Kilang Gubernur Serahkan Bantuan
Mon, Mar 7th 2011, 08:58

TAKENGON - Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf berjanji akan menyelesaikan proyek pembangunan jalan Bireuen-Takengon dalam tahun 2011. Dengan siapnya jalan yang menjadi urat nadi perekonomian wilayah tengah Aceh ini diharapkan menjadi era baru dengan berakhirnya keterisoliran daerah yang sudah berlangsung puluhan tahun, sehingga dengan cepat dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat dataran tinggi Gayo.

“Saya berjanji dalam tahun 2011 ini jalan Bireuen-Takengon akan selesai dikerjakan. Dan saya akan minta kepala Dinas Bina Marga dan Cipta Karya Aceh untuk memprioritaskan penyelesaian jalan ini,” kata Gubernur di hadapan Bupati Aceh Tengah Nasaruddin, serta ratusan tokoh masyarakat, alim ulama, dan unsur Muspida setempat, di Balai Ummi Takengon, Sabtu (5/3) malam.

Janji tersebut diutarakan Irwandi menanggapi permintaan Bupati Aceh Tengah Nasaruddin dalam acara silaturahmi yang berlangsung hampir 1,5 jam. Dikatakan Irwandi, Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah merupakan daerah masa depan bagi Aceh yang memiliki sejumlah potensi pertanian, perkebunan, serta objek pariwisata alam. Karena itu sudah selayaknya jalan ke daerah ini harus dibenahi, sehingga para investor akan tertarik datang untuk menanam modalnya di sini. “Begitu juga para turis akan dengan mudah bisa datang menikmati panorama alam indah yang dimiliki daerah ini,” tambahnya.

Sebelumnya, Bupati Nasaruddin melaporkan, selain jalan Bireuen-Takengon, sejumlah ruas jalan kabupaten dan provinsi di Aceh Tengah juga dalam kondisi sangat memprihatinkan. Seperti jalan Takengon-Pamar Kecamatan Rusip Antara, jalan Takengon-Ise Ise, jalan Waq-Jamat, Pasar Angkop (Aceh Tengah)-Pante Raya (Bener Meriah), dan jalan Isak Kecamatan Linge-Jagong.

Karena dana yang miliki Aceh Tengah tidak mencukupi untuk menangani pembangunan jalan tersebut, Bupati Nasaruddin mengharapkan Pemerintah Aceh memperbaikinya.

Menanggapi permintaan pembangunan sejumlah ruas jalan tersebut, Gubernur Irwandi Yusuf, mengatakan pihaknya tidak bisa memastikan. Tetapi tetap akan berupaya dengan mencari dana dari berbagai sumber. “Saya akan upayakan dari dana hibah, itu pun kalau dana tersebut masih ada sisa. Kalau tidak akan dicari dengan sumber dana lainnya tahun depan,” ujar Irwandi Yusuf.

Selain membantu pembangunan sejumlah ruas jalan di daerah itu, Irwandi Yusuf juga akan membantu biaya pembangunan ruangan peralatan CT-Scan RSUD Datu Beru Takengon dengan dana hibah dan akan mempercepat proses pemekaran 27 kampung persiapan menjadi kampung defenitif pada sejumlah kecamatan di Kabupaten Aceh Tengah.

Di Bener Meriah
Sementara itu usai melakukan kunjungan ke daerah Samar Kilang, Kecamatan Syiah Utama, Bener Meriah, Gubernur Irwandi Yusuf mengatakan, sebagian ruas jalan menuju daerah terpencil di Kabupaten Bener Meriah itu sekitar 5,8 kilometer telah diaspal. Namun, untuk menyelesaikan pembangunan jalan itu masih dibutuhkan biaya sekitar Rp 60 miliar lagi.

“Hasil dari pantauan saya tadi ke Samar Kilang, perkembanganya sudah cukup bagus tetapi masih butuh dana lagi untuk menyelesaikan ruas jalan menuju daerah terpencil itu. Diperkirakan dua tahun lagi pembangunan jalan menuju Samar Kilang akan selesai dikerjakan,” kata Gubernur Aceh yang didampingi oleh Bupati Bener Meriah Ir H Tagore Abubakar, ketika bertemu dengan sejumlah wartawan.

Pada kunjungannya ke Samar Kilang, Gubernur memberikan bantuan beras sebanyak 1,5 ton dan sejumah kain sarung kepada masyarakat setempat. Selain didampingi istrinya Darwati A Gani, kunjungan ke samar Kilang juga dihadiri Bupati Bener Meriah, Ir H Tagore Abubakar. (min/sup/c35)

Sumber : Serambinews.com

Senin, 11 April 2011

Wakil Ketua MPR : Surat Menhut Bertentangan dengan UUPA

Wed, Mar 2nd 2011, 10:00

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Dr Ahmad Farhan Hamid, MS menyatakan Surat Menteri Kehutanan yang yang menjelaskan tentang persetujuan Gubernur Aceh terhadap pelimphan wewenang lima sub bidang kehutanan kepada Pemerintah Pusat bertentangan dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Penegasan itu diutarakan Farhan Hamid saat menerima kunjungan Sekjen Kementerian Kehutanan Dr Ir Hadi Daryanto, di ruang kerja Wakil Ketua MPR, Senayan, Jakarta, Senin (28/2). “Surat tersebut bertolak belakang dengan UUPA yang secara tegas telah mengatur pengelolaan sub bidang kehutanan,” kata Farhan Hamid.

Surat Menteri Kehutanan No S.681/Menhut-II/Kum/2010 tanggal 28 Desember 2010 yang diteken Sekjen Kementerian Kehutanan ditujukan kepada Mendagri, menjelaskan tentang persetujuan Gubernur Aceh terhadap pelimpahan wewenang pengelolaan lima sub bidang kehutanan kepada Puat dengan merujuk kepada Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Lima sub bidang kehutanan dimaksdu meliputi pengusahaan pariwisata alam pada kawasan pelestarian alam dan pengusahaan taman buru, areal burudan kebun buru; pengelolaan kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru; pengawetan tumbuhan dan satwa liar; pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar; dan lembaga konservasi.

Surat tersebut memunculkan polemik dan kontroversi karena mengutip persetujuan gubernur yang melakukan pembicaraan pertelepon dengan Menteri kehutanan. “Kami memandang langkah yang ditempuh Kementerian Kehutanan kurang bijak dan kurang tepat dan tidak sejalan dengan ketentuan hirarki peraturan perundang-undangan, dimana peraturan lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan undang-undang di atasnya,” kata Farhan Hamid.

Farhan juga menjelaskan bahwa pasal 150 UUPA telah secara tegas menyatakan bahwa tugas dan tanggungjawab pengelolaan kawasan ekosistem leuser diwilayah Aceh ada pada Pemerintah Aceh. Bahkan dinyatakan Pemerintah Pusat berkewajiban menyediakan anggaran, sarana dan prasarana.

Farhan Hamid yang ikut membahas UUPA dan menjadi salah seorang anggota Pansus RUUPA DPR, menyatakan menyusul lahirnya UUPA, seluruh peraturan terkait izin pengusahaan hutan dan kawasan ekosistem Leuser di wilayah Aceh yang sudah terbit, harus diseseuaikan dengan UUPA, sebagaimana diatur Pasal 262.

“Kami ingin mengingatkan agar undang-undang sektoral tidak dipaksakan berlaku di Aceh karena Aceh sudah diatur khusus dengan UUPA,” lanjut Farhan Hamid dan menyatakan Sekjen Kementerian Kehutanan menyatakan dapat memahaminya.

Pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu juga membahas tentang dialog multipihak yang membahas tentang pengelolaan hutan untuk masa depan Aceh. Dialog tersebut difasilitasi dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Provinsi Aceh.

Hadi Daryanto juga menyatakan sependapat bahwa Aceh dijadikan wilayah percontohan pengelolaan hutan yang baik dan dapat diduplikasi atau dicontoh oleh daerah lain. “Dengan adanya penjelasan itu, diharapkan instansi sektoral mempedomani kandungan dan isi UUPA sehingga tidak lagi melahirkan pertentangan yang tidak perlu,” kata Farhan Hamid seusai pertemuan.(fik)

Sumber : Serambinews.com

Januari, Ekspor Aceh Menukik 98 Persen

* Aceh Inflasi 0,28 Persen
Wed, Mar 2nd 2011, 09:16


BANDA ACEH - Nilai ekspor Aceh pada Januari 2011 menukik tajam. Penurunan terjadi hingga 98,26 persen dibandingkan Desember 2010. Hal yang sama juga terjadi bila dibandingkan dengan Januari 2010.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, Syech Suhaimi, menyebutkan, nilai ekspor yang tercatat pada Januari 2011 sebesar Rp 1.781.404 US dolar, jauh lebih rendah dibandingkan Desember 2010 yang mencapai 102.641.433 US dolar, atau Januari 2010 yang mencapai 90.606.312 US dolar.

“Memang pada Januari 2011 nilai ekspor Aceh turun tajam sebesar 98,26 persen,” kata Suhaimi kepada wartawan usai menggelar rapat rutin berita resmi statistik BPS Aceh, Selasa (1/3).

Anjloknya nilai ekspor ini dia jelaskan, terjadi karena pada Januari 2011 tidak ada minyak dan gas (migas) yang diekspor. Ekspor yang dilakukan hanya pada komoditas non migas. Di antaranya kelompok bijih, kerak, dan abu logam dengan nilai sebesar 1.739.866 US dolar, kelompok komoditas garam, belerang, kapur, 20.323 US dolar, kelompok komoditas ikan dan udang 13.902 US dolar, dan kelompok komoditas kakao, pohon hidup, dan bunga potong masing-masing bernilai 13.902 dan 2.313 US dolar.

“Jika penurunan seperti ini terjadi di tingkat nasional, dipastikan perekonomian Indonesia akan collaps dan krisis lagi. Beruntung Aceh tidak begitu bergantung pada dunia ekspor, namun begitu diharapkan dunia ekspor Aceh bisa bangkit lagi,” tambahnya.

Sebaliknya imbuh dia, nilai impor Aceh mengalami kenaikan sebesar 153,47 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Sedang bila dibandingkan dengan bulan Januari tahun sebelumnya nilai impor juga mengalami peningkatan dari 1.359.550 US dolar menjadi 18.216.203 US dolar. “Hal ini menyebabkan neraca perdagangan defisit sebesar 117,22 persen,” kata Suhaimi.

Inflasi
Sementara terkait dengan perkembangan harga barang dan jasa, Syech Suhaimi menginformasi bahwa pada Februari 2011 Aceh mengalami inflasi 0,28 persen. “Kota Banda Aceh mengalami inflasi 0,47 persen dan Kota Lhokseumawe inflasi 0,07 persen, dengan demikian Aceh mengalami inflasi sebesar 0,28 persen,” ujarnya.

Inflasi yang terjadi di Kota Banda Aceh, lanjut Syech secara umum disebabkan oleh kenaikan harga pada kelompok bahan makanan, terutama beras. “Beberapa komoditas yang memberikan andil tinggi terhadap terjadinya inflasi antara lain adalah beras dengan andil 0,288 persen, tongkol, udang basah, jeruk, teri, asam, dan pakaian,” sebut Suhaimi.

Sementara komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain adalah cabai merah, cabai hijau, telepon seluler, emas perhiasan, tomat, dan bayam.(ami)

Sumber : Serambinews.com

PPA Tawarkan Kerjasama Operasi PT KKA

Wed, Mar 2nd 2011, 08:18

JAKARTA - PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) menawarkan kerjasama operasi PT Kertas Kraft Aceh (Persero) kepada calon investor yang berminat melalui Program Penawaran Kerjasama Operasi (KSO). Pengumuman PPA melalui situsnya yang dikunjungi di Jakarta, Selasa, menyebutkan, pendaftaran bagi calon investor yang berminat dibuka hingga 13 Mei 2011.

Proses setelah pendaftaran calon investor adalah uji tuntas yang akan dilaksanakan 7 Maret 2011 hingga 20 Mei 2011. Penyampaian proposal penawaran pada 24 Mei 2011, pengumuman pemenang 20 Juni 2011, pembayaran pertama KSO 22 Juni 2011, dan penandatanganan perjanjian KSo pada 24 Juni 2011.

PT Kertas Kraft Aceh (KKA) merupakkan produsen kertas kraft di Indonesia dengan kapasitas terpasang 135 ribu ton per tahun. Perusahaan berhenti beroperasi sejak akhir 2007 hingga saat ini akibat kendala pasokan bahan baku, terhentinya pasokan bahan bakar gas alam, serta kondisi sosial politik setempat. Mengingat industri kertas kraft masih berpeluang untuk tumbuh berkembang dengan berkelanjutan, dan tingginya tingkat permintaan akan kertas kraft, serta kemampuan pendanaan internal Perusahaan.

Maka KKA bermaksud mengoperasikan kembali pabriknya dengan mengundang calon-calon investor yang berminat untuk menjadi mitra strategis dengan prinsip kerjasama yang saling menguntungkan. KKA telah menunjuk PPA guna melaksanakan penawaran kerjasama tersebut kepada calon-calon investor yang berminat.Kerjasama Operasi yang ditawarkan memberikan kesempatan kepada Calon Investor untuk dalam jangka waktu tertentu melakukan kegiatan produksi dengan menggunakan seluruh fasilitas produksi yang dimiliki KKA.

KKA menyediakan dan memberi akses sepenuhnya kepada Mitra KSO menggunakan dan mengoptimalkan seluruh fasilitas produksi yang dimilikinya. Mitra KSO diberikan keleluasaan untuk menentukan rencana pengoperasian kembali KKA sesuai hasil analisa dan pertimbangan Mitra KSO sendiri. Mitra KSO bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan operasional dengan menggunakan seluruh kemampuan dan sumber daya yang dimiliki guna kelancaran kerjasama ini.

Tidak ada pengalihan hak kepemilikan atas sebagian atau seluruh aset milik KKA kepada Mitra KSO. Apabila salah satu atau seluruh Pemegang Saham PT KKA memutuskan untuk melakukan penjualan saham KKA, maka Mitra KSO akan memperoleh penawaran terlebih dahulu. Setelah penawaran kepada pemegang saham lama, dengan harga yang ditetapkan berdasarkan hasil penilaian oleh Penilai Independen yang ditunjuk bersama.

PPA menetapkan sejumlah kriteria bagi calon investor antara lain calon investor memiliki rencana usaha (business plan) yang masuk akal / dapat terlaksana (rational), yang memperlihatkan upaya dalam rangka peningkatkan nilai KKA.

Calon investor mempunyai komitmen dan kemampuan keuangan yang kuat untuk memenuhi seluruh kewajiban pembayaran atas KSO secara tepat waktu, dan sanggup/bersedia memenuhi persyaratan administrasi yang ditetapkan oleh KKA. Memiliki kemampuan modal dan/atau ketersediaan dana untuk melaksanakan/ mengimplementasikan Rencana Usaha (business plan) dan seluruh ketentuan dalam Perjanjian Kerjasama Operasi.

Selain itu calon investor termasuk pengurus sampai dengan “Ultimate Shareholder” bukan merupakan debitur Kredit Macet ataupun bermasalah di perbankan.(ant)

Sumber : Serambinews.com

Jumat, 08 April 2011

Gaharu Cocok Dibudidayakan di Aceh

Tue, Mar 1st 2011, 08:58

BANDA ACEH - Sebuah hasil penelitian menunjukkan bahwa Aceh sangat cocok menjadi tempat pembudidayaan tanaman gaharu. Pohon penghasil damar ini bisa ditanam di mana saja, mulai dari pekarangan rumah, tanah kosong sekitar pemukiman penduduk, perkebunan, dan di kawasan hutan bebas.

“Hasil penelitian yang dilakukan selama ini, gaharu ternyata sangat cocok dan tumbuh subur di daerah ini,” kata Peneliti Komunitas Gaharu Aceh Lestari, Dahlan S Hut MSi, kepada Serambi, Minggu (27/2).

Penelitian dimulai dengan melakukan penanaman bibit gaharu di kawasan Pante Pisang Desa Teupin Rusep Kecamatan Sawang Aceh Utara, di atas lahan seluas delapan hektare. “Selama empat tahun terakhir hasilnya sangat memuaskan, gaharu tumbuh sumbur,” tambahnya.

Pembudidayaan tanaman saat ini sudah dilakukan di Desa Bungkeh Kecamatan Geumpang Kabupaten Pidie serta Aceh Selatan seluas 12 hektare. Hal ini ternyata mulai menarik minat petani pedalaman untuk ikut mengembangkan tanaman berekonomis tinggi tersebut.

“Mahalnya harga jual getah dan pohon gaharu membuat para petani mulai tertarik mengembangkan dan membudidayakan pohon gaharu,” kata Dahlan yang juga staf pengajar biologi F-MIPA Unsyiah.

Harga jual getah gaharu berkisar antara Rp 5 juta hingga 20 juta per kilogram, tergantung jenis dan kualitas. Untuk yang berkualitas rendah dan bewarna kuning berkisar antara Rp 5 juta sampai Rp 6 juta per kilogram, sedangkan gaharu hitam mencapai Rp 15 juta sampai Rp 40 juta per kilogram.

“Bahkan untuk kualitas terbaik bisa mencapai ratusan juta. Sedangkan yang kualitasnya paling jelek berkisar antara Rp 50.000 sampai Rp 250.000,” sebut Dahlan.

Dijelaskan, gaharu adalah sejenis kayu hutan dengan berbagai bentuk dan warna yang khas serta memiliki kandungan kadar damar wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon. Getah yang dihasilkan sangat tergantung pada lamanya masa tanam dan panen. Namun untuk rata-rata penanaman 9 atau 10 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan dua kilogram getah gaharu.(awi)

Sumber : Serambinews.com

Enam Kabupaten/Kota Telah Sahkan RAPBK 2011

* Pengesahan RAPBA Terus Molor
Mon, Feb 28th 2011, 09:55

BANDA ACEH - Sebanyak 6 dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh telah mengesahkan dan menetapkan RAPBK 2011. Sedangkan RAPBA Provinsi Aceh sampai akhir bulan kedua tahun anggaran 2011 belum juga disahkan.

Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh (DPKKA) Drs Paradis MSi melalui Kabid Pembinaan dan Evaluasi Anggaran Daerah Kabupaten/Kota, M Nasir SE yang dikonfirmasi Serambi, Minggu (27/2) mengungkapkan, sampai akhir Februari 2011 ini, enam kabupaten/kota telah menetapkan dan mensahkan RAPBK 2011.

Keenam kabupaten/kota itu, sebut Nasir, adalah Aceh Tengah, Pidie Jaya, Banda Aceh, Lhokseumawe, Aceh Singkil, dan Aceh Besar. Di luar enam itu, empat kabupaten lagi telah dievaluasi RAPBK-nya oleh gubernur, tapi belum ditetapkan, yaitu Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Utara, dan Subulussalam.

Selain 10 daerah tersebut, kata Nasir, empat kabupaten/kota lagi yang eksekutif dan legislatifnya sudah membahas dan kini hasil pembahasan RAPBK sedang dalam evaluasi gubernur. Empat daerah itu, adalah Aceh Tenggara, Bener Meriah, Simeulue dan Nagan Raya. Sedangkan delapan daerah lagi, ungkap Nasir, yaitu Langsa, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Bireuen, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Barat, dan Kota Sabang masih dalam pembahasan bersama antara pihak eksekutif dan legislatifnya.

Sementara Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), bupatinya telah menyampaikan dokumen RAPBK 2011 kepada gubernur, tapi karena belum dibahas bersama oleh DPRK, maka gubernur menolak untuk mengevaluasinya.

Terkait RAPBA Pemerintah Aceh yang sampai akhir Februari 2011 belum juga disahkan, Wakil Ketua I Bidang Pemerintahan dan Anggaran DPRA, H Amir Helmi SH yang dimintai penjelasannya mengatakan, RAPBA 2011 sampai akhir bulan ini belum juga dijadualkan sidang paripurna. Karena Tim Perumus Badan Anggaran DPRA masih merumuskan kembali besaran pagu RAPBA 2011 dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) yang diketuai Sekda Aceh T Setia Budi.

Sumber Serambi di Badan Anggaran DPRA mengatakan, dalam pembahasan bersama antara Pokja Badan Anggaran DPRA dengan Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) terhadap RKA RAPBA masing-masing SKPA mengalami penambahan anggaran.

Pagu PPAS RAPBA 2011 yang telah disepakati antara Ketua DPRA dengan Gubernur Aceh besarnya Rp 6,8 triliun. Setelah pembahasan bersama terjadi penambahan sebesar Rp 2,2 triliun. Sehingga jika dipenuhi semuanya total pagu RAPBA 2011 nantinya menjadi Rp 9 triliun.

Angka Rp 9 triliun itu, kata Wakil Ketua I Bidang Pemerintahan dan Anggaran DPRA, Amir Helmi SH dan Wakil Ketua II Bidang Pembangunan DPRA Drs Sulaiman Abda, tidak mungkin bisa dipenuhi, karena kemampuan sumber penerimaan keuangan Pemerintah Aceh pada tahun 2011 hanya pada angka Rp 6,8 triliun.

Jadi, menurut kedua pimpinan DPRA itu, jalan keluar agar RAPBA 2011 secepatnya diparipurna untuk pengesahannya, maka Tim Perumus Badan Anggaran DPRA bersama TAPA perlu mengurangi dan merasionalkan kembali tambahan anggaran hasil pembahasan Pokja Badan Anggaran DPRA dengan SKPA.

Langkah pertamanya, penuhi dulu kebutuhan gaji pegawai dan gaji untuk tenaga honor, biaya listrk, air, telepon dan ATK. Kemudian fokuskan alokasi anggaran untuk pemenuhan anggaran program yang hasilnya dapat dirasakan langsung oleh rakyat, seperti untuk pengobatan gratis melalui program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). Lalu, pemberian bantuan pendidikan kepada anak yatim piatu, telantar, putus sekolah dan kaum dhuafa atau fakir miskin.

Selanjutnya, beasiswa S2, dan S3, dana BKPG, dan untuk pembangunan jalan dan jembatan yang hasilnya akan memberikan dampak multi efek kepada pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan dan kecamatan. “Tapi alokasi untuk pelaksanaan Keistimewaan Aceh dan Syariat Islam harus teralokasi cukup agar kedua program itu bisa berjalan seimbang dengan program lainnya,” ujar Sulaiman Abda.(her)

Sumber : Serambinews.com

Kamis, 07 April 2011

Dishutbun Aceh Tingkatkan KBR

Sat, Feb 26th 2011, 08:31

BANDA ACEH - Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Aceh terus meningkatkan realisasi paket Kebun Bibit Rakyat (KBR) di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Hal tersebut sebagai bagian membudidayakan tanaman hutan untuk pelestarian hutan dan sumber dayanya. Hal itu diungkapkan Kadishubun Aceh, Ir T Fakhruddin Polem, saat melakukan penghijauan di Fakultas Pertanian Unsyiah, kemarin. Kegiatan itu dilaksanakan ebagai bagian dari peringatan Hari Bhakti Rimbawan Ke-28.

Menurutnya, membudayakan menanam pohon bukanlah sekadar menanam saja, tapi bagaimana memunculkan rasa memiliki serta tekad yang kuat untuk melestarikan hutan sebagai bagian dari upaya menghambat pemanasan global yang kini mengancam bumi. “Terkait hal itu, kini Dishutbun Aceh telah merealisasikan 284 KBR di seluruh Aceh. Di areal KBR tersebut disediakan bibit tanaman kayu, durian, mangga dan lainnya, dengan arah untuk tanaman penghijauan,” jelas Fakhruddin.

Untuk tahun 2011, lanjutnya, KBR akan ditingkatkan hingga 300 unit, dimana setiap unit berisi sedikitnya 50.000 batang bibit. Saat ini, komoditi tanaman hutan telah dibudidayakan sama dengan tanaman perkebunan, karena memiliki nilai tambah yang juga baik, seperti jabon, jati dan meranti yang punya nilai jual kompetitif. “Kami berharap semua pihak terlibat aktif dalam upaya pelestarian hutan, terutama kalangan akademisi dan mahasiswa,” harapnya.

Sementara Dekan Fakultas Pertanian Prof Supardi Umar berharap agar kemitraan antara akademisi dengan jajaran Dishutbun Aceh terus berkelanjutan. Ia berjanji, jajaran Fakultas Pertanian Unsyiah akan terus menyosialisasikan gerakan penghijauan. “Saat ini Fakultas Pertanian juga memiliki university farm di Aceh Besar, Aceh Jaya, dan Bener Meriah. Lokasi itu juga butuh kerja sama dengan jajaran stake holder pertanian dan pihak lainnya, kata Supardi.

Pada kesempatan itu, pihak Dishutbun dan jajaran alumni melakukan penghijauan di pelataran Fakultas Pertanian dengan menaman pohon trembesi. Keluarga besar Dishutbun yang diwakili T Fakhruddin juga menyerahkan bantuan uang Rp 15 juta untuk pembangunan mushalla Fakultas Pertanian Unsyiah. Sumbangan dengan jumlah yang sama juga diberikan PT Astra Agro Lestari (AAL) Aceh-Sumut yang diserahkan Comunity Development Area Manager (CDAM)-nya, Ir M Basyir Hasan.(nur)

Sumber : Serambinews.com

Wagub Protes Usulan Aceh tak Masuk Masterplan

Raker Gubernur Se-Indonesia
Wed, Feb 23rd 2011, 10:45

JAKARTA - Program pembangunan ekonomi Aceh bidang pangan dan revitalisasi industri Aceh Utara akhirnya dimasukkan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) setelah mendapat protes keras dari Wagub Aceh Muhammad Nazar. Nazar melancarkan protes ketika mengetahui dalam draft masterplan yang dibagikan kepada peserta raker Gubernur se-Indonesia di Istana Bogor, 21-22 Februari 2011 usulan itu tidak tercatat sama sekali.

Forum raker yang dihadiri seluruh gubernur Indonesia itu terbagi tiga kelompok. Wagub Aceh Muhammad Nazar masuk dalam Kelompok I membahas Koridor Ekonomi Sumatera dan Jawa. Kelompok II Koridor Ekonomi Kalimantan dan Sulawesi, serta Kelompok III Koridor Ekonomi Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Maluku.

Wagub Nazar mengungkapkan, dirinya kaget ketika mengetahui usulan Aceh tidak masuk dalam draf koridor Kelompok I yang disosialisasikan. Yang masuk hanya program pembangunan ekonomi untuk Sumut, Riau, Kepulauan Riau, dan Sumatera Selatan. “Tentu saja saya protes karena tidak satupun program yang kita usulkan masuk dalam draf,” kata Nazar kepada Serambi, Selasa (22/2).

Menghadapi kondisi tak menguntungkan itu, Wagub Nazar ‘bergerilya’ kepada para menteri, termasuk Wapres Boediono menuntut agar memasukkan program-progran besar masuk ke Aceh. “Memperkuat perekonomian Aceh berarti sama dengan membangun Indonesia dan memperkuat perdamaian,” begitu argumen Wagub Nazar.

Program yang diusulkan masuk dalam masterplan tersebut adalah; Aceh sebagai pusat pangan nasional dalam arti menyeluruh, meliputi pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan perikanan dan sebagainya dari hulu hingga hilir, lengkap dengan segala infrastruktur dan industrialisasi yang dibutuhkannya; Revitalisasi seluruh proyek vital di Aceh Utara seperti PIM, PT KKA, PT AAF, termasuk reutilisasi kilang LNG Arun maupun Aromatic; Pengembangan Sabang dengan dana non-APBN maupun APBN sebagai international hubport dan pelabuhan bebas sesuai UU dan PP Sabang maupun Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET); Pembangunan highway (tol) Banda Aceh-perbatasan Sumut; Pembangunan Jembatan Pulo Aceh-Banda Aceh yang juga bagian dari pelabuhan bebas Sabang, sekaligus konektivitas sosial kemasyarakatan yang dapat menghilangkan isolasi kawasan itu.

Menanggapi “protes” Wagub tersebut Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam penjelasan akhir di depan semua peserta raker termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Boediono menyatakan bahwa ada beberapa daerah terutama Aceh telah mengusulkan agar beberapa item proyek dapat dimasukkan dalam masterplan untuk koridor eknomi Sumatera dan Jawa.

Menanggapi hasil raker tersebut, Presiden SBY dalam arahannya ketika penutupan menyatakan mendukung penuh usulan-usulan seperti disampaikan Aceh melalui Wagub Muhammad Nazar.(fik)

Sumber : Serambinews.com

Dewan Desak Gubernur Tinjau Ulang Izin Tambang

Wed, Feb 23rd 2011, 08:52

BANDA ACEH - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), mendesak pemerintah provinsi dalam hal ini Gubernur Aceh mencabut izin pertambangan di lahan warga di Panton Luah, Sawang, serta daerah lain di Aceh Selatan. Rakyat harus diberi peluang menggarap lahan pertambangan bijih besi dan emas yang selama ini sudah mereka geluti.

Anggota DPRA asal pemilihan Aceh Selatan, Tgk Muhibbussubri mengaku saat ini ada sekitar 4.000 warga menggantung hidup dari ekspoloitasi hasil tambang di lokasi itu. Selama ini mereka terabaikan oleh aturan yang tidak memihak rakyat tetapi memihak pihak perusahaan. Apalagi, perusahaan yang masuk ke lokasi itu mengabaikan warga sekitar, serta jalan di beberapa kampung rusak.

Menurut Muhibbussubri, warga sangat berharap bisa terus beraktifitas di tempat itu apalagi mereka sudah mengumpulkan diri dalam koperasi. Selain itu, kalau memang nantinya pemerintah mengutip retribusi, warga tidak akan mempermasalahkan asalkan perusahaan tidak mengambil alih tempat tambang rakyat.

Politisi PPP ini tidak mempersoalkan kalau perusahaan masuk untuk eksplorasi asal tidak masuk ke lahan yang selama ini digarap warga. “Silakan masuk dan cari lahan lain yang belum tergarap,” ujarnya.

Dalam penjelasan kepada Serambi, Muhibbussabri mengaku sudah menemukan surat perjanjian kerjasama antara Bupati Aceh Selatan dengan koperasi serba usaha (KSU) Tiega Manggis dan Gubernur Aceh.

Ia mengatakan, surat itu bernomor 05/perj/2009, nomor 02/KSU-TM/IV/2009, dan nomor 02/pks/2009 tentang izin kuasa pertambangan ekspolrasi dan eksploitasi bijih besih oleh Koperasi Serba Usaha (KSU) Tiega Manggis di Kecamatan Kluet Tengah.

Dalam surat perjanjian tersebut ujar Muhibbussabri, tertera hak dan kewajiban yang harus dipenuhi koperasi sebagai pihak kedua. Koperasi bersedia membayar iuran produksi kepada Pemkab Aceh Selatan (pihak pertama) sebesar 3 persen dari harga jual perton sesuai paraturan perundang-undangan, serta memberikan golden share (bagi hasil) sebesar 10 persen pertahun dari laba bersih produksi setelah terlebih dahulu dikurangi biaya investasi, operasi, pajak dan retribusi daerah yang disetor ke kas daerah. Kemudian dalam poin lain surat itu ujar Muhibbussabri, untuk pihak ketiga (gubernur Aceh) mendapat bagi hasil 15 persen pertahun dari laba bersih setelah dahulu dikurangi biaya investasi, operasi, pajak dan retribusi daerah yang langsung di setor ke kas daerah.

Khusus untuk pemasukan PAD Aceh dari sektor ini ujar Mihibbussabri sangat tidak memuaskan terutama laporan yang ia dapat saat pembahasan RAPBA 2011. “Ini salahsatu alasan yang menyebabkan izin itu harus dievaluasi,” ujarnya.

Semestinya, pemerintah harus menegakkan aturan sehingga tidak asal keluarkan izin. Aspek analisa dampak lingkungan (AMDAL) harus menjadi pijakan utama sehingga rakyat tidak dirugikan, pinta Muhibbussabri.(swa)

Sumber : Serambinews.com

Presiden Tanya Perkembangan Aceh

Saat Raker Gubernur Se-Indonesia
* Diusul Masuk Koridor Khusus Pembangunan
Tue, Feb 22nd 2011, 10:49

JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyapa dan berbincang singkat dengan Wakil Gubernur (Wagub) Aceh, Muhammad Nazar pada saat rehat Rapat Kerja Gubernur se-Indonesia yang berlangsung di Istana Bogor, Senin (21/2) kemarin.

Dalam perbincangan singkat itu, “Presiden menanyakan perkembangan Aceh dan juga memberi tahu bahwa beliau sudah menandatangani PP Sabang.” Secara khusus Presiden meminta Pemerintah Aceh agar fokus pada pembangunan ekonomi, sebab hal itulah yang paling dibutuhkan rakyat setelah Aceh damai sejak lima tahun lalu.

Dalam pertemuan itu, Wagub juga menyampaikan kepada Presiden bahwa ada beberapa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai turunan UU Pemerintahan Aceh (UUPA) yang masih terganjal dan belum dicapai kata sepakat antara Pemerintah Aceh dengan pemerintah pusat. Yakni, PP tentang Pengelolaan Migas Aceh dan Perpres tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Saya sampaikan bahwa RPP Migas masih terhambat, karena pusat belum setuju terhadap usulan Aceh mengenai bagi hasil migas lepas pantai sampai 200 mil laut. Presiden berjanji akan segera memanggil menteri terkait,” sebut Wagub Nazar kepada Serambi kemarin, mengenai respons Presiden RI terhadap usulannya.

Masuk koridor
Dalam bagian lain penjelasannya kepada Serambi, Wagub Nazar menyatakan, Aceh harus dimasukkan dalam koridor khusus percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi. Di antara program-program yang diusulkan Pemerintah Aceh, menurutnya, meliputi pembangunan jembatan yang menghubungkan Pulo Aceh-Banda Aceh, pembangunan highway Banda Aceh-Sumatera Utara, revitalisasi kawasan industri Aceh Utara dan pembangunan kawasan Sabang.

Usulan tersebut disampaikan Wagub Nazar dalam Raker Membahas Masterplan Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia yang dihadiri gubernur se-Indonesia di Istana Bogor, Jawa Barat.

Raker itu dibuka Presiden SBY yang dihadiri Wapres Boediono dan para menteri Kabinet Pembangunan Indonesia Bersatu II. Wagub Nazar yang tergabung dalam kelompok I bersama-sama dengan menteri Perindustrian, Menteri PU, dan Menteri BUMN menyatakan, Aceh pascakonflik dan tsunami masih membutuhkan penanganan khusus untuk mendorong percepatan pembangunan kawasan itu. “Aceh membutuhkan dana-dana di luar APBN guna akselerasi pembangunannya,” kata Nazar.

Dia tegaskan, Aceh perlu mendapat porsi khusus, karena sangat mendesak untuk pembangunan ekonomi pascakonflik yang telah melahirkan kemiskinan, kehancuran berbagai kepentingan masyarakat hingga pendidikan. Bahkan banyak investor masih salah melihat Aceh gara-gara konflik masa lalu. “Oleh karena itu, Aceh mustilah ditangani khusus dan tidak boleh sekadar business as usual. Kalau dimasukkan secara khusus, maka berbagai potensi pertanian, perkebunan, peternakan, dan kelautan, akan bisa digerakkan,” sebut Nazar.

Ia contohkan, pembangunan kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang akselerasinya akan sangat lambat apabila hanya mengandalkan sumber dana APBN. Begitu juga dengan pembangunan jembatan Pulo Aceh-Banda Aceh sulit diwujudkan dalam waktu dekat apabila mengahrapkan dana APBN. “Harus ada sumber dana lain yang dimobilisasi. Oleh karena itu kita menginginkan Aceh masuk dalam koridor khusus tersebut,” cetus Nazar.

Terhadap pembangunan jalan highway yang membentang dari Banda Aceh sampai perbatasan Sumut, Wagub Nazar menyatakan sudah ada investor dari Korea yang berminat. “Kita hanya membutuhkan persetujuan pemerintah pusat. Jangan sampai jalan tersebut dihambat dengan alasan masih belum perlu. Aceh sangat butuh jalan sekualitas highway,” tukas Muhammad Nazar. Rapat kerja tersebut membahas rencana induk pembangunan dengan mobilisasi dana di luar APBN dalam rangkan mencapai target Indonesia menjadi negara maju 12 besar pada 2025 dan negara maju delapan besar pada 2045. (fik)

Sumber : Serambinews.com

Penambangan Emas Berisiko Tinggi

* Pemkab Diimbau Proaktif Bujuk Warga
Tue, Feb 22nd 2011, 10:26

BANDA ACEH - Penambangan emas yang dilakukan warga secara tradisional di sejumlah daerah di Aceh sangat berisiko tinggi terhadap kesehatan dan penyakit. Untuk itu pemerintah kabupaten yang terkait hal ini diimbau membujuk warganya untuk menghentikan aktivitas penambangan.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Petambangan dan Energi Aceh, Ir Ir Said Ikhsan MSi, Senin (21/2) terkait belasan warga yang diduga terserang malaria di Gunung Alue Peuleukong, Desa Ie Jeurengeh, Kecamatan Sampoiniet, Aceh Jaya, beberapa waktu lalu. Menurutnya, semua lokasi pertambangan khususnya emas punya risiko tinggi.

“Harga emas mahal, risiko penambangannya juga besar. Emas biasanya terdapat dalam bongkahan batu gamping (kapur). Urat batu ini membentuk rekahan dan mengandung air. Rekahan ini merupakan habitat sejumlah organisme termasuk nyamuk malaria yang mengancam. Ketika habitat organisme itu diganggu, bisanya mereka akan balik meyerang manusia,” kata Said didampingi Kasi Pengusahaan Penambangan Mahdi M Nur.

Dikatakan, berdasarkan itu pula setiap perusahaan penambang emas harus punya divisi khusus keselamatan kerja dan kesehatan. Keharusan ini tak relevan dengan penambanga yang dilakukan warga secara tradisional di lahan yang bukan WPR (wilayah tambang rakyat).

“Berdasarkan regulasi yang berlaku, yang boleh ditambang langsung oleh rakyat adalah di kawasan WPR. Kebanyakan warga melanggar itu, padahal sangat berbahaya. Hanya perusahaan tertentu dan telah berizin yang dapat menambang emas primer. Khusus tradisional harus di WPR yakni tambang emas skunder dengan cara mendulang di aliran sungai,” katanya.

Menurut Said, pada sejumlah kawasan tambang emas di Aceh seperti di Gunung Alue Peuleukong, Aceh Jaya, Gunung Ujeuen, Sawang, dan Gempang, kebiasaan warga ini semakin mengkhawatirkan dan mengancam keselamatan. Berdasarkan fakta yang terjadi di beberapa kawasan Indonesia, trend ini dimulai ketika sebuah perusahan penambang emas mengeksplorasi kawasan tertentu dan melibatkan warga.

Warga yang mengetahui cara penambangan bisanya memanfaatkan pengetahuan yang didapat saat survei diam-diam menambang tanpa sepengetahuan perusahaan. Berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Aceh, pada tahun 2010 hingga awal 2011, terdapat 109 izin yang dikkeuarkan Pemerintah Aceh, 17 merupakan izin ekploitasi dan sisanya izin eksporasi.

Menyikapi hal ini, Said Ikhsan mengaku pihaknya sudah melakukan peningkatan pengawasan. Sebelumnya juga sudah dilakukan pelarangan, imbauan, dan sosialisasi, namun hingga ini belum diindahkan warga semenatara pihak pemkab juga belum maksimal menerapkan regulasi. Padahal jelas-jelas tambang emas rakyat tradisional di luar WPR ini dinilai melanggar UUPA, UU No 4/2009 tentang tambang mineral, UU No 32/2009 tentang perlindungan dan pengelolan lingkungan, UU No 2/2008 tentang penggunaan kawasan keutanan, PP No 74/ 2001 tentang pengelolaan bahan berbahaya dan beracun serta sejumlah regulasi lainnya.

Terkait hal ini, pemerintah daerah yang terkait dengan masalah ini diimbau proaktif membantu pemerintah provinsi mencegah warga dengan cara persuasif. “Warga harus diberi pemahaman bahwa itu berbahaya dan melanggar peraturan. Pemkab harus tegas, apalagi konon warga penambang didatangkan dari luar, ini tentu tak bisa direkomendasi,” imbuhnya.(gun)

Sumber : Serambinews.com

Rabu, 06 April 2011

Wali Kota Minta Jalan Subulussalam-Agara Tembus

* Amdal Sudah Dilakukan
Mon, Feb 21st 2011, 10:09

BANDA ACEH - Wali Kota Subulusaalam, Merah Sakti SH mewakili masyarakatnya mengaku sangat mengharapkan perhatian serius dari pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh untuk segera merealisir pembangunan ruas jalan tembus Gelombang-Meras Tulan sepanjang 50 kilometer. Ruas jalan ini kelak akan menghubungkan Kota Subulussalam dengan Aceh Tenggara (Agara).

Dengan dibangunnya jalan tersebut, kata Merah Sakti, bakal memperpendek jarak tempuh, sekaligus membuka isolasi bagi masyarakat Agara untuk memiliki akses langsung via darat ke daerah lainnya di Aceh.

Kepada Serambi di Banda Aceh, Minggu (20/2) kemarin, Wali Kota Merah Sakti mengatakan, pembangunan jalan tembus Gelombang (Subulussalam) dengan Meras Tulan (Agara) sangat diharapkan masyarakat kedua daerah ini untuk segera direalisasi pembangunnya oleh pemerintah.

Masyarakat Agara yang berada di Daratan Tinggi Alas itu, katanya, terkesan sangat terisolir dari daerah Aceh lainnya. Buktinya, kalau masyarakat Agara hendak bepergian ke Subulussalam dan Aceh Singkil harus melewati tiga kabupaten lainnya di Sumatera Utara, yaitu Tanah Karo, Dairi, dan Phak-Phak Barat, dengan lama perjalanan mencapai sepuluh jam lebih. Jarak tempuhnya hampir 350 kilometer. Belum lagi kondisi jalan di daerah perbatasan antara Agara dengan Sumut dan Subulussaalam-Sumut yang cukup parah kerusakannya. Malah kalau terjadi longsoran jalan di daerah dekat perbatasan yang masuk wilayah Sumut, kata Merah Sakti, dipastikan penanganannya cukup lama baru selesai. “Kejadian ini hampir setiap tahun kami alami,” katanya.

Keadaan inilah yang selama ini membuat masyarakat Agara terasa terasing dengan daerah Aceh lainnya. Untuk memperdekat hubungan masyarakat Agara dengan Aceh, harus segera bangun jalan tembus Gelombang-Meras Tulan yang jaraknya hanya 50 kilometer.

Untuk membangun jalan tersebut, kata Merah Sakti, tidak mampu dibiayai dengan APBA atau APBK. Oleh karenanya, harus menggunakan dana APBN. “Kami masyarakat Subulussalam dan Agara akan siap bersama-sama Pemerintah Aceh melakukan lobi ke pemerintah pusat agar jalan ini dibangun,” ujar Merah Sakti.

Amdal tahun 2009
Menurutnya, untuk pembangunan jalan ini, analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal)-nya sudah dilakukan pembahasan tahun 2009 denga melibatkan Dinas BMCK Aceh, Bapedalda, Pemko Subulussalam, Pemkab Aceh Tenggara, dan sejumlah pihak lainnya. “Secara umum, tidak ada tjadi persoalan,” katanya.

Di samping itu, Merah Sakti juga meminta Pemerintah Aceh segera membangun kembali jalan Trumon-Krueng Luas-Rundeng yang menghubungkan Subulussalam-Aceh Selatan. Sebab, jalan itu sudah ada sejak zaman Belanda, bahkan Gubernur Aceh Prof Ali Hasjmy saat mengunjungi Subulussalam tahun 60-an melalui jalan tersebut. “Kalau jalan ini dibangun juga, maka akan membuka isolasi masyarakat yang berada di sekitar kawasan tersebut. Mereka saat ini sangat terisolir dan hidup prihatinkan. Kami minta Pak Gubernur dapat melanjutkan program pembangunan jalan tersebut,” pinta Merah Sakti. (sup)

Sumber : Serambinews.com

Pakar 8 Negara Papar Konsep Bangun Aceh

Mon, Feb 21st 2011, 09:40

BANDA ACEH - Para ilmuan, pakar dan pemerhati pembangunan dari delapan negara, yang pernah meneliti tentang Aceh, dijadwalkan tampil dalam Seminar Internasional Pembangunan Aceh (Aceh Development International Conference/ADIC 2011). Kegiatan berskala internasional ini akan digelar di Kampus Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) Bangi, Selangor pada 26-28 Maret 2011.

“Diharapkan kegiatan ini dapat memberi kontribusi positif untuk mendorong percepatan pembangunan di Aceh,” ujar Ketua ADIC 2011 Muhammad Yasar didampingi Sekretaris Panitia Muhammad Yunus kepada Serambi, Minggu (20/2).

Dia menyebutkan, ADIC merupakan kegiatan tahunan (annually program) bertujuan mewadahi pertemuan para ilmuan, pakar dan pemerhati pembangunan dari berbagai negara, yang pernah meneliti tentang Aceh dan relevansinya dengan konsep pembangunan di Bumi Serambi Mekkah.

Saat ini, kata Yasar, terdapat 200 karya ilmiah yang telah lolos seleksi Tim Editor ADIC 2011 yang diketuai Yusrini Marita untuk dipapar dalam seminar tersebut. Karya ilmiah tersebut merupakan kontribusi para penulis dari delapan negara yaitu: Indonesia, Malaysia, Singapura, India, Inggris, Austria, Saudi Arabia, dan Iran.

“Banyaknya makalah yang telah diterima pihak panitia ADIC 2011 membuktikan bahwa Aceh merupakan salah satu daerah yang paling menarik perhatian para peneliti baik di tingkat nasional, regional, maupun internasional,” sebutnya.

Menurut dia, untuk memperkaya diskusi ADIC 2011, panitia turut mengundangkan sejumlah pimpinan daerah di Aceh, antara lain ketua DPRA, para bupati dan wali kota. Kegiatan itu akan menampilkan orasi ilmiah oleh Mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Dr Mahatir Mohamad, Dr Ahmad Farhan Hamid (Wakil Ketua MPR RI), dan Prof Dr Darni M Daud (Rektor Unsyiah). Diharapkan kegiatan yang telah mendapat dukungan dari Kedubes RI di Kuala Lumpur tersebut, dapat dibuka langsung Gubernur Irwandi Yusuf.(sar)

Sumber : Serambinews.com

Mapala STIK Temukan 20 Jenis Tanaman Obat

Sun, Feb 20th 2011, 10:20

BANDA ACEH - Tim ekspedisi mahasiswa pecinta alam (Mapala) Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Yayasan Chik Pante Kulu, Banda Aceh, menemukan 20 jenis tanaman obat di sepanjang jalur pendakian puncak Gunung Lauser, Blang Kejeren, Gayo Lues.

Ekspedisi yang melibatkan Mapala STIK dan seorang identifikator tanaman obat itu bertujuan mendata seluruh tanaman yang dinilai bermanfaat bagi pengobatan manusia yang berada di kawasan itu. Hal itu dilakukan tim ekspedisi akibat banyak terjadi perubahan fungsi hutan, tak terkecuali kawasan Gunung Lauser yang didaki tersebut.

Dari tanaman obat yang dijumpai di pendakian Gunung Lauser, umumnya berada di atas ketinggian lebih 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tim itu menemukan jenis tanaman yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit, di antaranya kunyit putih (obat asam urat, sendi dan sakit perut), dedingin (obat deman), dan kayu manis (obat masuk angin) serta beberapa tanaman obat lainnya.

“Berdasarkan kajian, sebagian kawasan Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) telah terjadi deforestasi dan degradasi hutan. Perubahan fungsi itu menyebabkan banyak hilang jenis-Jenis endemik dan tumbuhan obat yang ada. Karena itu kami tim ekspedisi Mapala STIK berusaha mencari tahu jenis tanaman obat apa saja yang masih ada di kawasan Gunung Lauser,” kata Subhan Ketua Tim Ekspedisi Mapala STIK kepada Serambi, Sabtu (19/2) malam.

Untuk mencari tahu keberadaan jenis tanaman obat yang tumbuh di kawasan gunung itu, tim yang beranggotakan enam orang itu tersebut mampu menaklukkan puncak gunung Lauser setinggi 3412 mdpl, dengan perjalanan selama 16 hari.

“Kami mendaki mulai tanggal 23 Januari dan selamat turun kembali pada 7 Februari 2011. Bersama tim juga ada Zulfadli seorang indentifikator jenis tumbuhan obat,” kata Subhan. Ditambahkan dalam pendakian itu juga ada beberapa rekannya yang lain, yakni Saifullah (navigator), Akmal Qurazi, Izhar Fauzi, serta Edison.(mir)

Sumber : Serambinews.com